Benarkah Penggunaan Galon Guna Ulang Dapat Berpengaruh Pada Kesuburan?
Belum lama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) lontarkan pernyataan kontroversial soal air minum galon guna ulang yang memiliki dampak pada kesehatan. Pernyataan itu mengutip studi Cohort di Korea Selatan (Journal of Korean Medical Science) 2021 yang menyebutkan ada korelasi peningkatan infertilitas atau gangguan kesuburan pada kelompok tinggi paparan BPA dengan rasio paparan penyakit mencapai 4,25 kali.
Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, meluruskan kabar tersebut. Katanya, kemasan galon guna ulang aman digunakan untuk semua usia. Menkes Budi menambahkan, isu-isu tersebut tak lebih hanya sebuah hoaks.
“(air kemasan galon guna ulang) Aman. Itu (isu bahaya air kemasan galon guna ulang) hoax,” tandasnya.
Hal serupa disampaikan Kepala Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Pusat, Dr (HC) dr. Hasto Wardoyo, SpOG. Dirinya menyebutkan, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan penggunaan galon guna ulang bisa berpengaruh pada kesuburan.
“Itu masih butuh riset multi center saya kira agar menjadi bukti yang kuat,” ucapnya.
Tak Selaras dengan Data Lapangan
Bila mengacu pada data lapangan, narasi BPOM tersebut juga tidak terlihat korelasinya di masyarakat. Pasalnya, Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang disusun dari Sensus Penduduk 2020, jumlah penduduk Indonesia bahkan mengalami peningkatan cukup siginifikan dalam 10 tahun terakhir.
Tingginya angka kelahiran ini menempatkan jumlah penduduk Indonesia berada pada urutan keempat terbanyak di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat.
Padahal, seperti diketahui, air minum galon guna ulang itu sudah mulai diedarkan pada tahun 1984. Artinya, jika benar air galon guna ulang ini bisa menyebabkan infertilitas, seharusnya tidak terjadi penambahan jumlah penduduk di Indonesia.
Data lain menurut BKBN, angka kelahiran nasional pada Januari 2021 meningkat sekitar tiga ratus ribu. Menurut Hasto, penyebabnya adalah karena terganggunya layanan penyediaan kontrasepsi dan konsultasi Keluarga Berencana selama wabah Covid-19.
Penyusutan Populasi di Korea Selatan
Disisi lain, Pemerintah Korea Selatan justru sedang berjuang keras menghadapi penyusutan populasinya. Itu terjadi lantaran masyarakat memupuk keyakinan bahwa pendidikan formal sangat penting untuk peluang kerja dan kebahagiaan anak-anak mereka di masa depan.
"Semua orang tua ingin memberikan pendidikan elit kepada anak-anak mereka. Itu berarti mereka harus menghabiskan 50% pendapatan mereka untuk pendidikan. Itu adalah beban besar bagi keluarga, dan berarti bahwa sebagian besar pasangan hanya mampu membiayai satu anak," kata Ohe Hye-gyeong, peneliti di International Christian University, Tokyo.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Adrial Akbar
Editor: Adrial Akbar