Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Sengkarut Asuransi Unit Link dan Proses Arbitrase di LAPS SJK

        Sengkarut Asuransi Unit Link dan Proses Arbitrase di LAPS SJK Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Sejumlah korban yang bergabung dalam Komunitas Korban Asuransi Unit Link telah menggelar aksi damai di Bundaran HI, Jakarta Pusat, pada Jumat, 11 Februari 2021 lalu. Dalam unjuk rasa tersebut, mereka menyuarakan intensi mereka yang terdiri dari empat poin utama.

        Pertama, mereka meminta pertanggungjawaban pihak asuransi yang tidak mengembalikan dana secara penuh sesuai dengan yang dijanjikan oleh agen asuransi. Dalam hal ini, pihak asuransi yang dimaksud adalah PT Prudential Life Assurance, PT AIA Financial, dan PT AXA Mandiri.

        “Kerugian yang kami alami dari tiga asuransi itu nilainya hampir Rp15 miliar. Itu baru yang masuk daftar yang saya serahkan saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan susulan,” kata Maria Trihartati, Koordinator Komunitas Korban Asuransi Unit Link, kepada Warta Ekonomi, Rabu (9/2/2022).

        Baca Juga: Sengketa Unit Link Berujung di LAPS SJK, Perusahaan Asuransi Nyatakan Patuh Ikuti Aturan OJK

        Poin kedua, melalui unjuk rasa ini, para korban berharap mata masyarakat umum dapat terbuka untuk lebih teliti dalam memahami polis asuransi unit link sehingga terhindar dari trik-trik nakal para agen asuransi.

        Maria menyoroti kunci dari kesalahan yang akhirnya menimbulkan polemik ini berada pada ketidakjujuran agen dalam menjelaskan produk asuransi unit link yang ditawarkan kepada calon nasabah.

        “Asuransi dijual sebagai tabungan atau investasi dengan cukup membayar sampai lima, tujuh, atau 10 tahun. Kemudian, uang akan kembali penuh dan tetap mendapatkan manfaat sampai umur 99 tahun,” cerita Maria tentang cara kerja agen ketika menawari produk unit link.

        “Agen saat menjual adalah perpanjangan tangan perusahaan asuransi. Seharusnya agen diwajibkan merekam saat prospek dan jelaskan semua isi polis, karena nasabah adalah investor bagi perusahaan,” kritik Maria.

        Oleh karena itu, poin ketiga yang menjadi intensi mereka melaksanakan aksi damai ini adalah untuk membuka mata institusi serta aparatur negara terkait atas kerugian yang diderita oleh warganya akibat kelalaian agen asuransi.

        OJK Tak Optimal

        Sebelumnya, Maria bersama komunitasnya telah mencoba untuk meminta pembelaan hukum dari para otoritas keuangan yang berwenang, seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Komisi XI DPR RI. Namun, kata Maria, otoritas keuangan tidak menunjukkan sikap yang optimal dalam upaya memberikan perlindungan terhadap korban.

        Misalnya, OJK. Maria menilai, OJK seharusnya memberikan perlindungan terhadap konsumen dari awal produk terbit, ketika proses penjualan, pengawasan, hingga fase pembelaan hukum bagi korban.

        Namun, tindakan OJK yang diterima oleh korban justru menggeser penyelesaian sengketa ke Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan (LAPS SJK).

        “Untuk kasus kami, seharusnya OJK bisa menjadi eksekutor dan menggunakan otoritasnya untuk menekan perusahaan. Sekarang OJK sudah tekan ketiga perusahaan, tetapi mereka [perusahaan asuransi] malah menjawab belum mendapat surat resminya,” ujar Maria. “Selesaikan, bukan dilempar ke LAPS.”

        Pasalnya, lanjut Maria, LAPS hanya menyelesaikan perkara yang mengacu pada isi polis, sementara masalah yang dihadapi para korban terletak pada fase prapolis.

        Selain itu, terdapat 11 kategori pengaduan yang ditolak oleh LAPS, tiga di antaranya termasuk yang dialami korban asuransi unit link.

        “Ada unsur pidana, bersifat masif, dan mis selling. Maka, dengan tegas kami tolak [mediasi di LAPS],” jelas Maria.

        Dia kemudian menunjukkan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur tentang Perlindungan Konsumen oleh OJK dalam melakukan pembelaan hukum. Pada pasal tersebut, dijelaskan bahwa kewenangan OJK meliputi memerintahkan atau melakukan tindakan tertentu kepada lembaga jasa keuangan (LJK) untuk menyelesaikan pengaduan konsumen dan mengajukan gugatan terkait pengembalian harta kekayaan milik pihak yang dirugikan serta ganti rugi dari pihak yang menyebabkan kerugian.

        “Kami berharap OJK-lah yang selesaikan semua ini dan memberi kami pembelaan hukum,” tegas Maria.

        Dengan demikian, poin keempat dari tuntutan aksi damai Komunitas Korban Asuransi Unit Link adalah meminta institusi berwenang untuk membuat pagar hukum dan tindakan tegas yang dapat menimbulkan efek jera kepada perusahaan asuransi yang melakukan taktik penjualan secara tidak benar dan agen asuransi nakal yang menghalalkan segala cara demi mengejar target, bonus, dan posisi karier.

        “Harapan saya, semua ini segera diselesaikan atau korban akan semakin berteriak karena semakin banyak korban baru yang tersadar. Apa pun itu, permasalahan ini harus dipertanggungjawabkan. Selain itu, hentikan produk unit link ini agar tak ada korban lagi,” tutup Maria.

        Mis-Selling

        Di sisi lain, Ketua Dewan Pengawas LAPS SJK Hastanto Sri Margi Widodo mengamini akar dari permasalahan ini adalah mis-selling yang terjadi pada saat prapolis. Dalam upaya mediasi sengketa ini, dia mengatakan perlu adanya pernyataan dari pihak yang terlibat bahwa mereka berkenan menyelesaikan sengketanya di LAPS SJK.

        “Untuk kemudian nanti akan kami coba arbitrase yang tentunya mengacu pada prinsip keadilan dan kepatutan,” ungkap Margi.

        Sementara terkait pengembalian polis itu sendiri, Margi menekankan keputusan itu akan bergantung pada hasil arbitrase dari masing-masing pihak yang terlibat. Pasalnya, ada banyak faktor yang perlu ditinjau satu per satu guna menemukan jalan keluar dari polemik ini.

        “Jadi, tidak ada jawaban cepat untuk itu. Kecuali, kita masuk ke kontrak jual yang dipegang antara orang tersebut dan perusahaan asuransi,” jelasnya.

        Arbitrase di LAPS SJK

        Proses penyelesaian sengketa kasus asuransi unit link ini akhirnya berujung dengan proses arbitrase di Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan (LAPS SJK).

        Kendati pun pihak korban, yang diwakilkan oleh Maria Trihartati selaku Koordinator Komunitas Korban Asuransi Unit Link, sempat menyatakan menolak untuk melakukan mediasi di LAPS SJK, namun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tetap melanjutkan proses arbitrase di lembaga independen tersebut.

        Menanggapi keputusan OJK, perusahaan asuransi yang terlibat dalam kasus ini menyatakan akan mengikuti jalur penyelesaian sesuai dengan arahan yang telah ditentukan, seperti misalnya perusahaan asuransi PT AIA Financial (AIA).

        “Sehubungan dengan tindak lanjut proses penyelesaian keluhan unit link, kami mengikuti peraturan OJK dan menyarankan untuk menempuh proses penyelesaian sengketa di LAPS SJK,” kata Direktur Hukum, Kepatuhan, dan Risiko PT AIA Financial Rista Qatrini Manurung kepada Warta Ekonomi belum lama ini.

        Adapun mengenai skema penyelesaian di LAPS SJK itu sendiri, PT Prudential Life Assurance (Prudential Indonesia) menjelaskan prosesnya akan mengacu pada peraturan OJK No.61/POJK.07/2020 tentang LAPS SJK, termasuk soal dokumen-dokumen yang digunakan dalam upaya arbitrase.

        Chief Marketing and Communication Officer Prudential Indonesia Luskito Hambali menambahkan, penyelesaian akan dilakukan per individu agar dapat menyesuaikan prosesnya dengan keluhan dan kondisi polis masing-masing sekaligus menjaga kerahasiaan data pribadi mereka.

        “Proses arbitrase akan dipimpin oleh arbitrer yang independen dan keputusan arbitrase merupakan keputusan yang final dan mengikat para pihak,” jelas Luskito.

        Senada dengan Prudential Indonesia, AIA juga secara resmi telah mengirimkan surat permintaan konfirmasi penyelesaian keluhan polis asuransi unit link kepada 79 nasabah pada Jumat, 18 Februari 2022. Surat ini mengandung informasi resmi dari AIA terkait skema penyelesaian sengketa nasabah melalui jalur arbitrase di LAPS SJK.

        “Surat ini juga menjelaskan dokumen apa saja yang dibutuhkan dan proses yang akan diterapkan dalam arbitrase melalui LAPS SJK. Setiap nasabah yang setuju untuk berpartisipasi dalam LAPS SJK akan dapat berpartisipasi dalam pemeriksaan arbitrase secara langsung,” ujar Rista.

        AIA sendiri berharap nasabah bersedia mengikuti proses arbitrase di LAPS SJK. Pasalnya, pihak AIA meyakini penyelesaian sengketa di lembaga independen ini dilakukan secara objektif, independen, serta lebih mudah dan singkat apabila dibandingkan dengan proses penyelesaian sengketa melalui pengadilan.

        “Besar harapan kami para nasabah dapat mengikuti proses arbitrase di LAPS SJK,” tutur Rista.

        Agen Sumber Masalah

        Adapun akar masalah dari kasus ini, dinyatakan sebelumnya oleh Komunitas Korban Asuransi Unit Link, terletak pada kurangnya kompetensi agen pemasar dalam menjelaskan produk asuransi unit link yang ditawarkan kepada calon nasabah.

        Dalam hal ini, Maria menyoroti, “Agen saat menjual adalah perpanjangan tangan perusahaan asuransi. Seharusnya agen diwajibkan merekam saat prospek dan jelaskan semua isi polis, karena nasabah adalah investor bagi perusahaan.”

        Merespons kritik tersebut, Prudential Indonesia menyatakan perusahaan terus melakukan pelatihan yang terstruktur dan berkelanjutan kepada para tenaga pemasar. Selain itu, perusahaan juga memastikan tenaga pemasar telah memiliki sertifikasi yang memadai guna memastikan tenaga pemasar dapat memberikan informasi dan solusi yang tepat kepada nasabah sesuai dengan kebutuhan dan profil risiko nasabah.

        “Prudential Indonesia juga terus menerapkan mekanisme kontrol dan pengawasan untuk menjaga kualitas seluruh tenaga pemasar,” terang Luskito.

        Di sisi lain, lanjut Luskito, Prudential Indonesia juga mengimbau nasabah untuk mempelajari produk yang dibeli serta manfaat yang didapatkan secara teliti. Nasabah juga diminta untuk tidak ragu bertanya secara lebih detail mengenai informasi produk kepada tenaga pemasar maupun menghubungi Prudential Indonesia secara langsung di jalur komunikasi resmi yang telah dicantumkan di situs web Prudential Indonesia agar mendapatkan penjelasan yang lebih lengkap dan terperinci.

        Selain itu, Prudential Indonesia juga fokus mendorong pertumbuhan tingkat literasi asuransi masyarakat Indonesia melalui berbagai upaya edukasi melalui beragam kanal komunikasi serta kerja sama dengan berbagai pihak. “Dengan upaya tersebut, diharapkan masyarakat bisa benar-benar merasakan manfaat terlindungi asuransi jiwa,” tambah Luskito.

        Regulasi Baru

        Sementara dari pihak otoritas keuangan itu sendiri, OJK telah menyatakan akan segera mengeluarkan regulasi baru terkait produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI) atau yang dikenal sebagai unit link.

        Sebagaimana yang telah diberitakan sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank OJK Riswinandi menjelaskan penyempurnaan aturan unit link akan meliputi area spesifikasi produk, persyaratan perusahaan untuk dapat menjual PAYDI, praktik pemasaran, transparansi produk, dan pengelolaan investasi.

        OJK menegaskan perusahaan yang dapat memasarkan PAYDI wajib memiliki sumber daya manusia (SDM) dan infrastruktur yang memadai. “Mulai dari aktuaris, ahli investasi, sistem informasi yang mendukung pengelolaan PAYDI, dan permodalan yang memadai,” tutur Riswinandi dalam keterangannya pada akhir Januari lalu.

        Adapun dari sisi pemasaran itu sendiri, yang disebut sebagai akar masalah kasus unit link, OJK akan menyusun pengaturan signifikan dalam proses pemasaran unit link dan transparansi informasi kepada konsumen. Hal ini dilakukan dengan mewajibkan agen pemasar telah memperoleh pelatihan unit link dan memiliki sertifikat.

        OJK juga akan meminta perusahaan asuransi untuk tidak menerima premi sebelum memastikan bahwa pertanggungan dapat diterima. Perusahaan juga diminta untuk memastikan pemahaman pemegang polis melalui penjelasan atas ringkasan produk dan fund fact sheet serta pengisian pernyataan pemahaman pemegang polis yang direkam sebagai bukti jika terjadi sengketa.

        Kemudian, ketika polis telah terbit, perusahaan diwajibkan melakukan welcoming call kepada pemegang polis yang direkam sebagai bukti jika terjadi sengketa, menyampaikan laporan perkembangan nilai tunai masing-masing pemegang polis secara berkala, menyampaikan fund fact sheet atas subdana yang dimiliki pemegang polis, dan menyediakan informasi NAB harian di situs web perusahaan.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Imamatul Silfia
        Editor: Rosmayanti

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: