Fenomena penggunaan buzzer di Indonesia semakin merambah dunia persaingan bisnis. Serangan masif, sistematis dan terstruktur semakin gencar dilakukan sejumlah buzzers terhadap isu bisnis tertentu seperti produsen AMDK pengguna galon polikarbonat. Para buzzers bahkan secara membabi buta telah menyerang hingga ke akun pribadi Ketua Asosiasi Produsen Air Kemasan (Aspadin).
Serangan oleh akun Tukang Kaba @Si_Bigau, misalnya baru-baru ini menyerang telah menuding Ketua Aspadin sebagai tukang olah, tukang suap, tukang lobi, tukang pukul, tukang tekan, dan sejenisnya tanpa alasan yang jelas.
Buzzer dengan akun pseudoname (tidak menggunakan nama asli pemilik akun) ini juga telah menuduh Ketua Aspadin mengendalikan dan menekan pemerintah sambil mengarahkan tudingannya itu ke akun linkedIn Ketua Aspdain Rachmat Hidayat.
Tahun lalu, akun-akun pseudoname Tukang Kaba @Si_Bigau dan Dumdum @yusuf_dumdum secara serentak juga pernah menaikkan thread tentang isu BPA pada kemasan galon polikarbonat.
Anehnya, akun-akun sosmed ini sebelumnya tidak pernah membahas isu air kemasan maupun kesehatan, namun tiba-tiba serentak mengangkat narasi tunggal bernuansa kampanye negatif terhadap isu BPA pada galon polikarbonat.
Melihat fenomena ini, Astari Yanuarti, Co-founder REDAXI (Indonesian Antihoax Education Volunteers), mengatakan kemungkinan akun-akun tersebut digerakkan sangat terbuka, dan patut diduga ada motif komersial di baliknya.
Menurutnya, secara umum, salah satu karakter penyebaran hoaks adalah daur ulang isu yang serupa. Artinya, hoaks yang sudah disebarkan dalam periode tertentu, akan disebarkan lagi di masa mendatang, meskipun sudah ada klarifikasi terhadap hoaks tersebut.
“Pola ini juga terjadi pada hoaks terkait bahaya BPA pada balita, ibu hamil, dan menyusui. Hoaks yang sudah tersebar sejak beberapa tahun lalu dan sudah diklarifikasi oleh berbagai pihak yang berwenang seperti Badan POM dan para dokter, namun sampai hari ini masih diedarkan oleh berbagai pihak di media sosial. Bahkan hoaks ini masih dipercaya oleh sebagian pihak, sehingga tidak heran jika sampai hari ini masih beredar,” katanya.
Dia mengungkapkan penyebaran hoaks tidak hanya dilakukan oleh buzzer, tapi semua orang bisa menjadi penyebar hoaks secara sadar maupun tidak. Katanya, motif penyebar hoaks pun beraneka rupa, ada yang karena uang, ideologi, kesehatan, kepedulian, politik, dan emosional.
“Terkait dengan masalah bahaya BPA dalam kemasan produk makanan dan minuman yang melibatkan penyebaran berulang hoaks yang sama selama beberapa tahun terakhir, saya menilai itu karena kepentingan bisnis sekaligus kepedulian pada masalah kesehatan. Sehingga beberapa kali terjadi perang tagar di media sosial terkait dengan isu ini,” tukasnya.
Dikatakan, hoaks akan selalu ada di media sosial. Keberadaan lembaga-lembaga cek fakta memang membantu publik untuk mengetahui apakah informasi yang mereka terima itu benar atau salah. Namun, tidak akan bisa menghentikan peredarannya, sebab jumlah penyebaran hoaks jauh lebih tinggi daripada klarifikasinya.
“Karena itu, yang paling penting adalah melatih daya kritis pengguna media sosial, sehingga mereka tidak mudah percaya dengan semua info yang beredar di media sosial, serta mencari bahan pembanding lain agar memahami keseluruhan fakta. Bila pengguna media sosial belum memiliki kemampuan untuk berpikir kritis, maka mereka bisa dibiasakan untuk tidak mudah menekan tombol berbagi pada info-info tersebut,” ujarnya.
Terkait isu BPA ini, BPOM dalam rilisnya yang dimuat di laman resminya pada Selasa, 29 Juni 2021, bahkan telah mengumumkan kepada publik bahwa hasil sampling dan pengujian laboratorium terhadap kemasan galon air minum dalam kemasan (AMDK) jenis polikarbonat (PC) atau galon guna ulang yang dilakukan pada tahun 2021 menunjukkan adanya migrasi Bisfenol A (BPA) yang jauh di bawah batas maksimal migrasi yang telah ditetapkan BPOM.
Disebutkan, pernyataan resmi BPOM ini untuk mengklarifikasi berita-berita yang tidak benar soal Bisfenol A (BPA) pada kemasan galon AMDK akhir-akhir ini. Hal itu dilakukan untuk memastikan kepada masyarakat bahwa air minum dalam kemasan (AMDK) galon guna ulang yang beredar hingga kini aman untuk dikonsumsi.
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin juga menegaskan bahwa air kemasan galon guna ulang aman untuk digunakan, baik oleh anak-anak dan ibu hamil. Menurutnya, isu-isu seputar bahaya penggunaan air kemasan air guna ulang yang dihembuskan pihak-pihak tertentu adalah hoax. “(air kemasan galon guna ulang) Aman. Itu (isu bahaya air kemasan galon guna ulang) hoax,” katanya.
Kementerian Perindustrian menegaskan sudah ada pengaturan yang cukup ketat menyangkut berbagai persyaratan terhadap air kemasan galon berbahan PC. Menurutnya, untuk menjaga mutu dari air mineral dalam kemasan ini sudah ada aturan-aturan yang sangat ketat.
Pertama, mengenai air mineral dalam kemasan ini, SNI-nya sudah diperlakukan secara wajib dan diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 26 tahun 2019 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Air Mineral, Air Demineral, Air Mineral Alami dan Air Minum Embun Secara Wajib.
“Jadi, untuk air mineral dalam kemasan ini, SNI berlaku secara wajib dan diawasi secara ketat oleh pemerintah atau pihak terkait seperti Kemenperin, BPOM, dan Kementerian Perdagangan,” ungkapnya.
Ahli pangan dan pakar kimia dari universitas ternama di Indonesia seperti UI dan ITB juga mengatakan bahwa air kemasan galon berbahan PC aman untuk dikosumsi. Apalagi menurut para pakar pangan dan kimia ini, produk tersebut sudah memiliki sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI).
Guru Besar Bidang Keamanan Pangan & Gizi di Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof Dr. Ir. Ahmad Sulaeman, MS, C.Ht, mengatakan jika sudah memiliki sertifikat SNI, galon isi ulang berbahan polikarbonat itu sudah dijamin keamanannya.
Pakar polimer dari ITB, DR Ahmad Zainal, bahkan sangat menyayangkan adanya narasi yang salah dalam memahami kandungan BPA dalam galon berbahan PC yang dihembuskan pihak-pihak tertentu akhir-akhir ini.
Sebagai pakar polimer, dia melihat PC itu merupakan bahan plastik yang aman. Menurutnya, beberapa pihak sering hanya melihat dari sisi BPA-nya saja yang disebutkan berbahaya bagi kesehatan tanpa memahami bahan bentukannya yaitu Polikarbonatnya yang aman jika digunakan untuk kemasan pangan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: