Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Sekutu Arab Kian Kecewa dengan Amerika, Alhamdulillah Untung Rusia Terbukti Setia

        Sekutu Arab Kian Kecewa dengan Amerika, Alhamdulillah Untung Rusia Terbukti Setia Kredit Foto: AFP
        Warta Ekonomi, Abu Dhabi -

        Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) tidak mendukung upaya Amerika Serikat melawan invasi Rusia ke Ukraina. Malahan, kedua negara Teluk tersebut belakangan makin akrab dengan rival Paman Sam.

        Pada Minggu (27/2/2022), Arab Saudi menegaskann komitmennya terhadap kerja sama OPEC+ bersama Rusia. Padahal, sekutu-sekutu AS baru saja menghukum Kremlin dengan gelombang sanksi ekonomi dalam skala yang tak pernah terlihat sebelumnya.

        Baca Juga: Ini yang Terjadi pada Industri Perfilman Rusia Setelah Hollywood Ambil Langkah Berani

        Beberapa hari sebelumnya, UEA memilih abstain dalam voting resolusi Dewan Keamanan PBB terkait aksi militer Rusia. Padahal, sebelum pemungutan suara, Gedung Putih sudah meminta sekutunya memberi dukungan.

        Emile Hokayem, pakar Timur Tengah di International Institute for Strategic Studies, menyebut suara abstain UEA tersebut telah mengejutkan beberapa pejabat Barat. Namun dia juga mengingatkan bahwa perilaku main aman UEA bukanlah berita baru.

        "Ini sudah berlangsung cukup lama," ujar dia.

        Hubungan AS dengan mitra-mitra utamanya di Timur Tengah dalam satu dekade terakhir memang tak semesra sebelumnya.

        Negara adidaya itu dinilai makin abai terhadap kepentingan jangka panjang Saudi dan UEA, bahkan terkesan sudah memalingkan wajah dari Timur Tengah.

        Sebaliknya, Putin adalah salah satu dari sedikit pemimpin dunia yang merangkul Pangeran Mohammed setelah kerajaan itu secara luas disalahkan atas pembunuhan Jamal Khashoggi oleh agen Saudi pada 2018.

        Arab Saudi, yang belum mengeluarkan pernyataan tentang invasi Rusia ke Ukraina, tengah berbagi kepentingan energi dengan Moskow sebagai pemain utama dalam kerja sama OPEC+.

        Di sisi lain, Riyadh telah menolak desakan AS agar memompa lebih banyak minyak ke pasar demi menekan harga yang telah menyentuh USD 100 per barel. Ali Shihabi, seorang pakar Saudi, mengatakan AS telah mengirim banyak sinyal bahwa aliansinya dengan kerajaan bukan lagi sesuatu yang bisa diandalkan oleh Riyadh.

        “Oleh karena itu para pemimpin Saudi telah memutuskan bahwa mereka harus membangun banyak aliansi dan hubungan dengan kekuatan besar lainnya, terutama China dan Rusia,” katanya.

        Dia menambahkan bahwa Riyadh telah banyak berinvestasi dalam membangun hubungan dengan Moskow dan menganggap OPEC+ strategis bagi ekonomi kerajaan.

        "Ini bukan sesuatu yang bakal dibuang kerajaan ke dalam toilet," katanya. “Rusia telah membuktikan bahwa mereka mengingat teman-temannya dan juga musuh-musuhnya dan perjanjian OPEC+ yang ditandatangani oleh kerajaan adalah salah satu yang akan dipatuhi dengan ketat oleh kepemimpinan Saudi. Politisi Barat memiliki ingatan yang pendek. Para pemimpin Saudi tidak.”

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: