Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Miris! Sopir Bajaj di Duren Sawit Perkosa Anak 12 Tahun hingga Hamil, Ini kata KemenPPPA

        Miris! Sopir Bajaj di Duren Sawit Perkosa Anak 12 Tahun hingga Hamil, Ini kata KemenPPPA Kredit Foto: Ist
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pria paruh baya berinisial D (53) yang berprofesi sebagai sopir bajaj memerkosa anak perempuan berusia 12 tahun hingga hamil, di Kelurahan Pondok Bambu, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur. Pelaku telah ditangkap Kepolisian Sektor (Polsek) Duren Sawit di rumahnya, pada Selasa (8/3/2022). 

        Menanggapi kejadian tersebut, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengecam keras pemerkosaan yang dilakukan pelaku terhadap korbannya hingga hamil lima bulan.  

        Baca Juga: Tragis! Ayah di Kotabaru Cabuli Anak Tiri Berulang Kali hingga Hamil, Ini Tanggapan KemenPPPA

        “KemenPPPA memberikan apresiasi yang tinggi untuk respon cepat dari P2TP2A Jakarta Timur dan Polres Metro Jakarta Timur,” kata Asisten Deputi Pelayanan Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus, KemenPPPA, Robert Parlindungan Sitinjak, Kamis, (10/03/2022).  

        Polres Metro Jakarta Timur telah menahan tersangka dan masih tahap penyidikan melengkapi berkas perkaranya untuk diserahkan ke Kejaksaan. Korban anak telah menjalani visum dan selain itu, P2TP2A Jakarta Timur sudah melakukan penjangkauan dan pendampingan kepada korban. Untuk dukungan kebutuhan layanan lainnya kepada korban akan diberikan sesuai hasil asesmen oleh tenaga layanan. KemenPPPA memastikan koordinasi upaya pendampingan dan pemulihan korban.  

        Robert menambahkan selain memastikan kebijakan dan peraturan perlindungan khusus anak, KemenPPPA juga mendorong agar Aparat Penegak Hukum (APH) menerapkan hukuman sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.  

        Robert mengatakan tersangka diduga dapat dijerat dengan pasal-pasal berlapis, yaitu Primer Pasal 76 D Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 jo Pasal 81 ayat 1, 2, 3, 6 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan PERPU 1 Tahun 2016 tentang Perubahan ke-2 Undang-Undang Nomot 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang Undang; Subsidair Pasal 76 E Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 jo Pasal 82 ayat 1, 2, 3, 5 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan PERPU 1 Tahun 2016 tentang Perubahan ke-2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang, dengan ancaman hukuman penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 5 miliar, serta pidana tambahan Pengumuman Identitas Pelaku, setelah Terpidana selesai menjalani pidana pokoknya.  

        Selain itu,  Robert mengatakan dapat diberikan Restitusi ganti kerugian kepada Korban atau keluarganya yang dibebankan kepada pelaku, berdasarkan surat permohonan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), sebagaimana ditegaskan pada ketentuan Pasal 1 ayat 11 UU 31/2014 tentang Perubahan atas UU 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.  

        Perkuat Pencegahan

        Lebih lanjut Robert menegaskan dalam upaya pencegahan dan perlindungan anak dari kekerasan seksual, Kemen PPPA akan terus memperkuat peran Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) yang tersebar diberbagai penjuru Indonesia dalam melakukan deteksi dini dan edukasi kepada masyarakat. Orangtua atau pihak yang bertanggung jawab sebagai pengasuh pengganti orangtua juga sangat penting meningkatkan upaya pencegahan dan pengawasan anak dari kekerasan, karena merupakan sosok yang dekat dengan anak, maka interaksi dan pola asuh sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak. Keterbukaan dengan anak merupakan salah satu kunci keberhasilan komunikasi sehingga orang tua dan pengasuh pengganti untuk edukasi kepada anak. 

        Pada Sistem lnformasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) menunjukkan adanya tren peningkatan yang cukup besar dalam pelaporan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak sejak tahun 2019, yaitu dari 8.854 menjadi 10.247 kasus kekerasan terhadap perempuan dan; dari 11.057 menjadi 14.517 kasus kekerasan terhadap anak di tahun 2021.  

        “Fakta dari data Simfoni PPA mengungkapkan satu pelaku dapat melakukan kekerasan kepada lebih dari satu korban. Pelaku  kekerasan  kebanyakan  merupakan  orang terdekat  korban,  bahkan  tempat  kejadian paling banyak terlaporkan adalah di rumah tangga dan/atau di lingkungan dimana korban bertempat tinggal,” kata Robert. 

        Kesadaran masyarakat yang mulai berani dan percaya untuk membuat laporan pengaduan  kepada  layanan pengaduan, memerlukan komitmen penegakan hukum untuk memberikan keadilan pada korban sesuai peraturan yang berlaku dan menerapkan hukuman maksimal.  Masyarakat memiliki andil dalam upaya melindungi anak, sehingga jika melihat hal mencurigakan; atau apabila masyarakat melihat, mendengar atau mengetahui sendiri terjadi kekerasan terhadap anak dan perempuan, segera kontak respon cepat ke Nomor 129 SAPA atau pesan whatsapp 08-111-129-129.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Rena Laila Wuri
        Editor: Alfi Dinilhaq

        Bagikan Artikel: