PA 212 Juga Kritisi Logo Halal Kemenag, Novel Bamukmin: Diduga Tonjolkan Unsur SARA
Wasekjen PA 212 Novel Bamukmin menilai, label halal Kemenag yang berbentuk gunungan pewayangan itu diduga menonjolkan unsur SARA.
"Logo (berbentuk) wayang gunungan itu diduga menonjolkan unsur SARA," ujarnya kepada PojokSatu.id, Senin (14/3/2022).
Baca Juga: Politikus PKS Beberkan Kekurangan Logo Halal Kemenag: Bisa Rugikan Konsumen Umat Islam
Dengan demikian, filosofi label halal Kemenag itu disebutnya merupakan fanatisme kesukuan untuk dinasionalkan. Hal itu, kata Novel, tentu sangat berbahaya bagi persatuan dan kesatuan bangsa.
"Ini akan menimbulkan pengkotak-kotakan suku dan ini sangat berbahaya untuk persatuan," sambungnya.
Novel juga menyebut, kabijakan ini menjadi satu di antara rentetan kebijakan Menag Yaqut Cholil Qoumas yang selalu memicu kegaduhan. "Sekali lagi saya katakan, emang Yaqut diduga kuat spesialis membuat kegaduhan dalam isu agama," katanya.
Bukan tidak mungkin, kata dia, kegaduhan ini memang sengaja dibuat dan dimunculkan. Tujuannya, tidak lain untuk mengalihkan isu. Salah satunya isu penundaan Pemilu 2024.
"Karena (Menag Yaqut) di tempat yang sangat strategis (untuk membuat isu)," tandasnya.
Sementara, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menilai, label halal Kemenag itu hanya mengedepankan nilai artistik dan budaya lokal tertentu saja. Anwar Abbas mengaku, dirinya mendapat berbagai penilaian dari banyak orang terkait logo halal baru Kemenag itu.
Mereka, kata Anwar Abbas, tidak melihat terdapat kata 'halal' dalam tulisan Arab dalam logo halal tersebut Kemenag itu. "Akan tetapi, gambar gunungan yang ada dalam dunia perwayangan," kata Anwar Abbas dalam keterangannya, Senin (14/3/2022).
Selain itu, Buya Anwar juga menilai bahwa logo baru tersebut tidak bisa menampilkan kearifan nasional. Sebaliknya, justru logo halal tersebut terjebak dalam keratifan lokal, terutama budaya Jawa.
Di sisi lain, kearifan lokal dari seluruh Indonesia, justru tidak tergambar. "Di situ tidak tercerminkan apa yang dimaksud dengan keindonesiaan yang kita junjung tinggi, tetapi hanya mencerminkan kearifan dari satu suku dan budaya saja dari ribuan suku dan budaya yang ada di negeri ini," kritiknya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: