Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Strategi Brand Busana Muslim Lokal Rebertus Hadapi Pandemi dan Penetrasi ke Pasar Luar Negeri

        Strategi Brand Busana Muslim Lokal Rebertus Hadapi Pandemi dan Penetrasi ke Pasar Luar Negeri Kredit Foto: Rebertus
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Industri busana muslim di Indonesia masih merupakan produk yang menjadi primadona di tanah air. Tidak saja merek-merek yang sebelumnya sudah dikenal luas, bahkan merek baru pun dapat diterima pasar dalam negeri selama memiliki keunikan tersendiri dibandingkan lainnya. Salah satu brand yang saat ini menjadi primadona bagi pecinta fesyen muslim adalah Rebertus, brand lokal asal Bandung yang pemasaran awalnya hanya fokus pada digital.

        Menurut Reeve Laksono, pendiri dan CEO Rebertus, produk unik dan tidak ada di pasaran merupakan strategi jitu untuk menarik hati konsumen. Rebertus sendiri, tuturnya, menggunakan kain dengan motif 3D hasil ukiran di mesin produksi. Meski harga kainnya mahal, namun Rebertus sendiri menjual dengan harga yang bersaing dengan kompetitornya.

        “Baju-baju yang dijual di SOGO dan Zara yang dijual dengan harga 600 ribu hingga 1 juta rupiah rata-rata menggunakan kain dari saya, sedangkan produk saya sendiri dijual dengan harga 80 ribu hingga 180 ribu. Inilah salah satu keunikan bahwa dengan kualitas yang sama, harga yang ditawarkan lebih murah,” tuturnya saat diwawancarai secara virtual.

        Menurut Reeve, proses produksi Rebertus bermula dari benang yang diwarnai dan dicelup, lalu dikeringkan untuk kemudian masuk ke mesin tenun. Motif diciptakan satu per satu dengan menggunakan mesin yang sebelumnya telah dimasukkan data ke komputer. Setelah itu, proses finishing untuk membuat kain menjadi lembut.

        Baca Juga: Dapat Investor Baru, Elzatta Siap Gebrak Industri Fesyen Muslim

        “Barulah setelah itu kami produksi menjadi baju. Jadi proses ini dilakukan dari hulu ke hili,” katanya.

        Penjualan tahun 2019 – 2020, menurut Reeve cukup baik dan signifikan terutama saat lebaran. Kenaikannya bahkan mencapai 200 persen dengan penjualan online di Tokopedia, Shopee, BukaLapak, Lazada dan lain-lain.

        “Pada 2020, saya mengejar target agar toko online ini menjadi official store yang merupakan peringkat tertinggi sehingga orang lebih percaya. Dan target ini pun tercapai. Tahun 2021 saya mulai mengembangkan produk ke busana kasual seperti celana dan baju-baju simple wanita dengan SKU lebih banyak, karena Juli dan Juli kita sebut low session untuk produk busana muslim. Saat itu porsinya 70 persen busana muslim dan 30 persen kasual, namun sekarang hampir fifty fifty. Di bulan-bulan sekarang mendekati lebaran, penjualan terbanyak adalah fesyen muslim,” jelas lulusan University of California San Diego tersebut.

        Saat ini penjualan Rebertus terbanyak di Jawa, Kalimantan dan Sumatera. Reeve mengakui bahwa produknya sempat beberapa kali ditawarkan untuk ekspor ke Malaysia dan Singapura, tetapi pada saat itu belum ada persetujuan buat jalan karena untuk ekspor, produk harus bagus dan kemungkinan cacatnya kecil.

        “Rencana 2022 ini mulai mencoba (ekspor) karena pasar di Indonesia sudah cukup kuat. Kami mencoba masuk ke Shopee Malaysia. Untuk ekspor, ecommerce punya ketentuan. Kalau di Shopee, kita akan stok di gudangnya mereka. Branding dari nol di Malaysia dan butuh waktu dan pasang bujet untuk promosi iklan lagi. Untuk langkah-langkah seperti itu saya harus ikut ketentuan ecommerce,” terangnya.

        Baca Juga: Beard Menjawab Kebutuhan Pakaian Olahraga Muslim di Indonesia yang Nyaman dan Fashionable

        Rebertus merupakan brand yang cukup memiliki daya tahan banting saat menghadapi pandemi tahun 2020 yang lalu. Reeve menegaskan bahwa kualitas produk dan keunikan adalah kunci untuk memenangkan pasar. Ia mencontohkan bahwa rata-rata baju muslim yang dijual di platform ecommerce adalah print, sedangkan Rebertus adalah 3D dengan benang timbul. Harganya sendiri diatur sama dengan kompetitor sehingga benar-benar mengikuti permainan harga di pasaran.

        “Saya jual lebih murah agar perputarannya cepat karena orang baru tahu apa itu Rebertus. Toko saya di ecommerce juga masih sedikit dan yang review juga masih sedikit, bahkan tidak punya rating. Jadi fokus saya saat itu adalah perputaran,” ucapnya.

        Rebertus memiliki pabrik sendiri yang merupakan usaha turun menurun keluarga dari tahun 1970 sehingga harga busananya lebih murah dibandingkan merek lain yang mengambil dari pabrik. Berdiri sejak 2019, saat ini Rebertus telah memiliki karyawan 200 orang dan sudah mulai memiliki offline store di beberapa department store.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Annisa Nurfitri
        Editor: Annisa Nurfitri

        Bagikan Artikel: