Lonjakan harga minyak dunia tak ayal membuat harga keekonomian beberapa Bahan Bakar Minyak (BBM) ikut meningkat seperti yang terjadi pada BBM dengan RON 92 atau Pertamax.
Dengan begitu, jika Pertamina tidak menaikan harga BBM jenis tersebut maka berpotensi akan menyebabkan kerugian yang cukup tinggi. Disisi lain bilamana Pertamina menaikan harga Pertamax maka akan berpotensi membuat kelangkaan pada jenis Pertalite seperti yang terjadi pada Premium kala itu.
Baca Juga: Pertamina Proyeksikan Kenaikan Konsumsi Pertamax Hingga 14 Persen Selama Ramadan 2022
Pjs. Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, SH C&T PT Pertamina Irto Ginting memastikan perseroan tetap berkomitmen dalam menyalurkan BBM sesuai dari oenugasan yang diberikan oleh pemerintah.
"Kami tetap berkomitmen untuk menyalurkan BBM sesuai dengan penugasan yang diberikan," ujar Irto saat dikonfirmasi WartaEkonomi, Kamis (31/3/2022).
Baca Juga: Ada BBM Jenis Baru di Indonesia per 1 April, Namanya Solar 51 Setara dengan Euro IV!
Irto mengatakan, masyarakat tidak perlu khawatir akan stok BBM milik Pertamina tidak akan mencukupi untuk kebutuhan masyarakat.
"Kami akan menjaga kehandalan stok untuk memastikan kebutuhan masyarakat akan BBM terpenuhi," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Achmad Nur Hidayat MPP Pakar Kebijakan Publik NARASI INSTITUTE menyebut gejolak harga minyak dunia akan sangat berpengaruh pada harga BBM yang selama ini dipakai masyarakat.
"Sebagaimana yang diberitakan di berbagai media bahwa tingginya harga minyak dunia ini akan menyebabkan harga keekonomian Pertamax bisa tembus Rp16.000/Liter pada April 2022," jelas Achmad dalam keterangan tertulis yang diterima, dikutip Selasa (29/3/22).
Achmad pun juga menyinggung soal dugaan Pertamina yang harus nombok besar sejak 2020-2021.
Baca Juga: Mulyanto PK Nggak Percaya Tuh Alasan Pemerintah Rakyat Lebih Pilih BBM Bersih Ketimbang BBM Murah
Hal ini karena menurut Achmad terkait dengan kebijakan tidak ada kenaikan harga BBM dan listrik serta situasi global yang terjadi.
"Selama 2020, kompensasi yang harus dibayarkan pemerintah karena tidak ada kenaikan harga BBM dan tarif listrik adalah Rp63,8 triliun. Kemudian pada 2021, harga kembali ditahan walaupun dari sisi global mulai ada kenaikan harga minyak dunia. Hal ini akhirnya menambah jumlah kompensasi yang harus dibayarkan, yaitu Rp93,1 triliun," lanjut Achmad.
Baca Juga: Pemerintah Jangan Takut Naikkan Harga Pertamax karena Bukan BBM Bersubsidi
Maka dari itu, utang pemerintah ke Pertamina yang harus dibayarkan pada akhir 2021 adalah Rp109 triliun, meliputi Rp84,4 triliun untuk BBM dan Rp24,6 triliun untuk listrik.
Lanjut Achmad, situasi ini dikhawatirkan akan menyebabkan BBM bersubsidi menjadi hilang dipasaran.
"Ini utang yang besar. Mungkin karena utang ini BBM bersubsidi menjadi hilang dipasaran. Sulit sekali menemukan BBM premiun (RON 88) di pompa-pompa bensin Januari-Maret 2022 ini," tegas Achmad.
Hal ini makin kuat terasa ketika ternyata Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi menetapkan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis bensin Pertalite (RON 90) yang dijual PT Pertamina (Persero) sebagai Jenis Bahan Bakar Minyak Khusus Penugasan (JBKP) atau BBM bersubsidi.
Baca Juga: Masyarakat Mohon Sabar dan Siap-siap! Nasib Pertalite Diprediksi Akan Sama dengan Premium
Kondisi ini menurut Achmad sangat mungkin mengulang apa yang terjadi pada BBM jenis premium yang sudah sangat sulit ditemukan.
"Bila sebelumnya pemerintah hanya menetapkan Premium sebagai JBKP, maka artinya kini Pertalite juga diperlakukan sama seperti halnya Premium," tegas Achmad.
Baca Juga: Agar Harga Pertalite Terjaga, Pakar Imbau Masyarakat Kalangan Mampu Pakai Pertamax Series
Achmad mengingatkan bahwa situasi ini bukanlah kabar bahagia untuk masyarakat. Premium dan Pertalite akan hilang dari pasaran karena pemerintah tak kunjung membayarkan utangnya kepada Pertamina. Imbasnya, masyarakat harus menggunakan BBM non subsidi.
"Pola seperti ini akan terjadi. Meskipun pertalite murah, namun seiring dengan kenaikan harga minya dunia, Pertalite akan menjadi langka dan akhirnya publik dipaksa membeli BBM non subsidi yang jauh lebih mahal," tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Djati Waluyo
Editor: Ayu Almas
Tag Terkait: