Pesan Tegas Jokowi ke Menteri Soal Perpanjangan Masa Jabatan Presiden: Fokus Bekerja!
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta segenap jajaran menteri Kabinet Indonesia Maju beserta kepala lembaga non-kementerian terkait untuk tidak ada lagi yang menyuarakan isu penundaan pemilu maupun perpanjangan masa jabatan Presiden. Presiden meminta anak buahnya itu untuk tidak memicu polemik di publik.
"Jangan menimbulkan polemik di masyarakat, fokus pada bekerja dalam penanganan-penanganan kesulitan yang kita hadapi. Jangan sampai ada lagi yang menyuarakan lagi mengenai urusan penundaan, urusan perpanjangan," kata Presiden dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Selasa (5/4/2022), yang disiarkan kanal YouTube resmi Sekretariat Presiden, Rabu (6/4/2022).
Baca Juga: Minta Masyarakat Stop Isu Perpanjangan Jabatan Presiden Jokowi, Moeldoko: Jangan Jadi Bahan Gorengan
Presiden meminta jajaran menteri dan kepala lembaga non-kementerian untuk tetap fokus menjalankan tugasnya masing-masing terutama dalam menghadapi ancaman krisis akibat situasi global serta tren kenaikan inflasi. "Sekali lagi jelaskan situasi global yang sedang sangat sulit, sampaikan dengan bahasa rakyat dan langkah-langkah yang diambil pemerintah itu apa dalam menghadapi krisis dan kenaikan inflasi," katanya.
Ini bukan kali pertama Presiden Jokowi menanggapi soal wacana perpanjangan masa jabatan Presiden, sebab sebelumnya ia juga mengatakan bahwa konstitusi harus ditaati, di sela-sela tinjauan ke Kawasan Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah, Rabu (30/3/2022) pekan lalu. "Yang namanya keinginan masyarakat, yang namanya teriakan-teriakan seperti itu kan sudah sering saya dengar. Tetapi yang jelas, konstitusi kita sudah jelas. Kita harus taat, harus patuh terhadap konstitusi, ya," katanya saat itu.
Wacana perpanjangan masa jabatan presiden dan penundaan pemilu sudah beberapa kali dikemukakan oleh sejumlah jajaran di kabinet Jokowi. Seperti Ketua Umum DPP Golkar yang juga Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang mengusulkan masa jabatan Jokowi diperpanjang.
Baca Juga: Moeldoko Wanti-Wanti Bagi yang Mau Bicara Presiden Tiga Periode, Katanya Jangan...
Sedangkan Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebut memiliki big data aspirasi masyarakat di media sosial terkait pemilu 2024. Dirinya mengklaim memiliki 110 juta big data dari berbagai media sosial.
Menurut Luhut, Jokowi sudah menyatakan kalau taat konstitusi. Hanya saja, ia mengingatkan, konstitusi itu dibuat oleh anggota DPR/MPR. Jika rakyat memang menghendaki Jokowi terus memimpin maka harus siap menerima konsekuensi itu.
Luhut malah balik menyindir ada pihak yang tidak siap jika Pemilu 2024 ditunda, lantaran agenda untuk meraih kekuasaan menjadi gagal.
"Kalau (aspirasi) rakyat berkembang terus gimana? DPR gimana? MPR gimana? Kan konstitusi yang dibikin itu yang ditaati presiden, siapa pun presidennya. Ini orang kan pada takut saja, sudah pingin jadi gini, takut tertunda," ujar Luhut.
Kemarin, saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi II DPR RI, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian, mengatakan bahwa amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 bukanlah hal yang tabu. Tito mengingatkan bahwa Indonesia sebelumnya sudah pernah melakukan amandemen UUD 1945.
Baca Juga: Jokowi Larang Kabinet Bicarakan Soal 3 Periode, Eh Fadli Zon Merespons Begini
"Saya mau tanya, UUD kita pernah diamandemen enggak? Bukan yang tabu kan? yang tabu pembukaannya, itu tabu. Kitab suci tabu," kata Tito kepada wartawan. Amandemen UUD merupakan kunci menuju kemungkinan penundaan pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden.
Terkait dukungan Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) terhadap masa jabatan presiden tiga periode, Tito mengaku tak bisa melarang hal tersebut. Sebab undang-undang mengatur bahwa setiap orang bebas untuk menyampaikan pendapat.
"Ada jaminan kepercayaan menyampaikan pendapat di muka umum. Itu diatur dalam UU 9 Tahun 1998. Ada pembatasannya, ada, tidak absolut, tidak boleh mengganggu ketertiban umum, publik," ujarnya.
Baca Juga: Moeldoko Buka-Bukaan Soal Bergulirnya Isu Jokowi Tiga Periode, Ternyata...
Tito menilai yang disampaikan para perangkat dan kepala desa yang tergabung di dalam Apdesi lebih pada kebebasan dalam menyampaikan aspirasi. Selama tidak ada hukum yang dilanggar, maka aspirasi tersebut sah saja disampaikan.
Dirinya menegaskan tak ada perubahan jadwal pemilu. Pemerintah masih berpegang pada jadwal yang telah disepakati dalam rapat antara pemerintah bersama dengan DPR dan penyelenggara pemilu pada Januari lalu yang memutuskan bahwa Pileg dan Pilres digelar 14 Februari 2024, sedangkan Pilkada digelar 27 November 2024.
"Sampai hari ini belum ada pembahasan lagi di sini, di pemerintahan juga belum ada bahasan, karena belum ada pembahasan yang kita pegang itu," tegasnya.
Salah satu jajaran di kabinet yang paling sering mengungkit isu perpanjangan masa jabatan presiden adalah Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia. Ia mengatakan, pembicaraan terkait penundaan pemilihan umum (Pemilu) bukan merupakan sesuatu yang haram.
Baca Juga: Pramono Anung Tegaskan: Istana Tak Punya Anggaran Perpanjangan Jabatan Presiden
Saat beraudiensi dengan anggota DPR di Gedung DPR, Rabu (30/3/2022), Bahlil mengatakan pembahasan perpanjangan masa jabatan presiden sah saja dilakukan, terutama di depan anggota dewan. "Ini parlemen, lembaga demokrasi, orang mau cerita apa saja boleh termasuk penundaan pemilu, jangan diharamkan," ujar Bahlil di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (30/3/2022).
Ia mengatakan, wacana penundaan pemilu lahir dari pemikiran konstruktif. Selama hal tersebut demi kebaikan bangsa dan negara, wacana tersebut boleh saja terus digulirkan dan tak diharamkan pembicaraannya.
Baca Juga: Minta Jokowi Pecat Luhut dan Bahlil, Nicho: Kalau Tidak, Berarti Wacana 3 Periode Perintah Presiden
"Itu wajar-wajar saja tinggal bagaimana proses di parlemen bagaimana boleh atau tidak monggo diselesaikan di sini. Jangan bagaimana memisahkan diri dari publik Indonesia saja," ujar Bahlil.
Kendati demikian, ia menjelaskan bahwa dunia usaha saat ini membutuhkan kepastian dan stabilitas politik di dalam negeri. Hal tersebut menjadi salah satu alasan munculnya usulan penundaan Pemilu 2024.
"Kalau wacana penundaan bisa dilakukan secara komprehensif dan dalam mekanisme undang-undang, dalam pandangan saya itu akan bagus untuk investasi, tapi sesuai dengan mekanisme dan tata kelola negara," ujar Bahlil.
Berdasarkan hasil survei, yang terbaru oleh Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) merilis hasil survei terkait sikap publik terhadap penundaan pemilihan umum (Pemilu) 2024. Salah satu hasilnya, hanya 5 persen responden yang menyatakan setuju dengan usulan tersebut.
"Hanya sekitar 5 persen warga yang setuju dengan pandangan itu. Publik pada umumnya ingin seorang presiden hanya menjabat maksimal dua periode saja," ujar Direktur Riset SMRC, Deni Irvani dalam rilis daringnya, Jumat (1/4/2022).
Baca Juga: Presiden Jokowi Tekankan Menterinya Agar Memiliki Ini
Sebanyak 73 persen responden setuju agar ketentuan masa jabatan presiden selama dua periode dipertahankan. Adapun 15 persen publik lainnya yang menilai ketentuan tersebut harus diubah lewat perubahan konstitusi.
Dari 15 persen publik yang setuju ketentuan masa jabatan presiden diubah, 61 persen ingin masa jabatan presiden hanya satu kali dengan masa jabatan lima, delapan, atau 10 tahun. Adapun, 35 persen lainnya ingin lebih dari dua kali dengan kurun waktu lima tahun.
"Bahwa pendapat warga yang mayoritas ingin mempertahankan ketentuan masa jabatan presiden maksimal dua kali ini konsisten dalam tiga kali survei, pada Mei 2021, September 2021, dan Maret 2022," ujar Deni.
Baca Juga: Di Hadapan Luhut Cs Presiden Jokowi Ungkap Hal Ini
SMRC menggelar survei pada 13-20 Maret 2022. Sebanyak 1.220 responden dipilih secara acak dengan metode stratified multistage random sampling terhadap keseluruhan populasi atau warga negara Indonesia yang sudah memiliki hak pilih, yakni mereka yang berusia 17 tahun ke atas atau sudah menikah.
Response rate atau responden yang dapat diwawancarai secara valid sebesar 1.027 atau 84 persen. Margin of error survei dengan ukuran sampel tersebut diperkirakan sebesar ± 3,12 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen (asumsi simple random sampling).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ayu Almas
Tag Terkait: