Siap Dampingi Koperasi Kecil di Bajawa, Komoditas Kopi di NTT Jadi Perhatian Kemenkop-UKM,
Kopi arabika Flores Bajawa, Nusa Tenggara Timur (NTT), menjadi salah satu kopi asal Indonesia yang mendunia. Bajawa merupakan ibu kota Kabupaten Ngada, NTT. Tak heran, komoditas kopi menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat Ngada.
Meski dikelola oleh petani kopi yang tergabung dalam banyak koperasi, skalanya masih kecil. Untuk itu, Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop-UKM) meminta agar koperasi kecil tersebut bergabung dengan koperasi besar, atau berkonsolidasi menjadi satu koperasi sehingga menjadi lebih besar melalui proses amalgamasi atau merger.
Baca Juga: Menkop-UKM dan Menkumham Sepakati Tiga Masalah Hukum Terkait Koperasi
Deputi Perkoperasian Kemenkop-UKM Ahmad Zabadi menyebut, di Bajawa sudah ada setidaknya 5 koperasi kopi yang skalanya kecil-kecil dengan lahan yang dikelola rata-rata berkisar 200 hektare (ha), bahkan ada yang lahannya di bawah 100 ha. Ditambah, jumlah anggota yang tergabung juga sedikit, hanya mencapai puluhan hingga 150 orang.
"Artinya, dari skala ekonomi masih minim sehingga antarkoperasi bisa memicu terjadinya kompetisi yang tidak sehat. Kemudian, dimanfaatkan offtaker untuk mendapatkan harga yang lebih murah dengan membandingkan dari koperasi satu dengan koperasi yang lain. Kemarin saya sudah sampaikan kepada Bupati Ngada untuk mereka melakukan amalgamasi atau merger supaya menjadi entitas bisnis yang lebih besar kapasitasnya sehingga bisa memenuhi skala ekonomi," tegas Zabadi dalam keterangannya, Jumat (15/4/2022).
Zabadi menekankan, setidaknya jika koperasi kecil bergabung membentuk koperasi besar, nantinya membuat satu suara mewakili petani kopi. Karena tidak memenuhi skala ekonomi, koperasi daya tawar ke offtaker-nya pun ikut rendah.
"Saya sudah sampaikan ke koperasi di Bajawa untuk bergabung sehingga memiliki daya saing yang lebih kuat. Suaranya tidak pecah-pecah ketika berhadapan dengan offtaker karena punya kesepakatan yang lebih kompetitif," pinta Zabadi.
Rata-rata koperasi kecil yang ada di Bajawa, mereka mengeluhkan keterbatasan alat produksi dan mesin, biaya untuk sertifikasi, dan promosi yang mahal. Masalah tersebut jika terus terjadi, koperasi akan sulit berkembang karena alat produksi dan mesin, biaya promosi, sertifikasi, hak merek, dan lain-lainnya tidak murah.
"Apalagi untuk promosi ekspor kalau dihimpun satu koperasi besar, akan lebih mudah. Karena selama ini koperasi kopi yang ada di Bajawa, produknya dibeli oleh offtaker dalam posisi curah sehingga untuk koperasi memiliki brand sendiri akan sulit. Ini menjadi pekerjaan rumah (PR) terbesar bagi kami," ucap Zabadi.
Untuk itu, Kemenkop-UKM, sambungnya, akan melakukan asistensi. Bagaimana memberikan literasi dan pendampingan kepada pelaku koperasi di Bajawa sehingga mereka bisa melakukan konsolidasi. "Setidak-tidaknya ada disepakati melalui wadah koperasi besar untuk bisa mengayomi, menjadi agregator bagi petani kopi di sana," jelas dia.
Diakui Zabadi, memang produk kopi dari Bajawa banyak yang diserap oleh offtaker dan belum ada koperasi secara khusus dari Ngada yang melakukan ekspor. Ekspor hanya dilakukan oleh offtaker. Kalau begini, koperasi tak memperoleh nilai tambah yang signifikan dan tidak memiliki posisi tawar-menawar yang kuat. Beberapa dari mereka juga mengaku sangat membutuhkan investasi untuk membeli alat yang lebih mumpuni.
"Ya kalau koperasinya kecil mau investasi biayanya jadi mahal. Kalau dikonsolidasikan kan jauh lebih murah, setidaknya ada koperasi sekunder atau minimal koperasi besar yang menghimpun mereka sehingga investasi tak jadi kelemahan, mereka tinggal maklun seperti rumah produksi bersama, menjadi kekuatan bisnis kopi yang lebih besar lagi," rinci Zabadi.
Kalau bicara potensi dan kualitas, sambung Zabadi, kopi arabika Bajawa sudah dikenal dan diakui dunia, bahkan mendapatkan Indication Geografis (IG) sendiri, sebagai pengakuan atas kualitas baik dan digemari. "Yang besar-besar aja di-merger, itu namanya strategi bisnis dan bisa dilakukan oleh entitas bisnis apapun untuk menjadi perusahaan lebih kompetitif," ungkap Zabadi.
Tak hanya mudah dalam mengelola produk dan perizinan, dengan konsolidasi, pembiayaan juga akan mudah masuk ke koperasi. Secara teori dan praktik, perbankan akan lebih senang masuk kepada pembiayaan modal kerja dengan skala yang besar.
"Ini soal pilihan strategi bisnis. Kita tahulah usaha-usaha besar seperti Gojek dan Tokopedia saja merger. Bank-bank syariah juga gabung jadi satu. Masa koperasi mau yang tetap kecil-kecil terus? Tentu tidak, koperasi harus bisa maju sehingga menjadi kekuatan bisnis kopi yang lebih besar lagi," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rena Laila Wuri
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: