Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Menlu Retno: 3 Poin Penting dalam Upaya Pencegahan Tindak Penyiksaan

        Menlu Retno: 3 Poin Penting dalam Upaya Pencegahan Tindak Penyiksaan Kredit Foto: Antara/Galih Pradipta
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Menteri Luar Negeri RI (Menlu RI) Retno Marsudi menegaskan bahwa pencegahan untuk penyiksaan adalah prinsip penting dari undang-undang internasional.

        "Larangan penyiksaan dan perlakuan buruk lainnya adalah salah satu yang penting dari prinsip hukum internasional," tegas Retno saat membuka acara seminar The UN Convention Against Torture (CAT): Building Robust Preventive Framework yang digelar atas inisiatif pemerintah dan CTI (Convention against Torture Iniative), pada Rabu (20/4/2022).

        Baca Juga: Menlu Retno Marsudi Hadiri KTT Khusus ASEAN dan Amerika Serikat pada 12 -13 Mei 2022

        CTI sejak didirikan pada tahun 2014 telah banyak berperan dalam mempromosikan universalitas Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam menentang Penyiksaan (CAT). Saat ini, Terdapat 173 negara dalam Konvensi dan sepertiganya adalah dari wilayah/negara Asia-Pasifik.

        "Namun ratifikasi tersebut hanyalah awal dari perjalanan kami untuk mengakhiri penyiksaan. Kita harus memastikan pelaksanaan konvensi yang efektif dan memperkuat tindakan pencegahan," ujar Retno.

        Retno mengungkapkan, terdapat tiga poin penting dalam meningkatkan strategi pencegahan. Pertama, memperkuat infrastruktur hukum.

        Baca Juga: Kemenlu AS Sebut PeduliLindungi Melanggar HAM, Puan Maharani Langsung Minta Pemerintah Lakukan Ini

        "Banyak negara sudah mengakui beratnya larangan penyiksaan dalam konstitusi mereka, termasuk Indonesia. Kita perlu menyediakan infrastruktur hukum yang adil sebagai dasar yang kuat dalam menentang penyiksaan. Tentu dibarengi sumber daya yang memadai dan kompensasi untuk korban," ujarnya.

        Kedua, memperkuat kapasitas. Retno mengungkapkan, setiap negara punya kapasitas yang berbeda. Saling belajar satu sama lain adalah kuncinya.

        "Kerja sama antarnegara adalah kuncinya. Saling belajar dari kesuksesan negara lain dan belajar kapasitas masing-masing," Retno menambahkan.

        Selain itu, poin ketiga adalah memperluas keterlibatan pemangku kepentingan yang relevan, termasuk dengan lembaga HAM, lembaga penelitian dan organisasi masyarakat sipil. Masih dalam tujuan yang sama, Retno juga berharap adanya keterlibatan lembaga HAM dalam mengimplementasikan konvensi PBB ini. 

        Baca Juga: AS Senggol Masalah HAM di Indonesia Sampai Singgung Buzzer, Jubir Kemenlu: Apakah Mereka Lupa?

        "Indonesia mendorong adanya keterlibatan lembaga HAM nasional untuk bekerja sama," ujar Retno.

        Retno berharap, seminar ini dapat menjadi wadah diskusi yang transparan tanpa menuding atau menamai siapapun.

        Baca Juga: Kemenlu AS Soroti Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK, Eh Mahfud MD Bilang Begini

        Sebagai informasi, Indonesia telah berpihak pada Konvensi Anti Penyiksaan sejak tahun 1999 dan senantiasa menjadi contoh praktik terbaik dalam implementasi UNCAT untuk mengakhiri praktik penyiksaan.

        CTI sendiri merupakan inisiatif antar pemerintah yang dibentuk pada 2014. CTI beranggotakan lima negara yang terdiri dari Denmark, Chile, Maroko, Ghana, dan Indonesia.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Martyasari Rizky
        Editor: Ayu Almas

        Bagikan Artikel: