Imbas Perekonomian Jatuh, Ribuan Mahasiswa Sri Lanka Keroyok Rumah PM Mahinda Rajapaksa
Kredit Foto: Reuters/Dinuka Liyanawatte
Ribuan mahasiswa Sri Lanka dilaporkan mengerumuni kediaman Perdana Menteri (PM) Mahinda Rajapaksa, dan menuntut pengunduran dirinya.
Aksi 'mengeroyok' rumah Mahinda itu dilakukan pada Minggu (24/4/2022) sebagai imbas dari krisis ekonomi yang memburuk di negara itu.
Baca Juga: Presiden Sri Lanka Blak-blakan Ciptakan Krisis Ekonomi untuk Negaranya
Dalam protes terbaru tersebut, para pemimpin mahasiswa bahkan sampai memanjat pagar kompleks Mahinda di Kolombo. Mereka nekat beraksi meski polisi telah mendirikan barikade di berbagai jalan di sekitar ibu kota. Diketahui, para petugas di Sri Lanka telah berupa keras untuk menghentikan gerakan mahasiswa, mencegah mereka terhubung dengan para demonstran di tempat lain.
Sri Lanka telah mengahadapi penurunan ekonomi terburuk sejak kemerdekaannya pada tahun 1948. Krisis ini memicu rekor inflasi dan masalah kekurangan pangan hingga bahan bakar. Setidaknya selama berbulan-bulan, rakyat Sri Lanka juga harus hidup dengan menjalani pemadaman listrik hingga belasan jam per hari.
Di tengah situasi yang kian parah itu, para mahasiswa akhirnya ikut turun ke jalan dan berupaya merengsek masuk rumah keluarga Rajapaksa yang masih berkuasa.
"Anda dapat memblokir jalan, tetapi tidak dapat menghentikan perjuangan kami sampai seluruh pemerintahan bubar," kata seorang pemimpin mahasiswa yang tidak disebutkan namanya sambil berdiri di atas tembok.
Menghadapi barisan polisi yang memegang perisai anti huru hara, pengunjuk rasa mencoba menurunkan barikade yang mencegah mereka memasuki kediaman.
Beberapa membawa poster bertuliskan 'Pulanglah Gota'—sebutan untuk Presiden Gotabaya Rajapaksa, yang merupakan adik Mahinda. Sementara pendemo lain terlihat mengenakan masker Guy Fawkes yang identik dengan gerakan anti-kemapanan.
Namun, Mahinda yang merupakan 'kepala klan penguasa Sri Lanka', tidak berada di lokasi pada unjuk rasa. Alhasil, massa yang kecewa hanya bisa pergi, menghentikan sementara aspirasi mereka atas krisis ekonomi yang melanda negara.
Selama lebih dari dua minggu, ribuan pengunjuk rasa telah berkemah setiap hari di luar kantor tepi laut Presiden Gotabaya Rajapaksa, menuntut dia dan saudaranya Mahinda untuk mundur.
Demonstrasi nasional yang pecah di Sri Lanka membuat warga berusaha menyerbu rumah maupun kantor tokoh-tokoh pemerintah.
Minggu ini, seorang pria ditembak mati ketika polisi menembaki blokade jalan di pusat kota Rambukkana. Menurut Arab News, itu adalah kematian pertama sejak protes krisis ekonomi meletus bulan lalu.
Keruntuhan ekonomi Sri Lanka mulai terasa setelah pandemi virus corona melumpuhkan pendapatan vital dari pariwisata dan remitansi atau pengiriman uang dari warganya yang bekerja di luar negeri.
Negara Asia Selatan ini tidak mampu membiayai impor penting, yang membuat pasokan beras, susu bubuk, gula, tepung terigu, dan obat-obatan menjadi terbatas. Di tengah situasi itu, inflasi makin tak terkendali dan akhirnya memburuk kondisi rakyat yang sudah kesusahan.
Utilitas yang tidak mampu membayar bahan bakar telah memberlakukan pemadaman listrik yang panjang setiap hari. Sementara antrean panjang meliuk-liuk di sekitar stasiun layanan setiap pagi saat orang mengantre untuk mendapatkan pasokan bensin dan minyak tanah yang sedikit.
Menteri Keuangan Ali Sabry, yang berada di Washington untuk merundingkan dana talangan Dana Moneter Internasional, pada Jumat (22/4) memperingatkan bahwa situasi ekonomi di Sri Lanka kemungkinan akan semakin memburuk.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: