Bappenas Gandeng Alumni ITB Susun Peta Jalan Pengembangan Industri Kimia Nasional
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas menggandeng Alumni Teknik Kimia ITB dalam rangka menyusun Peta Jalan Pengembangan Industri Kimia Nasional. Hal itu didasari oleh adanya kontribusi industri kimia terhadap perekonomian sangat signifikan karena dapat menyerap modal yang besar, menciptakan lapangan kerja, serta menghasilkan nilai tambah. Industri kimia juga diharapkan dapat menjadi prime mover pembangunan industri nasional untuk mendukung pembangunan berkelanjutan dan Visi Indonesia 2045.
Sebagai informasi Alumni Teknik Kimia telah menyusun buku putih "Menuju Ketangguhan Industri Kimia Nasional", yang dimana nantinya buku putih tersebut akan dipergunakan untuk membantu penyusunan Peta Jalan Pengembangan Industri Kimia Nasional.
Baca Juga: Bappenas: Industri Pengolahan Jadi Salah Satu Sektor Bernilai Tinggi
“Masukan dalam buku putih ini akan menjadi salah satu referensi bagi kami untuk melengkapi dan finalisasi Peta Jalan Industri Kimia yang sedang Kementerian PPN/Bappenas susun. Peta Jalan Industri Kimia menjadi rencana induk terintegrasi dan sebagai dasar pengembangan kebijakan agar pelaksanaan pengembangan industri kimia nasional dapat dilaksanakan secara terarah,” jelas Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa dalam siaran resmi Kementerian Perdagangan, Selasa (26/4/2022).
Penyusunan Buku Putih dilatarbelakangi fakta kontribusi sektor industri pada 2021 hanya 18,9 persen PDB dan belum sesuai target untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Saat ini, industri kimia nasional juga masih bergantung pada bahan impor yang menyumbang defisit cukup besar pada neraca perdagangan. Untuk mencapai Visi Indonesia 2045, negara harus lepas dari Middle Income Trap sebelum 2045 dan salah satu cara yang harus ditempuh adalah dengan meningkatkan kontribusi sektor industri manufaktur menjadi minimal 26 persen PDB, di mana kontribusi industri kimia, sebagai bagian dari 10 Industri Prioritas, adalah 13 persen PDB.
Buku Putih juga menggarisbawahi tantangan utama industri kimia nasional, yaitu impor bahan baku fossil-based sangat tinggi, yang tidak hanya berdampak pada neraca perdagangan, tetapi juga pada lingkungan dan keberlanjutan industri kimia. Untuk itu, substitusi bahan baku fossil-based menjadi bio-product sangat mendesak untuk dilakukan dan pemanfaatan sumber daya hayati dapat lebih dioptimalkan. Selain itu, kebijakan industri kimia terintegrasi dari Hulu-Intermediate-Hilir yang dikombinasikan dengan Ekonomi Sirkular dapat diterapkan untuk meningkatkan nilai tambah dan mencapai pertumbuhan ekonomi yang diharapkan.
Keberhasilan pembangunan industri kimia nasional membutuhkan kolaborasi intensif stakeholders dalam triple helix, yaitu sinergi antara pemerintah, pelaku industri, dan akademisi dan peneliti. Diperlukan dukungan riset dan inovasi yang mumpuni juga usaha massal yang dapat mendorong investasi dan inovasi berdaya saing sehingga para insinyur dan ilmuwan Indonesia dapat memberikan kontribusi maksimal. Strategi ini juga menjadi mitigasi laporan Index Availability Engineer & Scientist yang belum mencantumkan Indonesia sebagai 20 besar dunia, meski jumlah insinyur di Indonesia berada di 10 besar dunia.
Baca Juga: Bappenas Luncurkan Produk MP3 untuk Meningkatkan Kualitas
Hal tersebut mengindikasikan pentingnya peningkatan daya saing produk, inovasi, serta kinerja insinyur dan ilmuwan Indonesia yang perlu didukung anggaran penelitian dan pengembangan yang memadai, juga penerapan industrialisasi inteligensia massal secara berkesinambungan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Martyasari Rizky
Editor: Aldi Ginastiar