Simak Review Tingkat Kerumitan Logistik dan Stabilitas Pasokan Sembako, Begini Hasilnya...
Samudera Indonesia Research Initiatives (SIRI) melakukan riset terhadap tingkat kerumitan logistik dan stabilitas pasokan sembako. Berdasarkan data komoditas pangan strategis Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, sembako dapat digolongkan menjadi beras, minyak goreng, cabai, gula, bawang putih, bawang merah, daging sapi, daging ayam, dan telur ayam.
Hasil dari riset tersebut, tim SIRI melakukan review terkait hasil temuannya dalam webinar 'Membedah Alur Perdagangan dan Logistik Sembako'. Dari hasil review, berdasarkan tingkat kerumitan logistik dan stabilitas pasokan, komoditas yang pertama ada beras. Beras tergolong sebagai komoditas dengan logistik yang tidak rumit. Tantangan terbesar dari logistik beras hanya berada pada alur gabah dari produsen (petani) ke penggilingan padi (pengumpul). Tantangan tersebut di antaranya adalah kemungkinan gagal panen dan kurangnya infrastruktur yang membuat biaya pengiriman barang menjadi mahal.
Baca Juga: Sambut Hari Raya Idul Fitri, Millennial Peruri Bagi-Bagi Sembako ke Masyarakat Sekitar
"Logistik beras di alur beras (dari pengumpul ke pedagang besar dan pengecer) relatif mudah dilakukan. Hal tersebut dikarenakan sifat dari beras yang tidak membutuhkan suhu khusus dalam proses pengiriman, sehingga tidak membutuhkan cold chain logistics," ujar ekonom SIRI, Denny Irawan dalam sesi webinarnya, pada Kamis (28/4/2022).
Kemudian untuk komoditas kedua, minyak goreng, juga memiliki tingkat kerumitan logistik yang relatif rendah. Sama seperti beras, konsumsi minyak goreng domestik dapat sepenuhnya dipenuhi dari produksi dalam negeri. Hal tersebut dikarenakan mayoritas minyak goreng di Indonesia berasal dari kelapa sawit. Tantangan terbesar dari logistik minyak goreng adalah faktor cuaca dan keterbukaan ekspor kelapa sawit (bahan baku utama minyak goreng).
"Keterbukaan ekspor bahan baku minyak goreng pada beberapa kasus dapat menyebabkan lonjakan harga minyak goreng yang signifikan (karena harga bahan baku-nya mengikuti harga internasional)," ujarnya.
Komoditas ketiga, cabai, memiliki tingkat kerumitan logistik pada sisi transportasi yang relatif rendah seperti minyak goreng dan beras, namun dengan tingkat kerumitan pada sisi pasokan yang relatif lebih tinggi dibandingkan kedua komoditas tersebut. Pada tahun 2021, sekitar 8 hingga 9 persen konsumsi cabai di Indonesia berasal dari impor. Impor cabai Indonesia mayoritas berasal dari negara-negara Asia Timur seperti India, Tiongkok, dan Malaysia. Pasokan cabai yang berasal dari impor memiliki tantangan logistik pada proses administrasi.
Baca Juga: Jokowi Ngeluh Lagi Soal Impor. Gus Nadir: Bapak Jadi Presiden, Gak Usah Jadi Pengamat
Komoditas keempat, gula, memiliki tingkat kerumitan logistik yang hampir sama dengan cabai. Hal tersebut karena mayoritas pasokan gula (76,5 persen) di Indonesia adalah impor dari India, Australia, dan Tiongkok. Pasokannya yang mayoritas berasal dari impor membuat harga gula sangat fluktuatif. Fluktuasi tersebut disebabkan oleh 3 faktor, yaitu fluktuasi nilai tukar rupiah, fluktuasi harga gula dunia, dan dinamika perizinan impor.
"Fluktuasi nilai tukar rupiah dan harga gula dunia berpengaruh terhadap fluktuasi harga gula secara langsung. Sedangkan dinamika perizinan impor berpengaruh terhadap tingkat ketersediaan gula di pasar," imbuhnya.
Komoditas kelima, bawang putih, memiliki tingkat kerumitan logistik pada sisi pasokan yang sama dengan gula dan cabai (karena mayoritas pasokannya berasal dari impor), namun dengan tingkat kerumitan logistik pada sisi transportasi yang lebih tinggi. Tingginya tingkat kerumitan transportasi bawang putih karena dalam proses pengirimannya bawang putih membutuhkan temperatur khusus. Kebutuhan temparatur pada level tertentu membuat bawang putih membutuhkan cold chain logistics dalam proses pengirimannya.
Baca Juga: PSI Soroti Soal Kaos Anies Baswedan Presiden, Loyalis: Mereka Ingin Beliau Naik Pangkat, Salah?
"Kebutuhan atas cold chain logistics membuat biaya logistik bawang putih relatif lebih mahal dan rumit dibandingkan dengan komoditas-komoditas sembako lainnya," ungkapnya.
Komoditas keenam, bawang merah, memiliki tingkat kerumitan logistik yang relatif rendah seperti beras dan minyak goreng. Tantangan terbesar dari logistik bawang merah adalah faktor cuaca dan rantai pasok yang terlalu panjang. Cuaca yang buruk dapat membuat produksi bawang merah jatuh dalam waktu yang singkat. Sedangkan rantai pasok yang terlalu panjang membuat risiko penimbunan dan mark-up harga yang terlalu tinggi sangat mungkin terjadi dan berdampak terhadap harga pada tingkat konsumen yang sangat fluktuatif.
Komoditas ketujuh dan kedelapan, daging sapi dan daging ayam, memiliki tingkat kerumitan logistik yang hampir sama dengan bawang putih. Tingkat kerumitan logistik daging sapi relatif tinggi dibandingkan komoditas-komoditas sembako lainnya karena sebagian pasokannya (40 persen) berasal dari impor.
Selain itu, dalam proses pengiriman barang, daging sapi membutuhkan cold chain logistics karena sifat produknya yang membutuhkan temperatur khusus untuk menjaga kualitasnya. Hal yang sama juga berlaku pada komoditas daging ayam. Perbedaannya adalah produksi domestik sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan daging ayam.
Baca Juga: Jamkrindo Beri Bantuan Paket Sembako Tahap 2 di Provinsi Bali
Sementara itu, untuk komoditas terakhir, telur ayam, memiliki tingkat kerumitan logistik yang sama dengan bawang merah, minyak goreng, dan beras. Tantangan terbesar dari logistik ayam adalah fluktuasi harga pakan ayam yang akan berdampak pada fluktuasi harga telur ayam di tingkat konsumen.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Martyasari Rizky
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait: