Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Sebut Larangan Ekspor Minyak Sawit Cuma Gimmick, DPR: Kurang Tepat dan Solutif

        Sebut Larangan Ekspor Minyak Sawit Cuma Gimmick, DPR: Kurang Tepat dan Solutif Kredit Foto: Antara/Wahdi Septiawan
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI, Rofik mengkritisi langkah pemerintah yang melakukan pelarangan ekspor minyak sawit atau kelapa sawit. Padahal, Indonesia merupakan negara pertama yang mempunyai pasokan kelapa sawit tinggi setelah Malaysia.

        Menurutnya, pelarangan ekspor ini apapun bentuknya adalah bertolak belakang dengan kebijakan ekonomi di dunia yang sudah mengglobal saat ini. Tidak ada satu negara pun, tegasnya, yang tidak membutuhkan negara lain dalam memenuhi kebutuhannya.

        Baca Juga: Peremajaan Kebun Sawit Masih Jauh dari Target, Pemerintah Ungkap Penyebabnya

        “Apalagi produk Crude Palm Oil (CPO) ini adalah komoditas yang sudah diperdagangkan secara internasional selama ini. Karena itu, saya memang menilai kebijakan ini tidak solutif atau tidak tepat,” jelas Rofik dengan Warta Ekonomi dalam keterangan tertulisnya, Senin (02/5).

        Rofik menjelaskan kebijakan yang dibuat belum tepat, sebab produk ini masuk dalam barang komoditas unggulan terbesar di dunia setelah gas dan non migas.

        “Apa kata dunia kalau CPO ini dilarang diekspor. Karenanya pelarangan ekspor ini dapat dipandang cuma sekadar gimmick untuk meraih simpati publik dan upaya menutupi kekurangan pemerintah dalam kemampuannya mengeksekusi kebijakan. Oleh karena itu setop mempermainkan rakyat dan mulai membuat kebijakan yang realistis dan solutif,” jelas legislator dapil Jawa Tengah VII tersebut.

        Disamping itu, dia menilai untuk kebijakan sebelumnya, Domestic Market Obligation (DMO) di dalam aturan Permendag Nomor 6 Tahun 2022 sendiri yang sudah dicabut berisi penetapan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng sawit untuk CPO ini sudah tepat karena kebutuhan minyak goreng untuk dalam negeri cukup dipenuhi 20% saja dari total produksi CPO.

        “Tinggal kebijakan harganya disesuaikan untuk mengurangi kebocoran ekspor, yaitu pemerintah membeli dengan harga yang bagus sehingga pengusaha dan petani dapat menikmati harga kenaikan komoditasnya di pasar internasional," pungkasnya.

        Baca Juga: Di Hadapan China, 11 Kesepakatan Ini Akhirnya Ditandatangani Malaysia, Ternyata Isinya...

        Rofik menilai diperaturan baru Permendag Nomor 11 Tahun 2022 yang baru mengatur HET minyak goreng curah. Dalam Permendag baru itu HET minyak goreng curah Rp14.000/liter atau Rp15.500/kg dari sebelumnya Rp11.000/liter. Sementara harga minyak goreng kemasan premium dilepas ke harga pasar dari sebelumnya Rp14.000/liter. 

        Dia mengatakan bahwa harga minyak goreng harus tersedia di pasaran dengan harga yang wajar. 

        "Permendag Nomor 11 Tahun 2022 yang mengerek harga minyak goreng cukup tinggi perlu ditinjau ulang serta dikembalikan pada Permendag Nomor 6 Tahun 2022," imbuhnya.

        Baca Juga: Masuki Periode Mei 2022: Harga Referensi CPO Turun Namun Biji Kakao Naik

        Sebetulnya, kata dia jika aturan lama tidak ditarik, Permendag Nomort 6 itu bisa jadi alat pemerintah untuk memerintahkan produsen CPO melakukan DMO dan DPO ke perusahaan minyak goreng. Sehingga kebutuhan minyak goreng domestik tetap terjaga dengan baik.

        “Terus uangnya dari mana? Bisa dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang jumlah dananya meningkat seiring dengan harga komoditas CPO. Apa salahnya sebagian dana tersebut dinikmati juga oleh rakyat dalam bentuk minyak goreng dengan harga yang terjangkau," ucap Rofik.

        Sebelumnya, dilansir CNBC Indonesia, Presiden Joko Widodo resmi mengeluarkan kebijakan larangan ekspor minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) serta produk minyak goreng. Penutupan keran ekspor ini mulai akan berlaku pada Kamis, 28 April mendatang.

        Hal tersebut ia ungkapkan seusai memimpin rapat tentang pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat bersama jajaran menteri, utamanya yang berkaitan dengan ketersediaan minyak goreng untuk kebutuhan domestik.

        Mantan Wali Kota Solo ini beralasan bahwa larangan ekspor diberlakukan dengan mempertimbangkan ketersediaan minyak goreng di dalam negeri terpenuhi. Pasalnya, beberapa waktu lalu ketersediaan produk minyak goreng sempat langka di pasaran.

        Seperti diketahui, Indonesia sendiri merupakan produsen CPO nomor satu di dunia. Berdasarkan data GAPKI, sepanjang 2022, Indonesia telah mengekspor 33,674 juta ton CPO dan produk turunannya.

        Baca Juga: GAPKI Ingatkan Kebutuhan Bahan Baku Migor Juga untuk Masyarakat Dunia

        Adapun rinciannya, yakni 2,482 juta ton dalam bentuk CPO dan 25,482 juta ton dalam bentuk olahan CPO.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Ratih Widihastuti Ayu
        Editor: Aldi Ginastiar

        Bagikan Artikel: