Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pemerintah Melanggar Hukum Bila Tak Jalankan Putusan MA soal Vaksin Halal!

        Pemerintah Melanggar Hukum Bila Tak Jalankan Putusan MA soal Vaksin Halal! Kredit Foto: Antara/Rahmad
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI) belum lama ini melayangkan somasi kepada Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

        Somasi itu dilayangkan terkait Kemenkes yang belum menjalankan putusan Mahkamah Agung terkait vaksin halal.

        Pakar Hukum Pidana, Prof. Syaiful Bakhri menilai bila pemerintah tidak menjalankan putusan MA yang mengabulkan Judicial Review yang diajukan oleh YKMI tersebut, maka pemerintah atau Kemenkes telah melakukan pelanggaran hukum.

        “Maka sejak keluarnya putusan MA tersebut, Pemerintah berkewajiban untuk melakukan putusan itu. Semua vaksin harus halal. Kalau diduga selama ini vaksin tersebut tidak halal berarti kan melanggar hukum,” ucapnya ketika dihubungi wartawan, Ahad (8/5).

        Sementara, somasi yang dilayangkan YKMI merupakan sebuah peringatan karena Pemerintah mengabaikan putusan MA soal jaminan ketersediaan dan pemberian vaksin halal.

        “Artinya sebuah peringatan agar Kementerian Kesehatan melaksanakan putusan Mahkamah Agung (MA) terkait vaksin halal yang diberikan kepada masyarakat,” ungkapnya.

        Sedangkan, vaksin-vaksin yang tidak memiliki label halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), lanjut dia, praktis sudah tidak berlaku dan tidak boleh digunakan lagi.

        “Maka vaksin-vaksin yang lalu sudah tidak berlaku lagi.  Yang vaksin sekarang ini harus ada halalnya dan mendapatkan sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia. Kalau tidak halal mesti diperbaiki,” jelas Syaiful.

        Dengan adanya putusan MA ini, lanjut dia, masyarakat berhak menolak anjuran Pemerintah terhadap vaksin haram walaupun telah disosialisasikan.

        “Masyarakat berhak juga tidak menerima vaksin walaupun disosialisasikan dan sebagainya, kecuali mengikuti putusan Mahkamah Agung,” ucapnya.

        Sedangkan, bila YKMI berniat ingin membawa permasalahan ini ke Mahkamah Internasionall, Syaiful menilai, terlalu jauh.

        Karena yang harus dilakukan Pemerintah sebenarnya hanyalah melaksanakan putusan MA dan mengubah atau mengganti aturan yang terdapat di dalam Peraturan Presiden (Perpres) atas Pasal 2 Peraturan Presiden (Perpres) No. 99 tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19.

        “Jika dibawa ke Mahkamah Internasional terlalu jauh. Somasi itu sudah menjadi pernyataan agar Perpresnya dirubah dan diganti,” ungkapnya.

        Diketahui, sejauh ini pemerintah melalui Kemenkes belum menyediakan vaksin halal. Berikut ini adalah 4 vaksin halal berdasarkan fatwa MUI.

        1. Sinovac

        Produsennya dari Sinovac Life Science co ltd, Cina dan PT Bio Farma. Vaksin ini mendapatkan sertifikat halal dari fatwa MUI Nomor 2 Tahun 2021.

        2. Zifivax

        Produsen Zifivax sendiri dari Anhui Zhifei Longcom Biopharmaceutical co ltd. Vaksin ini mendapatkan sertifikasi halal fatwa MUI Nomor 53 Tahun 2021.

        3. Vaksin Merah Putih

        Vaksin ini dibuat oleh PT Biotis Pharmaceuticals dan Universitas Airlangga Surabaya. Dalam pengembannya dan mendapatkan sertifikasi halal fatwa MUI Nomor 8 Tahun 2022.

        4. GEN2-Recombinant COVID-19 vaccine

        Produsen dari vaksin ini adalah Beijing Institute of Biological Products Co., Ltd. Vaksin ini mendapatkan sertifikasi halal dengan fatwa MUI Nomor 9 Tahun 2022.

        Menurut Ketua MUI Bidang Fatwa KH Asrorun Niam Sholeh, bila sudah ada penyediaan vaksin halal, maka vaksin haram tidak boleh digunakan lagi.

        "Jika sudah ada vaksin yang halal dan persediannya mencukupi, yang haram tidak boleh dipakai," jelas dia ketika dihubungi.

        Karena itu pemerintah bertanggung jawab menyediakan vaksin yang halal guna memberikan jaminan hak keagamaan bagi masyarakat Muslim.

        Lalu bolehkan menolak vaksin non halal yang disediakan oleh pemerintah? Bila merujuk Putusan Mahkamah Agung (MA), maka Pemerintah wajib menyediakan vaksin Covid-19 berstatus halal bagi umat Muslim di Indonesia.

        Vonis MA tersebut merupakan hasil judicial review yang dilakukan YKMI terhadap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin.

        Dalam salinan putusannya, MA menerangkan, pemerintah tidak bisa serta merta mamaksakan kehendaknya kepada warga negara Indonesia untuk divaksin dengan alasan apapun dan tanpa syarat.

        Tindakan pemerintah yang menetapkan jenis vaksin belum (memperoleh sertifikat) halal ke masyarakat, khususnya umat Islam, berdasarkan bunyi salinan MA, adalah nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.

        Dengan kondisi itu, MA berpandangan, pemerintah tidak konsisten dalam menetapkan jenis vaksin untuk pelaksanaan vaksinasi bagi masyarakat, khususnya terhadap umat Islam. Berdasarkan putusan MA, diatur dalam hak kebebasan beragama dan beribadah merupakan salah satu hak yang bersifat nonderogable, artinya tidak dapat dikurang-kurangi pemenuhannya oleh negara dalam kondisi apapun. 

        Atas norma tersebut, jelas dan tegas membebankan kewajiban kepada negara agar menjamin penghormatan dan perlindungan terhadap hak atas kebebasan beragama dan beribadah tersebut.

        Sejauh ini pemerintah terus mendorong agar masyarakat memenuhi kebutuhan vaksin booster. Tapi demikian, vaksin booster yang disediakan pemerintah tidak berlabel halal yakni seperti AstraZeneca.

        Menurut Aminudin, Anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) keputusan fatwa pihaknya secara tegas bahwa AstraZeneca haram untuk digunakan.

        "Keputusan fatwa kita tentang vaksin covid- 19 AstraZeneca, maka hukumnya vaksinnya adalah haram, karena tahapan proses produksi yang berasal dari enzim babi," ujarnya.

        Begitu juga Pfizer. Menurut Wakil Ketua Dewan Halal Nasional MUI Nadratuzzaman vaksin jenis ini haram, karena mengandung barang najis.

        "Di Pfizer ada mengandung unsur yang barang najis, najis dari unsur babi, kalau unsur dari babi itu sudah ada pencucian, itu najis dan dinyatakan haram," ujar dia.

        Selanjutnya adalah Sinopharm. Menurut Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Hasanuddin vaksin jenis ini mengandung tripsin dari babi.

        "Memang ada kandungan tripsin dari Babi, sehingga hukumnya haram," ujar dia menambahkan.

        Yang terakhir adalah Moderna. Jenis vaksin ini juga mengandung unsur babi. Sehingga, haram bila digunakan untuk masyarakat muslim di Tanah Air.

        "Walau nanti vaksin Moderna haram karena ada unsur babinya," kata Nadratuzzaman Hosen.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ferry Hidayat

        Bagikan Artikel: