Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Sri Lanka Perintahkan Tentaranya Lakukan Tembak Langsung Para Perusuh

        Sri Lanka Perintahkan Tentaranya Lakukan Tembak Langsung Para Perusuh Kredit Foto: Reuters/Dinuka Liyanawatte
        Warta Ekonomi, Colombo -

        Pemerintah Sri Lanka telah memerintahkan pasukan untuk 'menembak langsung' individu yang dianggap terlibat dalam kerusuhan atas krisis ekonomi. 

        Perintah untuk menembak di tempat itu terjadi usai Sri Lanka memberikan kewenangan darurat militer dan polisi untuk menangkap orang tanpa surat perintah. Langkah ini diambil menyusul kekerasan pada Senin (9/5/2022) yang menewaskan tujuh orang dan mengakibatkan pengunduran diri Perdana Menteri (PM) Mahinda Rajapaksa.

        Baca Juga: Sri Lanka Memohon Bantuan Dunia, Indonesia Jadi yang Pertama Merespons

        "Pasukan keamanan telah diperintahkan untuk menembak di tempat siapa pun yang menjarah properti publik atau menyebabkan korban jiwa," kata kementerian pertahanan, pada hari Selasa (10/5/2022).

        Sri Lanka, negara Samudra Hindia ini tengah berjuang melawan krisis ekonomi terburuknya dalam sejarah. Ribuan pengunjuk rasa pun terus turun ke jalan meski jam malam diberlakukan di seluruh negeri hingga Selasa pukul 7 pagi.

        Aksi menentang pemerintah juga terus meletus meski pemerintah menyatakan keadaan darurat dari Jumat (6/5/2022).

        Kekurangan bahan bakar, makanan, dan obat-obatan telah membuat masyarakat geram. Lebih dari sebulan, warga tak henti-hentinya meluapkan kekecewaan, memprotes pemerintah.

        Sampai minggu ini, sebagian besar aksi berlangsung damai, dengan pengunjuk rasa masih menuntut pengunduran diri Presiden Gotabaya Rajapaksa, adik dari Mahinda Rajapaksa.

        Kendati begitu, beberapa kekerasan juga terjadi di tengah aksi menentang pemerintah. Beberapa laporan yang muncul menyebut sejumlah pengunjuk rasa yang marah menyerang politisi yang terkait dengan pemerintah. Insiden ini meletus pada Senin malam, bersamaan dengan aksi pembakaran rumah-rumah, toko, dan  bisnis yang para pejabat Sri Lanka miliki.

        Sebelum itu, kerusuhan dipicu oleh massa pendukung pemerintah, yang memukuli para pengunjuk rasa.

        Situasi sebagian besar telah tenang pada hari Selasa. Ini kecuali laporan kerusuhan sporadis, kata juru bicara polisi Nihal Thalduwa menambahkan bahwa sekitar 200 orang telah terluka pada hari Senin.

        Lalu, pada Selasa, Minelle Fernandez dari Al Jazeera mengatakan adanya penjagaan yang ketat di jalan-jalan Sri Lanka.

        "Ada kehadiran militer yang berat. Dalam perjalanan, kami dihentikan di beberapa pos pemeriksaan yang dijaga oleh angkatan udara, beberapa oleh tentara dan angkatan laut."

        "Setiap orang yang ditangkap oleh petugas polisi harus dibawa ke kantor polisi terdekat. Hal yang sama juga dilakukan oleh angkatan bersenjata, dengan batas waktu penangkapan ditetapkan selama 24 jam," kata Fernandez melapor dari Kolombo. 

        Krisis ekonomi seperti ini belum pernah dihadapi negara kepulauan di Asia Selatan tersebut. Ini terjadi mengikuti pandemi Covid-19 yang memukul pendapatan utama atas sektor pariwisata dan membuat pemerintah bergulat dengan kenaikan harga minyak dan dampak pemotongan pajak populis.

        Baca Juga: Sri Lanka Krisis Ekonomi, Dubes RI Ajak WNI Tingkatkan Kesetiakawanan Sosial

        Untuk mengatasi permasalahannya, Sri Lanka telah meminta bantuan dari para pemberi pinjaman multilateral seperti Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional, serta raksasa Asia India dan China.

        Namun, Menteri Keuangan Ali Sabry mengungkap bahwa cadangan devisa yang dapat digunakan kini hanya mencapai USD 50 juta (Rp727 miliar). Sabry sendiri telah mengundurkan diri pada Senin bersama dengan anggota kabinet Rajapaksa lainnya,

        Di tengah situasi itu, sejumlah analis menyatakan keprihatinan atas potensi penyalahgunaan tindakan oleh aparat Sri Lanka. 

        "Dalam situasi di mana ada keadaan darurat dan jam malam, siapa yang dapat memantau untuk memastikan peraturan ini tidak disalahgunakan?" kata Bhavani Fonseka dari lembaga think-tank Center for Policy Alternatives yang berbasis di Kolombo.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: