Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pengamat Sebut Mafia Vaksin yang Sebabkan Pemerintah Abaikan Putusan MA soal Vaksin Halal

        Pengamat Sebut Mafia Vaksin yang Sebabkan Pemerintah Abaikan Putusan MA soal Vaksin Halal Kredit Foto: Antara/M Risyal Hidayat
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pengamat Ekonomi dan Politik, Ichsanuddin Noorsy menilai kekuatan bisnis dan mafia vaksin yang menyebabkan Pemerintah terutama Kemenkes mengabaikan putusan Mahkamah Agung (MA) terkait jaminan ketersediaan dan pemberian vaksin halal di Indonesia.

        “Kalau kategorinya mafia, saya lihat ada semacam relasi dan hubungan antara oligarki di bidang bisnis dengan oligarki politik. Jadi semua berkaitan tentang kekuatan bisnis (vaksin) tidak ada yang tidak berkaitan dengan kekuatan bisnis,” ungkapnya saat dihubungi awak media, Kamis (12/5).

        Menurut Noorsy, semua kalangan boleh saja berbisnis akan tetapi jangan berbisnis yang menimbulkan masalah dan keributan bagi anak bangsa.

        “Dalam pandangan saya bisnis boleh saja, tapi bisnis yang menyelamatkan manusia dong. Jangan bisnis yang kemudian menimbulkan masalah dan keributan,” ucapnya.

        Model yang dibangun dalam bisnis Vaksinasi ini, menurutnya, dengan membangun industri ketakutan sehingga mereka membutuhkan vaksin. Kemudian para mafia vaksin ini bekerja sama dengan elite pemerintahan yang dapat memberikan kekuatan memaksa terhadap rakyatnya.

        “Modelnya adalah membangun dulu industri ketakutan, atau rekayasa ketakutan. Jadi ketakutan terhadap Covid jadi mereka membutuhkan vaksin. Nah ini terjadi kerja sama dengan oligarki politik yang (akhirnya)  mengharuskan Warga Negara divaksin,” kata Noorsy.

        Diketahui, dalam Putusan Mahkamah Agung (MA), Pemerintah wajib menyediakan vaksin Covid-19 berstatus halal bagi umat Muslim di Indonesia.

        Putusan MA tersebut merupakan hasil judicial review yang dimenangkan YKMI terhadap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin.

        Dalam salinan putusannya, MA menerangkan, pemerintah tidak bisa serta merta mamaksakan kehendaknya kepada warga negara Indonesia untuk divaksin dengan alasan apapun dan tanpa syarat.

        Tindakan pemerintah yang menetapkan jenis vaksin belum (memperoleh sertifikat) halal ke masyarakat, khususnya umat Islam, berdasarkan bunyi salinan MA, adalah nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.

        Dengan kondisi itu, MA berpandangan, pemerintah tidak konsisten dalam menetapkan jenis vaksin untuk pelaksanaan vaksinasi bagi masyarakat, khususnya terhadap umat Islam.

        Berdasarkan putusan MA, diatur dalam hak kebebasan beragama dan beribadah merupakan salah satu hak yang bersifat nonderogable, artinya tidak dapat dikurang-kurangi pemenuhannya oleh negara dalam kondisi apapun. 

        Atas norma tersebut, jelas dan tegas membebankan kewajiban kepada negara agar menjamin penghormatan dan perlindungan terhadap hak atas kebebasan beragama dan beribadah tersebut.

        Sejauh ini pemerintah terus mendorong agar masyarakat memenuhi kebutuhan vaksin booster. Tapi demikian, vaksin booster yang disediakan pemerintah tidak berlabel halal yakni seperti AstraZeneca.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ferry Hidayat

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: