Pendeta Katolik Terkemuka di Yerusalem Bikin Aparat Israel Irit Bicara karena...
Pendeta Katolik terkemuka di Yerusalem mengutuk tindakan pemukulan oleh polisi Israel terhadap pelayat yang membawa peti mati jurnalis veteran Aljazirah Shireen Abu Akleh. Para pendeta Katolik menyebut pihak berwenang Israel melanggar hak asasi manusia dan tidak menghormati Gereja Katolik.
Patriarch Latin, Pierbattista Pizzaballa pada Senin (16/5/2022) mengatakan, insiden yang menjadi viral di seluruh dunia itu merupakan penggunaan kekuatan yang tidak proporsional terhadap kerumunan ribuan orang, yang mengibarkan bendera Palestina. Mereka berjalan dari rumah sakit ke gereja Katolik terdekat di Kota Tua Yerusalem.
Baca Juga: "Banyak Orang yang Menyebut Singapura sebagai “Israel Asia Tenggara”
Pizzaballa menilai, tindakan polisi Israel ini merupakan pelanggaran berat terhadap norma dan peraturan internasional. Tindakat aparat Israel juga disebut termasuk pelanggaran hak asasi manusia untuk kebebasan beragama.
“Invasi polisi Israel dan penggunaan kekuatan yang tidak proporsional, dengan menyerang pelayat, memukul mereka dengan tongkat, menggunakan granat asap, menembakkan peluru karet adalah pelanggaran berat terhadap norma dan peraturan internasional,” kata Pizzaballa, dilansir Aljazirah, Selasa (17/5/2022).
Rumah Sakit St Joseph merilis rekaman kamera keamanan yang menunjukkan pasukan Israel menyerbu gedung tempat jenazah Abu Akleh disemayamkan. Serangan ini mengakibatkan 13 orang terluka.
Reporter Aljazirah, Imran Khan mengatakan, pihak rumah sakit bersama dengan otoritas gereja akan mengambil tindakan hukum terhadap otoritas Israel.
“Kemarahan di sini sangat jelas. Kami mendengar dari direktur jenderal (rumah sakit) mengatakan bahwa dalam 31 tahun, dia tidak pernah melihat yang seperti itu. Otoritas rumah sakit mengatakan sama sekali tidak ada alasan bagi (pasukan Israel) untuk masuk ke dalam,” ujar Khan.
Khan menambahkan, tiga kata untuk menggambarkan tindakan pasukan Israel tersebut adalah penggunaan kekerasan yang memalukan, tidak hormat, dan tidak proporsional. Polisi Israel sebelumnya menyatakan bakal melakukan penyelidikan atas perilaku petugas yang menyerang pelayat.
Namun, saudara laki-laki Shireen Abu Akleh, Anton Abu Akleh mengatakan, tidak ada yang bisa diharapkan dari pernyataan Israel soal penyelidikan tersebut.
“Polisi Israel awalnya mengatakan bahwa mereka bertindak atas instruksi keluarga, sesuatu yang Tony (Anton) katakan tidak pernah terjadi. Narasi polisi Israel telah benar-benar terkoyak" ujar Khan.
Serangan polisi Israel terhadap pelayat yang menghadiri pemakaman Abu Akleh pada Jumat (13/5) mengundang kecaman di seluruh dunia. Serangan ini menambah keterkejutan dan kemarahan terhadap pembunuhan Abu Akleh.
Abu Akleh (51 tahun) ditembak oleh militer Israel di bagian kepala ketika sedang meliput serangan di kamp pengungsi Jenin, di wilayah pendudukan Tepi Barat. Abu Akleh disebut sebagai jurnalis yang menyuarakan kesulitan hidup warga Palestina di bawah kekuasaan Israel. Saat ditembak Abu Akleh menggunakan rompi pelindung dengan tulisan "Press".
Baca Juga: PWI Pusat Kutuk Kekejian Israel Atas Pembunuhan Wartawan Palestina, Serukan Penyelidikan Independen
Militer Israel awalnya menuduh orang-orang bersenjata Palestina bertanggung jawab atas kematian Abu Akleh. Namun pernyataan militer Israel berubah. Mereka mengatakan, tidak diketahui siapa yang menembakkan peluru mematikan itu.
Menurut harian Israel, Haaretz, pihak berwenang Israel menginterogasi tentara yang diyakini telah menembakkan peluru itu. Militer Israel menyatakan, seorang tentara itu sedang duduk di dalam kendaraan yang berjarak 190 meter dan tidak melihat Abu Akleh.
Kecaman terhadap aksi pembunuhan terhadap Abu Akleh terus bermunculan. Persatuan masjid-masjid di Preston, Victoria, Australia, mengeluarkan pernyataan bersama yang mengutuk pembunuhan Abu Akleh.
Abu Akleh sangat dihormati atas liputannya tentang kehidupan Palestina di bawah kekuasaan Israel untuk saluran satelit Aljazirah selama 25 tahun terakhir. Kemarahan atas pembunuhan Abu Akleh pun meningkat setelah polisi anti huru hara Israel mendorong dan memukuli pengusung jenazah pada Jumat (13/5). Hal ini menyebabkan mereka secara tidak sengaja menjatuhkan peti mati pada awal prosesi pemakamannya di Yerusalem.
"Seorang jurnalis pemberani, cerdas, dan adil bernama Shireen Abu Akleh dibunuh dengan darah dingin oleh pasukan Israel di Jenin, Tepi Barat yang diduduki minggu ini," tulis pernyataan bersama tersebut dikutip di Asian Image, Selasa (17/5).
Mereka menyebut Abu Akleh merupakan sosok yang berani dan berupaya meliput penderitaan Palestina di tangan penjajah Israel selama hampir 25 tahun sebagai jurnalis Aljazirah. Ia merupakan seorang warga Palestina yang memiliki kewarganegaraan Amerika, tetapi ia memilih tinggal di Yerusalem Timur untuk meliput kisah-kisah yang berkaitan dengan Palestina tercinta.
"Shireen Abu Akleh adalah seorang Kristen Palestina. Namun sebagai Muslim kami berduka atas kehilangannya, kami berduka untuk keluarganya dan kami akan selamanya berterima kasih atas pelayanannya kepada rakyat Palestina. Dengan demikian, Masjid Preston menghormati ingatannya, martabatnya dan di atas semua itu integritas, keberanian, dan profesionalismenya dalam menjalankan pekerjaan sebagai jurnalis," lanjut pernyataan tersebut.
Anggota Komite Masjid e Saliheen, Ismail Timol mengatakan, pembunuhan yang merenggut nyawa Abu Akleh benar-benar tidak dapat diterima. Aksi tersebut harus dikutuk dengan cara yang paling keras.
"Selanjutnya serangan mengerikan pada prosesi pemakaman menunjukkan wajah jelek sebenarnya dari pendudukan Israel di Palestina," ucap dia.
Pernyataan bersama itu ditandatangani oleh 26 masjid yang berlokasi di Preston, Victoria. Beberapa di antaranya adalah Madina Masjid, Masjid Saliheen, Masjid Quba, Eldon Mosque, Boulevard Mussalah, City Mosque, dan Raza Mosque.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: