Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        5 Hoaks yang Bantu Marcos Jr Menangi Pilpres Filipina, Rezim Diktator Diklaim Zaman Keemasan

        5 Hoaks yang Bantu Marcos Jr Menangi Pilpres Filipina, Rezim Diktator Diklaim Zaman Keemasan Kredit Foto: Reuters/Eloisa Lopez
        Warta Ekonomi, Manila -

        Ferdinand Marcos Jr mengeklaim kemenangannya dalam pemilihan presiden (Pilpres) Filipina 2022 pada Rabu (11/5/2022). Dengan 98 persen suara yang telah dihitung, pria yang akrab dipanggil 'Bongbong' ini meraup 31 juta suara (58,74 persen). Sementara itu, pesaing sengitnya, Wakil Presiden Leni Robredo, harus puas dengan 14 juta suara (27,99 persen).

        Jika kemenangannya disahkan, keluarga Marcos akan kembali berkuasa setelah 30 tahun lebih mereka terpaksa melarikan diri dari negara itu secara memalukan. Pada 1986, terjadi revolusi Kekuatan Rakyat yang menggulingkan rezim Marcos setelah 21 tahun berkuasa. Selama dua dekade kekuasaan tersebut, pemerintahan Marcos diwarnai pelanggaran HAM dan korupsi yang meluas.

        Baca Juga: Pengamat: Filipina Picu Indonesia Berpikir soal Dinasti Diktator

        Kemenangan Bongbong di Pemilu Filipina terbaru ini menuai sejumlah kontroversi. Pasalnya, beredar hoaks yang dituding disebarkan oleh tim sukses Marcos Jr selama masa kampanye Pilpres. Hoaks tersebut telah menyesatkan para pemilih dengan informasi salah, tetapi berhasil mendongkrak popularitas sang putra diktator tersebut.

        Dilansir dari AFP, ini 5 hoaks di media sosial yang mendukung kemenangan Marcos Jr.

        1. Percobaan pembunuhan

        Dugaan upaya untuk membunuh Marcos Jr menggegerkan media sosial pada awal Februari, beberapa hari sebelum masa kampanye Pilpres dimulai. Isu ini bermula dari video yang diunggah di akun Facebook 'Anti bias' yang berulang kali menyerang saingan utama Marcos Jr, Leni Robredo, dan partai oposisinya. Ditonton lebih dari 3 juta kali, video itu menunjukkan laporan berita tentang lubang peluru di jendela kantor Marcos Jr.

        Namun, pemeriksa fakta AFP mendapati kalau video tersebut sudah beredar lebih dari 6 tahun lamanya. Itu diambil dari laporan berita yang diterbitkan oleh GMA News di akun media sosialnya pada Agustus 2015 ketika Marcos Jr menjadi senator.

        2. Diabaikan oleh media

        Saat masa kampanye, Marcos Jr menghindari sebagian besar wawancara media sekaligus pertanyaan wartawan di rapat umum. Namun, sejumlah unggahan di media sosial mengeklaim bahwa dialah yang diabaikan media.

        Menurut video yang diunggah di YouTube pada 16 Maret menegaskan kalau kampanye terbuka Marcos Jr di provinsi utara Nueva Ecija tak diliput oleh media. Video ini ditonton lebih dari 23 ribu kali setelah diunggah oleh kanal YouTube 'Showbiz Fanaticz' yang punya riwayat menyebar hoaks terkait Pemilu.

        Namun, kenyataannya berbeda. Media lokal ABS-CBN dan media berita lainnya, termasuk News5 dan OnePH, menyiarkan video kampanye terbuka itu.

        Selain itu, ada video lain yang menunjukkan Marcos Jr berbicara pada 2014 tentang upaya pembangunan kembali setelah Topan Super Haiyan. Dibagikan 12 ribu kali dan ditonton 555 ribu kali, banyak warganet berkomentar kalau pidato tersebut tak disiarkan oleh media.

        Namun, pemeriksa fakta AFP menemukan berbagai kantor berita telah menayangkan sebagian dari wawancara tersebut. Sementara itu, organisasi lainnya menerbitkan laporan berdasarkan pernyataannya.

        3. Zaman Keemasan

        Laman-laman pro-Marcos telah berusaha menggambarkan kediktatoran Ferdinand Marcos sebagai 'zaman keemasan' perdamaian dan kemakmuran, alih-alih rezim yang kejam dan korup yang memiskinkan negara itu.

        Salah satunya mengeklaim bahwa Filipina adalah negara terkaya kedua di Asia setelah Jepang selama rezim Marcos. Klaim tersebut diunggah di Facebook pada Maret 2020 dan dibagikan sekitar 300 kali.

        Namun, menurut para ahli, data ekonomi pada zaman Marcos menceritakan kisah yang sangat berbeda. Produk domestik bruto Filipina beranjak dari peringkat ke-5 di Asia pada awal pemerintahan diktator tersebut menjadi ke-6 pada 1985, saat negara itu mengalami resesi yang dalam.

        Unggahan lain di Facebook pada Oktober 2020 mengeklaim Marcos dan Jose Rizal mendirikan Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF).

        Klaim ini dibagikan hampir seratus kali. Padahal, kedua lembaga tersebut dibentuk pada 1944, 5 dekade setelah kematian Rizal dan 2 dekade sebelum Marcos terpilih sebagai presiden Filipina.

        4. Tak ada korupsi

        Mahkamah Agung Filipina menyatakan pada 2003 bahwa pendapatan sah Marcos dan istrinya, Imelda, selama 20 tahun berkuasa adalah USD 304.372,43. Namun, lebih dari USD 658 juta ditemukan di rekening bank Swiss mereka.

        Pengadilan pun memerintahkan mereka mengembalikan uang di bank Swiss itu kepada pemerintah. Ini baru sebagian kecil dari dugaan USD 10 miliar yang dijarah dari kas negara selama rezim.

        Namun, akun Facebook 'Ghee Vin Walker' mengeklaim pada 2018 bahwa tak ada pengadilan yang pernah memutuskan keluarga Marcos mencuri uang dari kas negara. Klaim ini dibagikan hampir 9 ribu kali.

        Banyak warga Filipina telah tertipu, sehingga percaya bahwa Marcos menghasilkan kekayaannya ketika ia menjadi pengacara, sebelum menjadi presiden. Salah satu klaim yang diunggah di laman Facebook 'Gabs TV' pada September 2020 menegaskan kalau Marcos menerima pembayaran emas besar-besaran dari klien pada 1949.

        5. Meremehkan pelanggaran HAM

        Amnesty International memperkirakan pasukan keamanan Marcos membunuh, menyiksa, memerkosa, memutilasi, atau menahan paksa sekitar 70 ribu oposisi. Namun, sebuah video menyesatkan yang diunggah di Facebook selama kampanye Pilpres 2022 untuk berusaha mengecilkan masalah pelanggaran HAM Marcos. 

        Video itu menunjukkan mantan Presiden Marcos menuduh kelompok HAM tersebut tak mengunjungi Filipina dan mengandalkan 'desas-desus' dalam menyusun laporan pelanggaran HAM selama rezimnya. Video ini dibagikan lebih dari 3 ribu kali dan dilihat 184 ribu kali.

        Padahal, sejumlah catatan sejarah menunjukkan Amnesty International mengunjungi Filipina setidaknya 2 kali selama kepresidenan Marcos.

        Kongres Filipina rencananya akan bersidang pada akhir Mei untuk menetapkan hasil Pemilu. Kemudian, mereka akan mengumumkan secara resmi pemenang Pemilu, termasuk presiden baru Filipina.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: