Berani! Presiden Filipina Putus Hubungan dengan Mahkamah Internasional
Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. telah memutuskan hubungan pemerintahnya dengan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) setelah mahkamah tersebut menolak permohonan untuk menghentikan penyelidikan atas penumpasan berdarah yang dilakukan oleh pendahulunya terhadap para pengedar narkoba.
"Itu mengakhiri semua keterlibatan kami dengan ICC," kata Marcos kepada para wartawan pada hari Selasa (28/3/2023) di Manila.
Baca Juga: Kantor Mahkamah Internasional Mau Dirudal Rusia, Putin Mau Mulai Perang Dunia?
"Pada titik ini, pada dasarnya kami melepaskan diri dari segala kontak, komunikasi apa pun," tegasnya, dikutip RT.
Keputusan ini diambil setelah ICC, yang berbasis di Den Haag, pekan lalu menolak permintaan pemerintah Filipina untuk membatalkan penyelidikannya atas dugaan eksekusi dan penyembunyian oleh polisi selama perang melawan narkoba yang dilancarkan oleh mantan Presiden Rodrigo Duterte.
Pengadilan membuka kembali penyelidikan tersebut pada bulan Januari setelah menangguhkannya pada tahun 2021 atas permintaan Manila, yang mengaku melakukan penyelidikan sendiri.
"Kami tidak dapat bekerja sama dengan ICC mengingat pertanyaan yang sangat serius tentang yurisdiksi mereka dan tentang apa yang kami anggap sebagai campur tangan dan serangan praktis terhadap kedaulatan republik ini," kata Marcos.
Duterte menarik Filipina dari perjanjian pendirian ICC pada tahun 2018. Putrinya, Sara Duterte, yang kini menjabat sebagai wakil presiden Filipina, adalah pasangan Marcos dalam pemilihan presiden tahun lalu.
Marcos, putra mantan diktator Filipina Ferdinand Marcos, meraih kekuasaan dengan kemenangan besar pada bulan Mei lalu.
ICC disebut sebagai pengadilan pilihan terakhir yang menyelidiki dan menuntut kejahatan dalam kasus-kasus di mana negara-negara tidak mampu atau tidak mau melakukan pekerjaan itu sendiri.
Pengadilan telah menegaskan bahwa bahkan ketika sebuah negara menarik diri dari piagam, ICC dapat menyelidiki kejahatan yang dilakukan ketika negara tersebut masih menjadi anggota.
Para pejabat Filipina berargumen bahwa otoritas penegak hukum mereka sendiri mampu menyelidiki tuduhan-tuduhan terkait perang narkoba Duterte, yang dilaporkan telah menewaskan lebih dari 7.700 orang.
Menardo Guevarra, jaksa agung Filipina, mengklaim pada tahun 2021 bahwa para penyelidik pemerintah telah mengidentifikasi kemungkinan aktivitas kriminal yang dilakukan oleh lebih dari 150 petugas polisi.
Duterte bersikeras bahwa dia tidak memberikan perintah untuk membunuh tersangka narkoba, selain ketika polisi bertindak untuk membela diri. Dia mengatakan pada tahun 2021 bahwa dia bersedia untuk diadili di Filipina, tetapi dia tidak akan berdiri di depan "binatang" ICC.
Pada tahun 2016, presiden Duterte menyebut ancaman ICC untuk memenjarakannya sebagai "omong kosong," dan dia mengecam AS karena mengancam akan mengadilinya di pengadilan, meskipun faktanya Washington bahkan tidak menandatangani perjanjian dengan pengadilan tersebut.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Advertisement