Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        BKKBN: Banyak Anak dalam Satu Keluarga, Penyumbang Stunting Tinggi

        BKKBN: Banyak Anak dalam Satu Keluarga, Penyumbang Stunting Tinggi Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menilai jumlah anak banyak dalam satu keluarga sebagai penyumbang tingginya angka prevalensi stunting.

        Hal tersebut disampaikan Kepala BKKBN dr. Hasto Wardoyo, Minggu (05/06/2022) menanggapi viralnya “kampung banyak anak” di Kampung Siderang Legok, Desa Cintanagara, Kecamatan Cigedug, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat.

        Baca Juga: Dukung Pencegahan Stunting, Asian Agri Bagikan Vitamin dan Suplemen Bagi Bumil dan Balita

        Di kampung yang mayoritas warganya bekerja sebagai petani musiman itu, rata-rata satu keluarga memiliki anak lebih dari 10 orang dari satu pasangan suami-istri.

        “Ini adalah hal persoalan serius yang harus disikapi dan dicarikan jalan keluarnya. Provinsi Jawa Barat memiliki populasi tertinggi di Pulau Jawa dan Jawa Barat juga memiliki prevalensi stunting tinggi dengan angka 24% lebih,” kata Hasto dalam keterangan tertulisnya, Selasa (7/6/2022).

        Menurut Hasto, fenomena kampung banyak anak tersebut memiliki korelasi dengan angka prevalensi stunting di Jawa Barat yang tinggi. “Jawa Barat masuk dalam 12 provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi,” kata Hasto.

        Baca Juga: Bukan Anies Baswedan! Ternyata Ini Sikap Habib Rizieq Terkait Dukungan untuk Capres 2024, Simak!

        Tingginya prevalensi stunting di Jawa Barat menurut Hasto disebabkan karena jumlah anak yang banyak dalam satu keluarga, rentang waktu kelahiran yang cukup rapat, serta pernikahan dini.

        “Data yang diperoleh BKKBN, selama pandemi Covid-19, pernikahan dini di Jawa Barat jumlahnya mengalami peningkatan. Padahal perkawinan usia dini menyebabkan tingginya risiko kematian ibu dan bayi yang dilahirkan serta bayi  yang stunting karena ketidakcukupan nutrisi selama kehamilan,” jelas Hasto.

        Stunting yakni kondisi gagal tumbuh akibat kekurangan gizi, infeksi berulang, dan stimulasi lingkungan yang kurang mendukung. Kondisi ini berefek jangka Panjang hingga lanjut usia. Stunting berdampak sangat buruk bagi masa depan anak-anak.

        Baca Juga: Upaya Pemulihan Ekonomi, Kemendag Punya Misi Dagang dan Promosi Produk Indonesia di Korea Selatan

        Berdasarkan pendataan yang dilakukan BKKBN, hingga saat ini satu dari empat balita di Indonesia mengalami stunting. Bahkan ada 21,9 juta keluarga dari 66,4 juta keluarga di Indonesia yang berisiko stunting.

        Karena itu Hasto mengajak masyarakat untuk membuang jauh pola pikir “banyak anak itu banyak rejeki”.

        “Kondisi saat ini sangat berbeda dengan dahulu. Sekarang kalau banyak anak maka banyak masalah,” kata Hasto.

        Baca Juga: Beres Formula E, Giring Ganesha Langsung Hajar Anies Baswedan: Kemacetan, Banjir...

        Provinsi Jawa Barat menurut data di BKKBN memiliki TFR (total fertility rate) tertinggi di Indonesia. Karena itu Hasto berharap Pemerintah Provinsi Jawa Barat terus mempertahankan dukungannya terhadap Penyuluh KB non-PNS.

        Hasto menjelaskan, masyarakat perlu memperbarui paradigma tentang KB (keluarga berencana).

        “Masyarakat jangan hanya berpikir kalau KB itu kaitannya dengan alat kontrasepsi. Masyarakat harus berpikir bahwa KB adalah perencanaan keluarga dan juga perencanaan masa depan anak-anak,” jelas Hasto.

        Baca Juga: Anak Buah Megawati Tegaskan Sikap, Nggak Takut Kehilangan Suara Loyalis Jokowi: Suara PDIP Bukan...

        Hasto juga mengatakan banyaknya anak dalam satu keluarga bukanlah merupakan bonus demografi.

        Menurut Hasto, bonus demografi bisa dicapai jika jumlah penduduk yang produktif lebih banyak dibanding jumlah penduduk yang tidak produktif. Bonus demografi itu menghasilkan kesejahteraan.

        “Jadi jika dalam satu keluarga punya banyak anak namun yang bekerja hanya satu orang, misalnya hanya bapaknya saja dan yang lain menjadi tanggungan karena masih kecil-kecil dan belum bisa bekerja maka itu bukanlah bonus demografi. Ini malah malapetaka demografi,” jelasnya.

        Baca Juga: Sebut Formula E Gak Sukses, Giring Ganesha: Tanya Dong, Untung atau Rugi!

        Lebih jauh Hasto menjelaskan Pemerintah telah menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) nomor 3 tahun 2022 tentang Kampung Keluarga Berkualitas (Kampung KB). Implikasi dari adanya Inpres Kampung KB ini maka akan tercipta unit-unit keluarga yang mandiri, tenteram, dan damai

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Ayu Rachmaningtyas Tuti Dewanto
        Editor: Aldi Ginastiar

        Bagikan Artikel: