Kinerja emiten rokok dengan tingkat kapitalisasi pasar menengah yang tumbuh positif pada kuartal-1 2022 (year on year). Sejumlah analis menilai hal tersebut terutama didorong fenomena peralihan konsumen ke produk rokok yang lebih murah (downtrading) dan insentif yang mereka peroleh dari tarif cukai yang lebih rendah.
Laba bersih PT Indonesian Tobacco Tbk (ITIC) kuartal-1 2022 naik signifikan hingga 116% menjadi Rp3,79 miliar dibandingkan periode yang sama tahun 2021. PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM) juga mampu menaikkan penjualan bersihnya hingga 32,6% menjadi Rp757,53 miliar dibandingkan kuartal-1 2021 yang hanya sebesar Rp571,06 miliar.
Baca Juga: Belum Setahun Berlayar di Bursa, Emiten Ini Sudah Bagi-bagi Cuan Puluhan Miliar Rupiah ke Investor
Kepala Riset Praus Capital Marolop Alfred Nainggolan mengatakan, pertumbuhan kinerja perusahaan rokok Golongan 2 ini terjadi karena beban cukainya yang tidak sebesar perusahaan Golongan 1.
"Dibandingkan perusahaan Golongan 1, tarif cukai Golongan 2 itu jauh lebih rendah. Ada selisih tarif yang sangat lebar antara kedua golongan tersebut," kata dia kepada wartawan, dalam keterangan tertulis yang diterima, Kamis (9/6/2022).
Menurut Marolop, selisih tarif ini memberikan perbedaan sangat signifikan dari sisi biaya operasional, khususnya beban cukai yang harus dibayarkan perusahaan Golongan 1. Tidak heran jika perusahaan berupaya menekan efek kenaikan cukai dengan berbagai cara.
Baca Juga: Konsumsi Rokok di Indonesia Sangat Mengkhawatirkan, Ini Faktanya
Selisih tarif yang lebar hingga 40% membuka kesempatan perusahaan Golongan 1 mengejar nilai cukai yang lebih rendah di Golongan 2. Selain itu, perusahaan memproduksi produk rokok yang murah agar tetap terjangkau konsumen sekaligus meningkatkan penjualan.
Dalam dua tahun terakhir, beberapa perusahaan besar di Golongan 1 telah berubah menjadi Golongan 2. Tahun lalu, PT Nojorono Tobacco dan Korea Tomorrow & Global Corporation (KT&G) memutuskan berpindah golongan dari 1 ke 2. Yang terbaru, PT Bentoel Internasional Investama Tbk (RMBA) yang telah mengumumkan akan go private berpindah ke Golongan 2 mulai tahun 2022.
Keputusan ini membuat anak usaha British American Tobacco tersebut berhasil membalik kerugian pada Q1 2021 menjadi laba bersih sebesar Rp4,29 miliar di Q1 2022. Padahal, pendapatan Bentoel turun sebesar 18,01% menjadi Rp1,82 triliun. Pada kuartal pertama 2021, pendapatan RMBA tercatat sebesar Rp2,22 triliun.
Beban cukai dan pajak RMBA turun drastis dari periode sebelumnya karena adanya perubahan tarif tersebut. Tercatat di laporan keuangan, beban cukai dan pajak RMBA di kuartal-1 2022 sebesar Rp686,4 miliar, turun hampir 40% dibandingkan periode yang sama tahun 2021 sebesar Rp1,11 triliun.
Baca Juga: Cukai Tembakau Tak Pengaruhi Konsumsi Rokok? Ini Pendapat Komnas Pengendalian Tembakau
"Fenomena turun golongan memang lebih menguntungkan bagi perusahaan rokok karena meningkatkan penjualan, tetapi memicu konsumen lebih banyak membeli rokok murah," terang Marolop.
Pengamat Pasar Modal dari Asosiasi Analis Efek Indonesia Reza Priyambada menilai kebijakan kenaikan cukai akan terus menjadi tantangan industri rokok.
Baca Juga: Selain Merokok, Obesitas dan Stress Dapat Merusak Kesehatan Paru-Paru
"Di satu sisi, industri rokok menjadi target pajak karena potensinya yang besar, tapi di sisi lain ini juga menjadi momok bagi industri rokok karena harus membayar pajak yang sangat besar," ujarnya.
Dia menjelaskan makin besar golongan perusahaan, makin besar pula target cukainya. "Maka pilihannya tingkatkan produksi dan penjualan untuk dapat meng-cover tarif cukai dan biaya-biaya lainnya atau turun kelas agar bayar tarif cukainya bisa lebih rendah," pungkas Reza.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ayu Almas
Tag Terkait: