Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Mendukung Peran Penting Hulu Migas dalam Transisi Energi dan Perekonomian Indonesia

        Mendukung Peran Penting Hulu Migas dalam Transisi Energi dan Perekonomian Indonesia Kredit Foto: Istimewa
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Transisi energi yang tengah gencar dilakukan di Indonesia dipastikan tidak akan menggeser peran energi fosil baik minyak maupun gas bumi. Sampai beberapa tahun bahkan puluhan tahun mendatang peran migas masih sangat vital untuk memenuhi kebutuhan energi Indonesia, termasuk menggerakkan perekonomian nasional. 

        Sayangnya lapangan–lapangan migas yang saat ini berproduksi umurnya sudah sangat tua  (mature) yang mempengaruhi keekonomian proyek maupun lapangan migas tersebut.

        Pemerintah masih optimistis produksi migas masih bisa ditingkatkan melalui investasi yang dalam praktiknya tidak mudah. Salah satu usaha yang harus dilakukan adalah memberikan insentif bagi kegiatan usaha hulu migas.

        Demikian benang merah yang mengemuka pada webinar yang diselenggarakan Reforminer Institute bertajuk “Kebijakan Insentif untuk Mendukung Peran Penting Industri Hulu Migas dalam Transisi Energi dan Perekonomian Indonesia”, Rabu (15/6/2022). 

        Hadir sebagai narasumber adalah Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PKS Dr Mulyanto, Anggota Dewan Energi Nasional Satya W Yudha, Sekretaris SKK Migas Dr Taslim Z Yunus, dan Direktur Eksekutif Reforminer Institute Dr Komaidi Notonegoro.

        Mulyanto mengungkapkan produksi migas harus terus didorong meskipun ada anggapan migas sudah habis masanya tapi pada kenyataannya migas berdampak langsung terhadap perekonomian Indonesia. Selain itu, di tengah kondisi sekarang saat harga minyak tinggi, negara juga menikmati keuntungan tersebut.

        “Akhir-akhir ini dengan harga minyak naik sudah tentu hilir tertekan, hulu ini menambah suasana kondusif. Harga naik, investasi diharapkan naik, harganya naik. Dugaan ini terkonfirmasi Pertamina di hulu makin bagus. Bu Sri Mulyani (Menkeu) mengakui migas berikan tambahan cukup besar PNBP maupun pajak ke pendapatan negara,” jelas Mulyanto.

        Dewan Perwakilan Rakyat, menurut Mulyanto, bahkan mendorong pemerintah untuk lebih serius dalam mengejar target lifting migas sebesar 1 juta barel per hari (BPH) dan 12 ribu juta kaki kubik per hari (MMscfd). Salah satunya dengan menjadikan target tersebut dituangkan dalam regulasi yang jelas. 

        “Target 1 juta bph itu jadikan Peraturan Presiden (Perpres) atau Instruksi Presiden (Inpres). Kalau ada itu, dorongan kuat dari sisi keuangan,” ujar dia.

        Satya Yudha menuturkan transisi energi perlu dilakukan secara bertahap. Hal itu otomatis membuat hulu migas masih sangat diperlukan. Menurut dia cara tepat dalam pengembangan energi fosil atau migas adalah dengan memperhatikan keseimbangan pengembangan hulu migas dengan penurunan emisi melalui penggunaan energi. 

        “Teman-teman di industri migas tidak usah khawatir dengan kehadiran EBT, kita masih gunakan fosil tapi dengan teknologi bersih,” ujar Satya.

        Dia menegaskan, DEN terus mendorong perbaikan iklim investasi migas agar investor betah berinvestasi di Indonesia dengan memonetisasi dari lapangan yang ada. DEN mewanti-wanti agar produksi migas jangan terus turun. Pasalnya, berdasarkan skenario yang telah disusun oleh DEN, gas menjadi backbone dalam strategi transisi energi di Indonesia. 

        “Migas masih jadi andalan sampai EBT siap mengambil sehingga tren migas ke depan bisa menuju energi lebih bersih,” ungkap Satya.

        Dalam transisi energi menuju net zero emission, porsi energi fosil dalam bauran energi Indonesia pada tahun 2060 mendatang diproyeksikan masih akan sekitar 34% persen.

        Gas bumi diproyeksi memiliki kontribusi besar dalam bauran energi primer Indonesia. Melalui RUEN pemerintah memproyeksikan kebutuhan gas bumi dalam negeri pada 2050 sebesar 25.869,1 MMSCFD.

        Taslim Z Yunus mengungkapkan dalam outlook kebutuhan energi Indonesia menunjukkan bahwa masih ada ruang bagi industri migas untuk terus tumbuh. Apalagi pemerintah telah memberikan beberapa insentif kepada beberapa kontraktor kontrak kerja sama (KKKS). “Target kami pada 2030 produksi minyak mencapai 1 juta BOPD dan gas 12 BScf,” katanya.

        Upaya pemerintah untuk mencapai target produksi tersebut salah satunya dilakukan melalui pemberian paket insentif hulu migas yang meliputi penundaan sementara pencadangan biaya kegiatan pasca operasi atau abandonment and site restoration (ASR); penundaan atau penghapusan PPN LNG (penyerahan barang kena pajak tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan PPN); pembebasan biaya pemanfaatan barang milik negara (BNN) sepanjang masih digunakan untuk kegiatan usaha hulu migas; penundaan atau pengurangan hingga 100% atas pajak – pajak tidak langsung; memberikan insentif hulu migas, diantaranya depresiasi dipercepat, perbaikan split untuk KKKS, dan DMO price yang lebih baik; gas dapat dijual dengan harga market untuk semua skema di atas Take or Pay dan DCQ; menghapuskan biaya pemanfaatan kilang LNG Badak USD 0,22 per MMBTU; pembebasan branch profit tax apabila reinvestasi profit (dividen) ke Indonesia; dukungan dari Kementerian yang membina industri pendukung hulu migas (baja, rig, jasa dan service) bagi industri penunjang kegiatan hulu migas.

        Komaidi Notonegoro menyatakan semua pihak sudah sepakat bahwa industri hulu migas masih sangat penting dan kini tinggal bagaimana mengelolanya secara bijaksana. Indonesia harus belajar dari beberapa negara seperti Brazil, Australia, dan Kanada yang memberikan insentif kepada operator  sehingga produksi migas di ketiga negara tersebut  ikut meningkat. Hal ini pada gilirannya juga meningkatkan penerimaan negara dari sektor tersebut.

        Kajian yang dilakukan Reforminer memperlihatkan bahwa dari 185 sektor industri di Indonesia, sekitar 145 sektor atau 70-80 %, memiliki keterkaitan dengan sektor hulu migas. Index multiplier effect mencapai 39. Jadi setiap investasi migas memberikan dampak 3,9 kali dalam perekonomian kita.

        Menurut Komaidi, sektor hulu migas masih berperan penting bagi perekonomian nasional kendati ada transisi energi melalui pengembangan energi baru dan terbarukan. Apalagi, banyak produk derivatif yang dihasilkan dari minyak dan gas. 

        “Kalau mau melangkah ke trabsisi energi tentu banyak hal-hal detail perlu bijak dalam melihatnya,” katanya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ferry Hidayat

        Bagikan Artikel: