Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Tokoh MUI Angkat Bicara Soal Khilafatul Muslimin: Sesungguhnya Khilafah Itu....

        Tokoh MUI Angkat Bicara Soal Khilafatul Muslimin: Sesungguhnya Khilafah Itu.... Kredit Foto: Antara/Antara
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Marsudi Syuhud, ikut mengomentari perihal keberadaan Khilafatul Muslimin. Marsudi memamparkan bahwa kata khilafah sesungguhnya masih netral, yakni memiliki arti sebuah kepemimpinan negara dan Indonesia memiliki model khilafah yang berdasarkan Pancasila.

        "Kata khilafah sesungguhnya masih netral yang berarti adalah sebuah kepemimpinan negara. Nah, kita (Indonesia) sesungguhnya di negara Pancasila sudah disebut juga khilafah. Dengan demikian model-model khilafah itu, model-model negara itu adalah sebuah pilihan," kata Marsudi di Kantor MUI, Jakarta, Jumat (17/6/2022). 

        Marsudi menyebut setiap negara memiliki model kepemimpinan sesuai pilihan negara masing-masing. Sementara di Tanah Air, para kyai dahulu kala telah menentukan khilafahnya, yaitu mujahadah wathoniyah atau kesepakatan bersama.

        Baca Juga: Mengejutkan! Polisi Ungkap Fakta Baru: Khilafatul Muslimin Lanjutkan Perjuangan NII Kartosuwiryo

        "Ketika sebuah pilihan seperti pilihannya mau makan nasi goreng atau mau makan nasi dengan sambel, atau makan ubi itu tiga-tiganya halal semua. Atau mau makan halal yang apa, boleh semua," papar Marsudi.

        "Seperti Indonesia para Kyai dulu menentukan ini khilafah nya ini mujahadah watoniyah atau kesepakatan bersama, kita sudah memilih itu. Karena sudah memilih itu, kita wajib menjaganya," sambung Marsudi.

        Tokoh Nahdlatul Ulama itu mengatakan ketika Khilafah Utsmaniyah atau dikenal dengan Kesultanan Turki Utsmani pada 3 Maret 1924 runtuh, para kiai di masing-masing negara berijtihad memikirkan sebuah negara. Adapun para kyai di Indonesia telah memutuskan mengambil model khilafah NKRI yang berdasarkan Pancasila.

        "Malaysia ketemu negara model Malaysia, di Brunei ketemu negara model Brunei, di Mesir ketemu model negara Mesir, begitu seterusnya. Di Indonesia sudah mengambil model khilafah NKRI yang berdasarkan Pancasila," ungkap Marsudi.

        Karena itu Marsudi mengingatkan bahwa model khilafah di Indonesia yakni NKRI yang berdasarkan Pancasila. Sehingga pemerintah dan semua anak bangsa harus saling menjaga NKRI dan Pancasila dengan baik.

        "Kalau tidak mau menjaganya maka akan kocar-kacir. Kalau masih ingin milih Ini milih itu. Ini hanya sebuah pilihan jika pun itu semua pilihan-pilihannya yang baik dan halal semua kita sudah memilih ini, maka itu tinggal dijaga," tutur dia.

        Ketika ditanya apakah ormas-ormas Islam harus merangkul Khilafatul Muslimin, Marsudi menekankan perlunya pemahaman bahwa khilafah yang di Indonesia yakni NKRI yang berdasarkan Pancasila.

        "Jadi negara ini akan kuat bila terintegrasi, maka kalau kita bisa mengintegrasikan nilai, nilai berangkat dari MUI untuk diintegrasikan bahwa negara NKRI yang berdasarkan pancasila adalah termasuk khilafah," katanya.

        Sebelumnya, Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa'adi menyebut Khilafatul Muslimin tak terdaftar di Kementerian Agama. Begitu juga sebagai lembaga pendidikan, dakwah dan sosial keagamaan, Khilafatul Muslimin juga tidak terdaftar di Kemenag.

        "Khilafatul Muslimin merupakan gerakan keagamaan yang gigih mempropagandakan dan mengampanyekan sistem khilafah di NKRI dan ingin mengganti konsep negara Pancasila dan NKRI yang sudah menjadi kesepakatan bangsa. Sehingga gerakan tersebut harus segera ditindak karena dapat mengancam keselamatan negara," ucap Zainut.

        Zainut menuturkan menurut keputusan Ijtima' Ulama Komisi Fatwa MUI Tahun 2006 di Pondok Pesantren Gontor Ponorogo bahwa pendirian negara NKRI adalah upaya final bangsa Indonesia.

        Untuk hal itu, kata Zainut, segala bentuk penghianatan terhadap kesepakatan bangsa dan pemisahan diri (separatisme) dari NKRI yang sah, dalam pandangan Islam termasuk bughat. Sedangkan bughat adalah haram hukumnya dan wajib diperangi oleh negara.

        Masalah khilafah kata Zainut sering dipahami oleh sebagian orang secara salah. "Seakan khilafah itu hanya satu-satunya konsep pemerintahan yang sesuai dengan ajaran Islam dan wajib hukumnya untuk diperjuangkan dan ditegakkan," paparnya.

        Sementara konsep pemerintahan selain khilafah dianggap salah dan sesat. Bahkan kata Zainut ada yang menganggap sebagai thaghut (berhala) yang harus diperangi.

        "Pemahaman seperti itu adalah pemahaman berdasarkan pada teks al-Hadits dan al-Qur'an secara harfiyah dan tekstual. Tidak memahami teks al-Hadits dan al-Qur'an secara substantif dan kontekstual. Sehingga menjurus pada pemahaman yang sempit, menyesatkan dan bisa membahayakan kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara," tuturnya.

        Selain itu, Zainut menyebut ijtima' ulama Komisi Fatwa MUI 2021 lalu, menyatakan khilafah bukan satu-satunya model atau sistem pemerintahan yang diakui dan dipraktikkan dalam Islam.

        Lanjut Zainut, dalam dunia Islam terdapat beberapa model/sistem pemerintahan seperti monarki, keemiran, kesultanan, dan republik.

        "Indonesia sendiri memilih sistem pemerintahan republik berdasarkan pancasila dan itu sah menurut syariat Islam," ungkapnya.

        Wakil Dewan Pertimbangan MUI Pusat itu menegaskan konsep Khilafah yang diusung oleh kelompok seperti ISIS, HTI dan kelompok Khilafatul Muslimin bertentangan dengan konsep NKRI.

        Bahkan konsep tersebut akan menimbulkan benturan antarkelompok di Indonesia dan mengancam kelangsungan NKRI sebagai hasil konsensus nasional para pendiri bangsa Indonesia.

        Karena itu, Zainut mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk tidak mudah terpengaruh oleh propaganda dan kampanye khilafah oleh kelompok apapun.

        "Percayalah bahwa konsep negara Pancasila adalah bentuk final dari hasil ijtihad para ulama yang paling pas dan sesuai dengan bangsa Indonesia yang plural, bhinneka dan beragam baik suku, ras, budaya, bahasa dan agama," katanya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Lestari Ningsih

        Bagikan Artikel: