Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Harga Pertalite di Indonesia Dibandingkan dengan Negara Lain, Ketua DPD RI LaNyalla Mattalitti Singgung Penghasilan Masyarakat Indonesia

        Harga Pertalite di Indonesia Dibandingkan dengan Negara Lain, Ketua DPD RI LaNyalla Mattalitti Singgung Penghasilan Masyarakat Indonesia Kredit Foto: Instagram/La Nyalla Mattalitti
        Warta Ekonomi, Mekkah -

        Pernyataan Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati soal harga BBN Subsidi jenis Pertalite mendapat sorotan tajam. Belakangan pembahasan mengenai Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi ini memang ramai diperbincangkan khususnya dibandingkan dengan harga di negara lain.

        Widyawati berkelakar seharusnya harga Pertalite adalah Rp17.200/liter. Pernyataan tersebut dikritisi Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) LaNyalla Mattalitti. Kata pembanding "seharusnya" menurut LaNyalla sangat tidak tepat.

        Menurut LaNyalla, jika menggunakan logika berpikir “seharusnya” maka seharusnya mayarakat Indonesia tidak hidup susah.

        "Jangan lagi pakai kata ‘seharusnya’, karena kalau pakai kata ‘seharusnya’, maka semua hal juga harus pada posisi ‘seharusnya’. Termasuk pendapatan per kapita masyarakat Indonesia, seharusnya tidak berada di bawah Singapura, Brunei, Malaysia dan Thailand di Asia Tenggara," ujar La Nyalla dalam keterangan resmi, dikutip Selasa (12/7/22).

        Baca Juga: Gugatan Presidential Threshold Ditolak MK, Ucapan Ketua DPD RI LaNyalla Luar Biasa

        Tak berhenti sampai di situ, LaNyalla juga menyoroti soal gaji para pimpinan pertamina yang menurutnya bisa mencapai angka miliaran.

        Menurutnya, seharusnya penghasilan yang besar tersebut bisa dikurangi mengingat masyarakat menurut data sampai 150-an juta berpenghasilan Rp30 ribu/hari.

        “Data yang dirilis ekonom Anthony Budiawan jelas menyebut masih ada 150 juta lebih penduduk Indonesia dengan penghasilan 30 ribu rupiah per hari. Inikan juga ‘seharusnya’ meningkat, jika kita bicara menggunakan kata ‘seharusnya’,” beber LaNyalla.

        Oleh karena itu, lanjutnya, membandingkan sesuatu itu harus apple to apple. Jangan bandingkan harga BBM dengan negara yang pendapatan per kapitanya jauh berbeda. Atau membandingkan dengan negara yang public transport-nya sudah beres.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Bayu Muhardianto

        Bagikan Artikel: