Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Ingat Nasib HRS Usai Pilpres 2019: 'Kaya Mendorong Mobil Mogok, Jagoannya Lari Kencang Dapat Sesuatu, Pendukungnya Ditinggalkan Begitu Aja'

        Ingat Nasib HRS Usai Pilpres 2019: 'Kaya Mendorong Mobil Mogok, Jagoannya Lari Kencang Dapat Sesuatu, Pendukungnya Ditinggalkan Begitu Aja' Kredit Foto: IST
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Habib Rizieq Shihab kembali menjadi perbincangan lagi usai dinyatakan bebas bersyarat beberapa waktu lalu. Kejelasan sikap Habib begitu dinantikan terkait siapa capres yang akan didukungnya di Pemilihan Presiden 2024.

        HRS, dinilai masih jadi magnet politik, terutama bagi pihak yang kontra pemerintah. Meski demikian, eks pentolan Front Pembela Islam (FPI) itu diingatkan untuk hati-hati menjatuhkan pilihan politiknya, agar tidak terulang lagi saat ia ditinggalkan oleh calon yang didukungnya, yakni Prabowo Subianto yang memilih menerima kursi empuk menjadi pembantu Presiden Jokowi.

        "Mestinya ulama dan tokoh agama hati-hati memilih untuk dukungan politik, cukup sudah 2019 jadi pengalaman penting ketika jagoannya kalah, dan gabung dengan koalisi pemerintah," kata Direktur Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno.

        Ia mengaku miris dengan totalitas para ulama dan kelompok Habib Rizieq yang tulus ikhlas mendukung Prabowo yang dianggap sebagai pro Ulama dengan kesamaan visi yakni menegakan amar maruf nahi munkar (menegakan kebenaran dan mencegah kemungkaran).

        "Para ustadz dan ulama mengorbankan segala-galanya, termasuk membangun framing isu tapi mereka gak ada dapat apa-apa. Pada saat yang bersamaan dicampakan begitu saja bahkan dianggap penumpang gelap," tambahnya.

        Ia menilai harus dipahami betul oleh kelompok HRS bahwa kepentingan mereka sangat jauh berbeda dengan tujuan partai politik yang hanya mengejar kekuasaan.

        "Ketika teman-teman ulama berjuang di ranah yang suci dan kemudian dikonversi jadi dukungan kepada partai politik itu dua ranah berbeda. Amar mahruf itu berjuang penegakan keadillan lilahitala tanpa pamrih apapun. Tapi bagi parpol perjuangan harus berbuah manis berupa kursi kekuasaan politik dan jabatan politik strategis. itu sangat berbeda," terangnya.

        "Saya miris begitu banyak ulama terjun mendukung tapi gak dapat apa-apa. Dalam menentukan pilihan politik sekarang harus mikir untung rugi, jangan lagi mikir keadilan-keadilan yang sifatnya melangit dan surga, karena parpol ketika sudah dapat kursi empuk pasti akan dilupakan," tambahnya.

        Untuk itu, pengalaman Pilpres 2019 ketika ia ditinggalkan begitu saja oleh Prabowo usai mati-matian berjuang mendukungnya harus menjadi bahan evaluasi yang sangat penting bagi Habib Rizieq dan kelompoknya.

        Agar jangan sampai ketika sudah berjuang total tapi ketika yang didukungnya membelot ke rivalnya, maka ditinggalkan begitu saja.

        "Kelompok HRS di Pilpres 2019 itu ditinggalkan oleh jagoan yang diusung, itu memang harus jadi evaluasi penting, ingat logika partai dan ulama itu berbeda. karena kepentingan mereka berbeda.

        "Belum tentu nilai-nilai keadilan akan diperjuangkan, gak ada hitam di atas putihnya. Mending HRS dan kelompoknya jadi gerakan moral saja, tanpa harus mendukung calon tertentu, karena kecenderungan politisi itu kalau sudah dapat apa yang diinginkan (jabatan) ya sudah ditinggalkan begitu saja, macam orang yang mendorong mobil mogok, ketika sudah mendapatkan sesuatu, mereka lari kencang mendapatkan sesuatu itu, kemudian yang mendorong ditinggalkan begitu saja," tutupnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ferry Hidayat

        Bagikan Artikel: