Mahathir Dituduh Terima Duit Rp8,7 Miliar dari Perusahaan Malaysia, Ongkos Politik?
Mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad dituduh menerima uang sumbangan politik dari sebuah perusahaan di negara itu. Namun dengan tegas Mahathir membantah tuduhan itu.
Mahathir menantang bukti untuk tudingan donasi politik itu dari Ultra Kirana Sdn Bhd (UKSB), yang katanya telah diberikan untuk Partai Pribumi Bersatu Malaysia (BERSATU) usai Pemilihan Umum ke-14.
Baca Juga: Kata Mahathir, Dia Gak Memaksa Malaysia Klaim Kepulauan Riau, Begini Klarifikasinya
Mahathir, yang mengundurkan diri sebagai PM pada 2020, sebelumnya meninggalkan BERSATU sebagai protes atas koalisi barunya dengan UMNO. Ia pun telah membentuk partai baru, Partai Pejuang Tanah Air.
"Saya tidak terima (uangnya). Kalau dia bisa menunjukkan bukti, saya terima, mudah saja mengatakannya.
"Kalau ada yang memberi uang, tunjukkan siapa yang memberi, saya tidak pernah menerima uang itu," kata Mahathir dalam konferensi pers usai menggelar pertemuan dengan operator kapal wisata di Dermaga Tanjung Rhu.
Menurut Mahathir, pihak yang mengeklaim menerima dana tersebut harusnya tampil dengan bukti dan bukan omong kosong belaka.
Mahathir, yang sejak tahun 2018 menjadi anggota parlemen Langkawi, juga mengaku siap diperiksa oleh Komisi Antikorupsi Malaysia (MACC) terkait dengan masalah tersebut.
"Saya siap, tunjukkan bukti bahwa saya mempunyainya (uang). Banyak tuduhan telah dibuat terhadap saya bahwa saya kaya karena miliaran ringgit yang disimpan di Swiss dan Taiwan," tambahnya, seperti dilaporkan Sinar Harian.
UKSB adalah perusahaan lokal yang tengah terlibat dalam persidangan korupsi dari mantan wakil perdana menteri dan presiden Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO) Ahmad Zahid Hamidi.
Ahmad Zahid saat ini pun tengah menghadapi 33 dakwaan penerimaan suap dari UKSB dengan nilai mencapai RM 42 juta (Rp141,4 miliar). Dilaporkan bahwa suap itu diberikan dalam rangka memperpanjang kontrak UKSB sebagai operator layanan One Stop Center (OSC) di China dan sistem visa asing (VLN) untuk Kementerian Dalam Negeri.
Persidangan juga telah menghadirkan mantan manajer administrasi UKSB David Tan Siong Sun. Dalam pernyataannya, Tan pun mengatakan bahwa perusahaan tersebut telah memberikan RM 2,6 juta (Rp8,7 miliar) kepada Mahathir untuk tujuan pendanaan politik.
Keterangan itu turut diberikan Tan selama pemeriksaan silang oleh pengacara pembela Ahmad Zaidi Zainal. Dari situ, dilaporkan bahwa donasi miliaran rupiah itu telah dibayarkan oleh perusahaan melalui keponakan Mahathir, Rahmat Abu Bakar, dengan kode 'Kedahan' digunakan sebagai referensi dalam buku kas induk.
"Itu benar," kata Tan ketika dikonfirmasi oleh pengacara pembela tersebut, tentang apakah RM 2,6juta itu diberikan kepada Rahmat untuk kemudian disalurkan kepada Mahathir sebagai dana politik.
Tan juga menambahkan bahwa kontribusi itu adalah untuk Mahathir serta BERSATU, partai yang didirikan mantan PM itu pada tahun 2016 setelah meninggalkan UMNO.
Mahathir sempat memimpin koalisi oposisi Pakatan Harapan, dan berhasil menuju kemenangan pemilu. Ia kembali sebagai PM pada tahun 2018, dan menjadi ketua BERSATU dari tahun pendiriannya hingga Februari 2020.
Menurut Tan, donasi politik itu dilakukan dalam dua pembayaran. Masing-masing dikatakan bernilai RM 1,3 juta, yang dilakukan usai pemilihan umum ke-14 Malaysia pada Agustus dan September 2018.
Baca Juga: Waketum Garuda: Mahathir Mohamad Pemimpin yang Berubah Jadi Pemimpi Tersesat
Dia juga mengatakan bahwa pembayaran serupa dilakukan kepada sejumlah menteri, politisi, dan pegawai pemerintah. Ia mengaku telah mengantongi buku kas pembayaran yang dilakukan antara 2014-2018 dalam file spreadsheet di laptopnya.
Tan sebelumnya ikut menyebut mantan PM Sri Muhyiddin Yassin, sebagai salah satu individu yang telah menerima uang secara langsung atau melalui kuasa. Muhyiddin adalah presiden BERSATU saat ini.
Pada bulan Mei, PM Ismail Sabri Yaakob mengumumkan bahwa komite Kabinet khusus pada prinsipnya telah menyetujui usulan pengesahan RUU Pendanaan Politik untuk mengatur kegiatan keuangan partai politik.
Dalam keterangannya, dia mengatakan RUU itu penting karena belum ada undang-undang atau kebijakan di Malaysia yang mengatur hal tersebut.
"Hal ini dapat mencegah risiko korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan yang melibatkan politisi, yang dapat membawa dampak negatif bagi citra negara dan pemerintah," katanya pada 19 Mei, seperti dikutip dari CNA.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: