Bukan Covid-19, Sri Mulyani Beberkan Masalah Perekonomian Dunia Terbaru, Simak!
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengklaim bahwa perkembangan dari perekonomian Indonesia didorong dan dipengaruhi oleh bagaimana Indonesia mampu dalam menangani pandemi Covid-19. Akan tetapi, Sri Mulyani mengatakan, saat ini risiko dan dinamika geopolitik yang justru menjadi tantangan baru bagi Indonesia dan juga dunia. Kondisi geoplotikal yang meningkat telah menyebabkan kenaikan harga-harga komoditas di dunia, tidak terkecuali Indonesia.
"Kalau kita lihat, jumlah kenaikan harga komoditas menjadi salah satu faktor semenjak tahun 20022 bulan Januari hingga sekarang, menimbulkan dinamika Global yang luar biasa sangat penting," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi Juli 2022, Rabu (27/7/2022).
Baca Juga: Lantik PT SMF, Sri Mulyani Ingin Terus Kembangkan Pasar Pembiayaan Sekunder Perumahan
Ia mengatakan, kenaikan harga komoditas tersebut utamanya komoditas energi dan pangan, dari sisi energi baik itu dari sisi minyak, gas dan mineral, serta komoditas pangan telah mendorong kenaikan inflasi di berbagai negara di dunia, terutama di negara-negara maju yang tidak mengatur harga energi maupun harga pangan. Sehingga seluruh guncangan yang terjadi di dalam kenaikan harga komoditas energi dan pangan langsung terasa ke dalam perekonomiannya.
"Dan direfleksikan dengan kenaikan inflasi di negara-negara seperti, Amerika, Eropa dan Inggris. Negara-negara emerging lain juga mengalami situasi yang sama di mana kenaikan harga energi dan komoditas pangan menyebabkan kenaikan inflasi," imbuhnya.
Saat ini, inflasi Inggris sudah berada di angka 9,4 atau belum menurun dari bulan sebelumnya yang berada di angka 9,1. Hal serupa juga dialami oleh Amerika, inflasi Amerika melonjak dari yang sebelumnya di angka 8,4, sekarang berada di 9,1.
Baca Juga: Otopsi Ulang Berhasil Dilakukan, Polri Langsung Penuhi Lagi Permintaan Keluarga Brigadir J
"Eropa juga sama, inflasinya memuncak di 8,6. Ini adalah negara-negara Eropa yang biasanya inflasi nya itu 0% atau mendekati nol. Sehingga kenaikan inflasi sampai 8 kali lipat atau 9 kali lipat ini merupakan shock di dalam perekonomian mereka. Dan ini kemudian akan direspons dengan kebijakan pengetatan moneter baik dalam bentuk kenaikan suku bunga maupun dari sisi pengetatan likuiditas dari mata uang masing-masing," imbuhnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Martyasari Rizky
Editor: Aldi Ginastiar