Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Terkait Kasus Brigadir J, Kalau Kata Kriminolog yang Meninggal Belum Tentu Korban

        Terkait Kasus Brigadir J, Kalau Kata Kriminolog yang Meninggal Belum Tentu Korban Kredit Foto: Antara/ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/aww.
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        kriminolog dari Universitas Indonesia Kisnu Widagso mengatakan bahwa yang meninggal belum tentu korban. Hal itu dikatakannya terkait dengan kasus polisi tembak polisi yang tewaskan Brigadir J.

        Hal tersebut dia ungkapkan dalam keterangan resminya terkait liarnya spekulasi masyarakat soal kematian Brigadir J di rumah Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.

        Awalnya Kisnu Widagso meminta masyarakat untuk tidak berspekulasi terkait kejanggalan kematian Brigadir J dan meminta masyarakat untuk menunggu Tim Khusus mengungkap puzzle atau teka-teki terkait kasus tersebut.

        Baca Juga: Mengapa Publik Ragu Akan Kasus Brigadir J? Refly Harun Punya Jawabannya

        “Idealnya, puzzle-nya ngumpul dulu baru kemudian bisa dijelaskan,” kata Kisnu, Rabu (27/7).

        Menurut Kisnu, kejanggalan yang menjadi sorotan masyarakat diakibatkan asumsi yang terbentuk ketika kepingan puzzle masih belum lengkap.

        Berangkat dari hal tersebut, dirinya meminta kepada masyarakat untuk menunggu Tim Khusus bentukan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo melengkapi kepingan puzzle tersebut.

        Kisnu menjabarkan bahwa kuncinya adalah keterbukaan informasi. Menurut dia, untuk melengkapi sebuah puzzle, terdapat informasi yang bisa diperoleh dari berbagai sumber, salah satunya korban, saksi, dan bukti lainnya.

        “Lalu digital evidence (bukti/jejak digital). Digital evidence apakah CCTV doang? CCTV di luar rumah itu kan hanya menentukan bahwa si A ada di situ,” ucapnya menjelaskan.

        Tak lupa, Kisnu mengingatkan kepada masyarakat untuk jangan beranggapan bahwa setiap orang yang meninggal dalam kasus kejahatan itu merupakan korban.

        “Luckenbill bilang, biasanya kekerasan itu ada trigger, ada yang memulai, ada yang melemparkan simbol, dan ada yang men-trigger munculnya simbol,” katanya.

        Hanya saja, Kisnu mengatakan kerap terjadi masalah yakni seringnya seseorang yang memulai itu memunculkan definisi situasi yang baru.

        Definisi situasi baru itulah yang menyebabkan audiens merespons, dan ketika mendapatkan respons, sosok yang memulai ini kemudian merespons balik. Sampai pada satu titik, pertukaran simbol ini mencapai titik kritis.

        “Di situlah kemudian terjadi pembunuhan, kekerasan yang menyebabkan seseorang meninggal dunia,” tutupnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Adrial Akbar

        Bagikan Artikel: