Isu penggunaan air dalam proses produksi minyak nabati sering dikritisi pihak antisawit. Penggunaan air pada kelapa sawit dinilai boros dan tidak ramah lingkungan. Lantas benarkah demikian?
Melansir laporan PASPI pada Jumat (5/8/2022), Gerbens-Leenes et. al. (2009) dan Makonnen & Hoekstra (2010) mengungkapkan bahwa tanaman penghasil minyak nabati paling rakus air adalah rapeseed, disusul kelapa, ubi kayu, jagung, kedelai, dan tanaman bunga matahari.
Baca Juga: Surplus Neraca Perdagangan Nasional Turut Disumbang dari Devisa Sawit
Untuk menghasilkan setiap Giga Joule (GJ) bionergi (minyak), tanaman rapeseed (tanaman minyak nabati Eropa) memerlukan 184 m3 air.
Dalam laporan PASPI juga dicatatkan, tanaman kelapa yang juga banyak dihasilkan dari Indonesia, Filipina, dan India, memerlukan air dengan rata-rata sebesar 126 m3 air. Ubi kayu (penghasil etanol) juga memerlukan rata-rata sekitar118 m3 air.
Hasil penelitian tersebut menemukan bahwa kelapa sawit ternyata termasuk paling hemat (setelah tebu) dalam menggunakan air untuk setiap Giga Joule (GJ) bioenergi yang dihasilkan.
Baca Juga: Naik! Harga TBS Sawit di Tingkat Petani Jadi Rp2.000/kg
Adapun, kedelai yang merupakan tanaman minyak nabati utama di Amerika Serikat, memerlukan rata-rata 100 m3 air. Tebu dan kelapa sawit ternyata paling hemat dalam menggunakan air untuk setiap bioenergi yang dihasilkan.
Untuk setiap GJ bioenergi minyak sawit yang dihasilkan, kelapa sawit hanya menggunakan air sebanyak 75 m3.
"Artinya, minyak sawit paling hemat dalam penggunaan air," catat laporan PASPI.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Ayu Almas
Tag Terkait: