Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Guna Redam Tingginya Migas 2023, Banggar DPR Sarankan untuk Lakukan Reformasi Subsidi Energi

        Guna Redam Tingginya Migas 2023, Banggar DPR Sarankan untuk Lakukan Reformasi Subsidi Energi Kredit Foto: DPR
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Berbagai lembaga energi nasional dan internasional pada Juni dan Juli 2022 telah menyampaikan forecasting energi global pada 2023. SKK Migas memperkirakan harga minyak tahun 2023 masih berada di level US$100 per barel. Tingginya harga ini masih dipengaruhi oleh konflik Rusia dan Ukraina yang belum mereda. Selain itu, membaiknya pandemi Covid-19 membuat permintaan akan minyak dunia meningkat.

        Badan Energi Internasional (The International Energy Agency) menyatakan permintaan minyak dunia akan naik lebih dari 2% ke rekor tertinggi 101,6 juta barel per hari (bph) pada 2023. Perkiraan yang sama dirilis oleh OPEC+ pada Juni lalu. Mereka menyatakan suplai minyak global akan naik di level 100- 102 juta barel per hari. 

        “Dengan mempertimbangkan forecasting berbagai lembaga kredibel terhadap volume produksi dan harga minyak bumi dunia, tampaknya kita akan mengalami situasi yang kurang lebih hampir sama dengan tahun ini terkait minyam bumi dunia,” kata Ketua Badan Anggaran DPR, MH Said Abdullah, dalam keterangan resmi di Jakarta, Kamis (11/8/2022). 

        Baca Juga: Agar Subsidi Energi Nggak Bocor, Presiden Jokowi Diminta Bentuk Satgas Terpadu Nasional

        Lebih lanjut Said menyebut bila di tahun 2022 ini APBN menghadapi beban berat subsidi energi akibat naiknya harga minyak bumi dunia. Pemerintah pun sudah menambahkan alokasi subsidi energi sebesar Rp74,9 triliun dari plafon awal sebesar Rp. 134 triliun (Rp77,5 triliun LPG dan BBM serta listrik Rp56,5 triliun). Tambahan alokasi pembayaran kompensasi BBM dan Listrik  sebesar Rp275,0 triliun dari semula hanya Rp18,5 triliun.

        “Tambahan kompensasi itu  diperuntukkan kompensasi BBM sebesar Rp234,0 triliun serta kompensasi listrik sebesar Rp41,0 triliun. Pemerintah pun harus melunasi biaya kompensasi energi tertanggung tahun 2021 lalu sebesar Rp108,4 triliun dengan rincian sebesar Rp83,8 triliun untuk BBM dan Rp24,6 triliun untuk listrik,” jelasnya. 

        Baca Juga: Subsidi Energi Harus Dilihat dengan Konteks Lebih Luas

        Said menambahkan jika selain persoalan harga minyak bumi tahun depan yang diperkirakan akan tetap tinggi, potensial beban subsidi akan bertambah jika melihat tren konsumsi BBM dan listrik yang akan naik seiring dengan terus membaiknya keadaan ekonomi domestik. 

        “Gap harga yang cukup senjang antara harga Pertalite dan Pertamax berpeluang migrasi konsumsi pertalite akan lebih besar, sehingga kebutuhan konsumsi terhadap pertalite akan semakin meningkat,” tambahnya. 

        Hal tersebut melaihat  kuota pertalite tahun ini yang mencapai 23 juta kiloliter, dan sampai Juni 2022 telah terkonsumsi sebanyak 14,2 juta kiloliter.

        “Mempertimbangkan perkiraan kedepan dan tren konsumsi BBM kita selama ini, maka sebaiknya pemerintah segera membuat berbagai kebijakan untuk mengantisipasi tekanan terhadap APBN pada sisi subsidi energi pada tahun 2023,” ucapnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Annisa Nurfitri
        Editor: Annisa Nurfitri

        Bagikan Artikel: