Ekonom Centre of Reform on Economic (CORE) Indonesia Yusuf Rendi Manilet menyebut subsidi energi yang mengalami pelebaran harus dilihat dengan mata terbuka, jangan dijadikan sempit.
Sebagaimana diketahui, Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menambah subsidi energi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) perubahan uang semula hanya Rp152,5 triliun dengan asumsi harga ICP US$63 per barel menjadi Rp443,6 triliun dengan asumsi harga ICP sebesar US$100 per barel.
Ditambah lagi pembayaran kompensasi kepada PT PLN dan PT Pertamina untuk tahun sebelumnya, maka total subsidi energi menjadi sekitar Rp502 triliun.
Baca Juga: Jokowi Ngeluh Subsidi Energi Bengkak, Saran Pengamat: Lakukan Kebijakan yang Komprehensif!
"Berbicara subsidi energi yang mengalami pelebaran hingga Rp500 triliun, saya pikir kita perlu melihat dari konteks yang lebih luas, jangan sampai kemudian peran dari subsidi terutama dalam menjaga daya beli masyarakat diperkecil," ujar Yusuf saat dikonfirmasi Warta Ekonomi, Rabu (3/8/2022).
Yusuf mengatakan, beban subsidi kali ini dipengaruhi oleh harga minyak ataupun komoditas global. Menurutnya, ketika harga minyak dan komoditas global mengalami peningkatan, maka subsidi akan ikut mengalami kenaikan seperti yang terlihat saat ini.
Jika dilihat lebih dalam, kenaikan yang terjadi saat ini memang sangat tinggi dampak dari beragam hal termasuk di dalamnya kondisi geopolitik dan pemulihan ekonomi global, bahkan kenaikan subsidi tidak terlepas dari lebih besarnya realisasi harga minyak saat ini dibandingkan dari pagu anggaran yang ditetapkan sebelumnya.
Di saat yang bersamaan untuk melakukan pengawasan terhadap penyaluran subsidi, terutama subsidi bahan bakar minyak, relatif sulit maka kerap kali subsidi itu mengalami peningkatan karena banyak orang yang kemudian sebenarnya tidak berhak menerima subsidi, namun kemudian terlepas dan akhirnya ikut menikmati subsidi BBM ini.
Maka dari itu, pembenahan data penyaluran ataupun penerima dari subsidi bahan bakar minyak dan energi menjadi penting untuk dilakukan untuk memastikan bahwa penerima yang betul-betul mendapatkan bantuan subsidi adalah orang ataupun kelas pendapatan menengah ke bawah.
"Karena dalam undang-undang kelompok inilah yang wajib dilindungi oleh negara dan penyaluran subsidi termasuk di dalamnya subsidi energi adalah bentuk dari bantuan negara untuk melindungi kelompok pendapatan ini," ujarnya.
Yusuf mengatakan, apa yang dilakukan atau inisiasi yang dilakukan saat ini dengan misalnya menggunakan aplikasi MyPertamina untuk memastikan bahwa masyarakat yang menerima subsidi adalah orang yang tepat adalah inisiasi yang baik.
"Saya pikir ini juga perlu dilanjutkan dengan melakukan evaluasi dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang kerap digunakan pemerintah sebagai acuan untuk penyaluran beragam bantuan termasuk di dalamnya bantuan sosial dan bantuan subsidi," ungkapnya.
Lanjutnya, di saat yang bersamaan penyaluran subsidi bisa dilakukan dengan catatan penerimaan negara bisa mempertahankan tren pertumbuhan yang sebenarnya sudah terjadi setidaknya selama semester pertama 2022.
"Satu cara yang dapat dilakukan pemerintah adalah mempertahankan tren pemulihan ekonomi sehingga aktivitas perekonomian bisa berjalan dengan baik, sehingga pemerintah bisa menarik penerimaan pundi-pundi pajak maupun nonpajak dengan lebih optimal," tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: