Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Ruandha Agung Sugardiman, memaparkan strategi pencapaian Indonesia's FOLU Net Sink 2030. Indonesia Forestry and Other Land Uses (FOLU) Net-Sink 2030 merupakan suatu kondisi di mana tingkat serapan karbon sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya sudah berimbang atau bahkan lebih tinggi dari tingkat emisi yang dihasilkan sektor tersebut pada tahun 2030.
Ruandha menjelaskan bahwa FOLU Net Sink 2030 dapat dicapai melalui 11 langkah operasional mitigasi sektor FOLU, yaitu: Pengurangan laju deforestasi lahan mineral; Pengurangan laju deforestasi lahan gambut; Pengurangan laju degradasi hutan lahan mineral; Pengurangan laju degradasi hutan lahan gambut; Pembangunan hutan tanaman; Sustainable forest management; Rehabilitasi dengan rotasi; Rehabilitasi nonrotasi; Restorasi gambut; Perbaikan tata air gambut; dan Konservasi keanekaragaman hayati.
Baca Juga: KLHK Ungkap Peran Besar Sektor Kehutanan di Indonesia’s FOLU Net Sink 2030
Selain itu, menurut Ruandha, kedepan mangrove menjadi peluang untuk dielaborasi dalam Rencana Operasional FOLU Net Sink 2030 karena kapasitas mangrove dalam mengurangi emisi dari sektor lahan belum diperhitungkan baik di dalam NDC maupun di dalam dokumen LTS-LCCR 2050.
"Indonesia's FOLU Net Sink 2030 mendorong kinerja sektor kehutanan menuju target pembangunan yang sama, yaitu tercapainya tingkat emisi gas rumah kaca sebesar -140 juta ton CO2e pada tahun 2030. Pijakan dasar utamanya adalah sustainable forest management, environmental governance, dan carbon governance," kata Ruandha dalam keterangannya, Senin (22/8/2022).
Ruandha melanjutkan capaian FOLU Net Sink 2030 sangat ditentukan oleh pengurangan emisi dari deforestasi dan lahan gambut. Selain itu, juga dari peningkatan kapasitas hutan alam dalam penyerapan karbon; Restorasi dan perbaikan tata air gambut; Restorasi dan rehabilitasi hutan; Pengelolaan hutan lestari; serta Optimasi lahan tidak produktif.
"Juga diperlukan pengembangan berbagai instrumen kebijakan baru, pengendalian sistem monitoring, dan evaluasi dan pelaksanaan komunikasi publik," tambahnya.
Inti dari kegiatan FOLU adalah kegiatan teknis di tingkat tapak melalui 3 aksi. Pertama, aksi pengurangan emisi gas rumah kaca, misalnya dengan pengendalian karhutla dan mengurangi deforestasi. Kedua, aksi mempertahankan serapan emisi, dengan cara menjaga dan mempertahankan kondisi tutupan hutan-hutan yang ada. Ketiga, meningkatkan serapan emisi, dengan rehabilitasi hutan dan lahan serta membuat hutan-hutan tropis baru.
Baca Juga: Sektor FOLU Diproyeksikan Berkontribusi Hampir 60% dari Total Target Penurunan Emisi GRK
Pada tahun 2030 Indonesia harus menurunkan 29% dari Business As Usual dan bisa mencapai 41% lebih rendah apabila ada dukungan dari internasional. Dari target penurunan emisi 41% tersebut, 24,1% berasal dari sektor kehutanan, artinya sektor kehutanan memiliki porsi terbesar, yakni 60% dari total kewajiban Indonesia untuk menurunkan emisinya.
"Sektor kehutanan menjadi tumpuan Indonesia untuk bisa menurukan emisi gas rumah kacanya, oleh karena itu, kita harus menyusun Rencana Operasional Indonesia's FOLU Net Sink 2030 sampai ke tingkat provinsi dan daerah agar penurunan emisi 60% dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya dapat tercapai," tegas Ruandha.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rena Laila Wuri
Editor: Ayu Almas
Tag Terkait: