Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Maaf untuk Ukraina, NATO pun Angkat Tangan! Kalimat Eks Presiden Rusia Benar-benar Bahaya

        Maaf untuk Ukraina, NATO pun Angkat Tangan! Kalimat Eks Presiden Rusia Benar-benar Bahaya Kredit Foto: Reuters/Sputnik/Yulia Zyryanova
        Warta Ekonomi, Moskow -

        Mantan Presiden Dmitry Medvedev pada Jumat (26/8/2022) mengatakan bahwa Rusia tidak akan menghentikan operasi militernya di Ukraina bahkan jika Kyiv secara resmi membatalkan bergabung dengan NATO.

        Eks presiden yang kini menjabat wakil ketua Dewan Keamanan Rusia, juga mengatakan bahwa Rusia siap untuk mengadakan pembicaraan dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy dengan syarat-syarat tertentu.

        Baca Juga: Putri Sekutu Putin Tewas, Ukraina Siap Membalas Dendam Saat Rusia Kantongi Informasi...

        Bahkan sebelum invasi Februari, kata sekutu dekat Presiden Vladimir Putin itu, Moskow menjelaskan bahwa keanggotaan Ukraina di NATO tidak dapat diterima.

        "Meninggalkan partisipasinya dalam aliansi Atlantik Utara sekarang penting, tetapi itu sudah tidak cukup untuk membangun perdamaian," kata Medvedev kepada televisi LCI dalam kutipan yang dilaporkan oleh kantor berita Rusia.

        Rusia, katanya, akan melanjutkan kampanye sampai tujuannya tercapai. Putin mengatakan dia ingin "denazifikasi" Ukraina. Kyiv dan Barat mengatakan ini adalah dalih tak berdasar untuk perang penaklukan.

        Rusia dan Ukraina mengadakan beberapa putaran pembicaraan setelah invasi dimulai. Akan tetapi, mereka tidak membuat kemajuan dan hanya ada sedikit prospek untuk dimulainya kembali.

        "Ini (pembicaraan) akan tergantung pada bagaimana peristiwa itu terjadi. Kami sudah siap sebelum bertemu (Zelenskiy)," kata Medvedev.

        Dalam komentarnya, dia juga mengatakan senjata AS yang sudah dipasok ke Ukraina, seperti peluncur roket ganda HIMARS, belum menimbulkan ancaman substansial. Tapi itu bisa berubah, katanya, jika senjata yang dikirim AS bisa mengenai target pada jarak yang lebih jauh.

        “Artinya ketika rudal semacam ini terbang 70 km, itu satu hal,” katanya. "Tapi ketika itu 300-400 km, itu lain, sekarang itu akan menjadi ancaman langsung ke wilayah Federasi Rusia."

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: