Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        CEO Indodax Oscar Darmawan: Bitcoin Akan Selalu Terkoreksi Hingga 80 Persen Setiap Empat Tahun Sekali

        CEO Indodax Oscar Darmawan: Bitcoin Akan Selalu Terkoreksi Hingga 80 Persen Setiap Empat Tahun Sekali Kredit Foto: Indodax
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        CEO Indodax Oscar Darmawan memberikan pandangan secara luas mengenai Bitcoin yang mengalami koreksi signifikan. Menurut Oscar, berdasarkan data historisnya, Bitcoin memang memiliki siklus terkoreksi hingga 80 persen dari harga tertingginya.

        Seperti pada tahun 2013, Bitcoin pertama kali menyentuh USD1.000 atau sekitar Rp11-12 jutaan saat itu. Namun, pada tahun 2014, Bitcoin kembali ke Rp3 juta, turun hingga 80 persen.

        "Kalau kita bicara tahun 2021 kemarin, 2020 kemarin, itu Bitcoin pertama kali menyentuh 850 juta. Menurut saya kalau memang koreksi yang sama terjadi, bisa 80%. Jadi ini sesuatu yang natural," ujar Oscar dalam Podcast bersama Gita Wirjawan dengan judul 'Bitcoin: Instrumen Investasi atau Uang Masa Depan? - Oscar Darmawan | Endgame #89'.

        Baca Juga: Memandang Prospek Kripto Tahun 2024, CEO Indodax Oscar Darmawan: Justru Ini Saatnya Beli!

        Selain itu, variabel yang paling memengaruhi Bitcoin saat terkoreksi belakangan ini adalah karena kenaikan inflasi di Amerika Serikat (AS) yang menaikkan suku bunganya di bank sentral.

        "Karena kita harus tahu kalau kita bicara perdagangan Bitcoin, itu perdagangan spot. Di mana likuiditas daripada dolar AS itu sangat berpengaruh," papar Oscar.

        Saat ini The Fed menaikkan suku bunga dengan cukup tinggi sehingga mengakibatkan likuiditas daripada dolar AS yang biasa membeli crypto berkurang sangat drastis.

        Kemudian, jika kita bicara crypto itu berarti kapitalisasi Bitcoin itu masih mempengaruhi 30%-50%. Dan Bitcoin mengalami pemotongan supply setiap 4 tahun pada tahun 2013, 2017 dan 2020. All Time High (ATH) Bitcoin terjadi pada saat itu karena supply-nya dipotong separuh.

        "Proses penerbitan daripada Bitcoin yang dipotong separuh ini membuat permintaannya tiba-tiba lebih tinggi daripada supply-nya, makanya terjadi kelonjakan harga," jelas Oscar. Saat-saat itulah pada akhirnya orang-orang mengambil untung.

        Lebih lanjut Oscar melihat yang terjadi di tahun 2020-2022 adalah korelasi antara pergerakan index saham teknologi dengan crypto beriringan hingga membuat investor penasaran. Kemudian, Oscar juga meyakini bahwa sangat mustahil Bitcoin akan menyentuh angka nol rupiah. Karena, Bitcoin dibatasi hanya ada 21 juta di dunia yang baru akan benar-benar habis pada tahun 2140. Pada tahun 2040 nanti, Bitcoin yang ditambang baru mendekati 21 juta.

        Ke depannya, orang-orang akan memperebutkan biaya transfer dari Bitcoin ini yang digunakan oleh sesama pengguna Bitcoin. Oleh karena itu, Oscar sendiri menyayangkan orang-orang yang menambang Bitcoin atau Ethereum tanpa mengetahui kegunaan pastinya.

        "Fungsi daripada Ethereum dan Bitcoin sebenarnya berhubungan dengan fungsi daripada blockchain-nya sebagai proses pencatatannya, kemudian penyimpanannya, dsb. Karena adanya suatu fungsi inilah kemudian ada tercipta 'natural demand'," ujar Oscar.

        Saat ini ada sekitar 6,25 Bitcoin per 10 menit setiap transaksi. Sehingga ke depannya, Oscar berharap Bitcoin akan sama seperti emas.

        "Kalau kita lihat emas yang sudah eksis selama ribuan tahun, setiap kali ada gejolak, fluktuasinya itu 2%-4%. Kalau Bitcoin yang baru anggaplah belasan tahun eksistensinya, setiap kali ada gejolak, itu fluktuasinya 80%. Ini dalam batas logika, kita bisa dong mengantisipasi masa depan di mana fluktuasi 80% itu semestinya akan semakin menurun, semakin pemahaman," papar Oscar.

        Satu hal yang perlu diketahui para pemilik Bitcoin, menurut Oscar adalah setiap satu Bitcoin yang ada di masyarakat, harganya timbul dari biaya eksplorasi untuk setiap satu Bitcoin yang diciptakan. Ini karena proses penciptaan dari Bitcoin itu sama dengan menukarkan listrik menjadi Bitcoin.

        "Total daripada jaringan miner Bitcoin saat ini itu sekitar 133 terawatt per jam. Sehingga 133 terawatt hours ini adalah nilai instrinsik," papar Oscar. "Untuk penggambaran audiens, di Indonesia itu sekitar 256 terawatt hours listrik yang dipakai 1 Indonesia. Jadi kalau ditanya berapa besar listrik yang dipakai jaringan Bitcoin itu setengah listrik yang dipakai di Indonesia."

        Bitcoin pun menjadi sangat menarik karena Bitcoin tidak dikontrol oleh negara manapun. Apalagi, pada saat terjadi krisis yang sangat gawat, trader Bitcoin atau orang-orang yang kenal crypto akan menukarkan asetnya pada crypto. Karena dianggap menjadi satu-satunya cara untuk mengamankan aset dengan mudah, cepat, dan tanpa risiko.

        Oleh karena itu, Oscar berharap transaksi crypto di Indonesia senantiasa diawasi oleh pemerintah agar tidak ada oknum nakal yang memalsukan angka-angka, atau pun exchanger palsu. Terlebih, Oscar percaya bahwa dalam 5-10 tahun ke depan negara-negara tidak akan membuat uang dalam bentuk kertas, tetapi dalam bentuk digital, entah dalam teknologi atau blockchain.

        Kelak, pada tahun 2045, Oscar berharap masyarakat dapat lebih teredukasi dengan lebih baik sehingga memahami apa itu Blockchain. Ini karena 2045 hanya sebentar. Jangan sampai Indonesia tertinggal dari negara-negara yang sudah lebih maju dengan desentralisasi.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Fajria Anindya Utami
        Editor: Fajria Anindya Utami

        Bagikan Artikel: