Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Subsidi BBM Rp502,4 Triliun Seharusnya Bisa untuk Bangun 227.000 Sekolah Dasar

        Subsidi BBM Rp502,4 Triliun Seharusnya Bisa untuk Bangun 227.000 Sekolah Dasar Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Dalam upaya menjaga perekonomian nasional, serta daya beli masyarakat miskin dan rentan, Pemerintah telah menaikkan anggaran subsidi dan kompensasi Bahan Bakar Minyak (BBM) tahun 2022 sebanyak tiga kali lipat, dari yang sebelumnya Rp152,5 triliun menjadi Rp502,4 triliun.

        Namun, Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara mengatakan, besaran subsidi Rp502,4 triliun tersebut tidak cukup hingga akhir tahun. Hal ini disebabkan kenaikan harga internasional dan volume penggunaan yang makin naik karena meningkatnya aktivitas masyarakat.

        Baca Juga: Tangani Inflasi 2022, Kemenkeu Keluarkan PMK Nomor 134 Tahun 2022, Berikut Penjelasannya!

        "Untuk Pertalite, kita hanya anggarkan 23 juta kiloliter. Estimasi saat ini 23 kiloliter itu Oktober besok habis untuk Pertalite, begitu juga untuk Solar. Kalau masih tetap kita ingin melakukan subsidi, yang habis di bulan Oktober harus kita tambahin supaya bisa sampai ke bulan Desember Rp195 triliun lagi," kata Suahasil dalam kuliah umum di UPN Veteran Jakarta, mengutip dari rilisnya, Senin (5/9/2022).

        Melihat kondisi tersebut, Suahasil menilai anggaran subsidi dan kompensasi akan jauh lebih bermanfaat apabila dapat digunakan untuk kesejahteraan rakyat dan pembangunan di berbagai sektor yang dibutuhkan masyarakat kelas bawah dan untuk kegiatan produktif.

        "Rp502 triliun kalau pakai bangun rumah sakit dapat 3.000, bangun sekolah dasar dapat 227.000, atau dapat 41.000 puskesmas. Atau kalau dipakai untuk jalan tol dapat 3.500 km jalan tol," jelasnya.

        Lebih lanjut, ia menyampaikan, di tengah pemulihan ekonomi dari pandemi yang saat ini masih berlangsung, seluruh negara di dunia harus menghadapi dampak eskalasi geopolitik yang memicu kenaikan harga komoditas energi dan pangan dunia.

        "Kita tidak prediksi dari tahun-tahun lalu adalah bulan Februari kemarin Presiden Putin menyerang Ukraina, kemudian itu mengubah seluruh tatanan dunia ini. Satu tatanan dunia yang langsung berubah drastis adalah harga-harga internasional. Harga internasional itu kemudian langsung naik dengan sangat cepat. Kemudian ketika naik, dia berfluktuasi," ujar Suahasil.

        Baca Juga: Jokowi Putuskan Harga BBM Naik, Pengamat Sebut Tak Masuk Akal: Harusnya Proyek IKN Dihentikan!

        Terkait harga energi, Wamenkeu menjelaskan bahwa Indonesia berbeda dengan negara-negara lain karena harga energi paling dasar ditentukan oleh pemerintah, seperti solar, pertalite, elpiji 3 kg, dan listrik di bawah 3.500 VA.

        "Harga pertalite bergerak enggak? Enggak bergerak. Tapi kalau harga pertalite itu tidak bergerak, apakah berarti bahwa kita berarti kita enggak kena harga internasional? Enggak, bukan berarti begitu. Pertamina yang memproduksi pertalite akan menagihkan kepada pemerintah. Pertamina selalu hitung berapa sebenarnya harga saat ini dan kalau harga sebenarnya saat ini dikurangi dengan harga yang betul-betul dibayar oleh masyarakat di pom bensin, selisihnya itu ditagih kepada pemerintah. Oleh pemerintah, itu ditaruh sebagai subsidi dan kompensasi," pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Martyasari Rizky
        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Bagikan Artikel: