Jokowi 3 Periode Bisa dan Boleh Terwujud, Aktivis Hukum: Konstitusi Bukan Barang yang Haram untuk Diubah
Belakangan beredar sebuah wacana yang digaungkan sejumlah pihak, yaitu perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi 3 periode. Hal ini ditanggapi oleh Aktivis Hukum dan pendiri Komunitas Anti Korupsi Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta Timothy Ivan Triyono.
Menurutnya, wacana jabatan presiden dapat diperpanjang menjadi 3 periode, melalui cara-cara konstitusional dengan mendorong amandemen UUD 1945 yang boleh saja dilakukan. Sebab, masih banyak masyarakat yang menganggap bahwa wacana presiden 3 periode itu bertentangan dengan konstitusi.
Baca Juga: Aktivis Hukum Nilai Jokowi 3 Periode Boleh Diwujudkan, Sebut Amandemen UUD Bukan Sesuatu yang Haram
"Masih banyak juga di luar sana yang menganggap bahwa amandemen atau perubahan Undang-Undang Dasar 45 itu haram untuk dilakukan. Padahal kalau kita lihat praktiknya sejarah mencatat bahwa Republik kita sudah melakukan 4 kali amandemen konstitusi Undang-Undang Dasar 45," ujar Timothy kepada media, Selasa (6/9/2022).
Timothy menambahkan, pihaknya meminta Presiden Jokowi melanjutkan kepemimpinan selama 5 tahun mendatang dengan tetap melalui proses tahapan pemilu yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Namun sebelum itu, pihaknya berharap MPR untuk segera mengamandemen UUD 1945 khususnya pasal 7 terkait tentang periodisasi jabatan presiden.
"Wacana presiden 3 periode itu baru bisa terwujud kalau konstitusi itu di amandemen, khususnya pasal 7 mengenai periodisasi jabatan presiden. Apakah, MPR berwenang melakukan perubahan terhadap Undang-Undang Dasar? Tentu MPR berwenang. Dasar hukumnya Apa? Dasar hukumnya dapat kita lihat dalam pasal 3 ayat 1 sampai 3 Undang-Undang Dasar 45," jelas dia.
Timothy menyebut pembahasan tentang perubahan UUD dapat dilihat secara utuh pada pasal 37 UUD 1945 di mana pengajuan amandemen harus diajukan paling sedikit oleh 1/3 anggota MPR.
"Terkait pengajuan usul perubahan Undang-Undang Dasar itu, dapat diagendakan oleh MPR dalam sidang Majelis. Apabila usulan tersebut diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 anggota MPR. Yang artinya minimal sebanyak 237 anggota yang mengusulkan amandemen konstitusi," ungkap dia.
Dia meyakini untuk mengubah pasal Undang-Undang Dasar tersebut MPR harus menyelenggarakan sidang majelis, yang sidang tersebut harus dihadiri sekurang-kurangnya minimal 2/3 dari jumlah anggota MPR atau setara dengan 474 anggota MPR.
"Ketika sidang itu sudah dilaksanakan dan hendak memutuskan, apakah perubahan, apakah amandemen terhadap konstitusi itu disetujui atau tidak. Keputusan perubahan itu harus disetujui minimal 50%+1 atau sekitar 357 anggota MPR," imbuh Timothy.
Dia juga menegaskan dorongan untuk mengubah atau mengamandemen UUD bukanlah sesuatu yang melanggar hukum, khususnya desakan masyarakat yang ingin ada perubahan masa jabatan presiden menjadi 3 periode.
"Jadi, kalau di luar-luar sana masih ada yang mengatakan bahwa perubahan terhadap konstitusi itu haram untuk dilakukan, bertentangan dengan hukum, bertentangan dengan konstitusi. Rasanya mereka tidak pernah membaca konstitusi itu bukan barang yang haram bukan hal yang haram untuk dilakukan semuanya diperbolehkan oleh konstitusi itu sendiri," tuturnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ayu Almas
Tag Terkait: