Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Komitmen Pemerintah Turunkan Angka Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak

        Komitmen Pemerintah Turunkan Angka Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak Kredit Foto: Unsplash/Xavier Mouton Photographie
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Sekretaris KemenPPPA, Pribudiarta Nur Sitepu, mengatakan Pemerintah Indonesia memiliki komitmen kuat untuk melindungi perempuan dan anak. Komitmen ini diwujudkan dalam penyusunan berbagai peraturan perundang-undangan yang berperspektif korban.

        Peraturan perundang-undangan tersebut, yakni UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), UU Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO), UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), UU Perlindungan Anak, dan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).  

        Baca Juga: PBNU Minta Jangan Distigmakan Pesantren dengan Kekerasan

        Pribudiarta lebih jauh menjelaskan ketidaksetaraan gender yang saat ini kerap terjadi mengakibatkan perempuan dan anak masih sangat rentan mengalami diskriminasi dan kekerasan.

        Berdasarkan hasil Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) Tahun 2021 menunjukkan bahwa meskipun terjadi penurunan secara umum, sebesar 26,1%, perempuan masih mengalami kekerasan sepanjang hidupnya. Bahkan, prevalensi kekerasan seksual oleh selain pasangan, dalam setahun terakhir, meningkat dari 4,7% pada 2016 menjadi 5,2% pada 2021. 

        Selanjutnya, Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) Tahun 2021 juga menunjukkan sebanyak 34% anak laki-laki dan 41,05% anak perempuan pernah mengalami salah satu jenis kekerasan sepanjang hidupnya.

        Kondisi ini tentu sangat membutuhkan perhatian seluruh pihak mengingat separuh dari potensi sumber daya pembangunan ada pada perempuan (49,4%) dan anak sebesar 31% sebagai generasi penerus bangsa harus dilindungi agar dapat tumbuh dan berkembang optimal dan memiliki kualitas hidup yang baik.

        Baca Juga: Gelar Rakornas, Menteri PPPA Tekankan Pentingnya Konvergensi Kebijakan Perlindungan Perempuan & Anak

        Pribudiarta menambahkan pihaknya telah mengidentifikasi sejumlah isu dan upaya strategis dalam mewujudkan perlindungan perempuan dan anak, yakni:

        1. Menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak

        2. Meningkatnya kesadaran masyarakat untuk melaporkan kasus yang dialaminya

        3. Menyediakan layanan yang mudah, aman, dan nyaman

        4. Koordinasi dan sinergi pelaporan data kekerasan terhadap perempuan dan anak

        5. Manajemen penanganan kasus yang cepat, terintegrasi, dan komprehensif

        6. Memperbaiki sistem pelaporan dan layanan pengaduan kekerasan terhadap anak melalui pengembangan Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA)

        Baca Juga: Menteri PPPA Bantah Kasus Kekerasan pada Perempuan dan Anak di Indonesia Meningkat

        7. Menyediakan dan mengembangkan layanan pengaduan yang mudah dijangkau, cakupan luas, aman, dan nyaman bagi korban melalui layanan SAPA 129 yang akan dikembangkan ke Provinsi

        8. Menyediakan layanan rujukan akhir bagi perempuan korban kekerasan dan anak yang memerlukan perlindungan khusus, yang memerlukan koordinasi tingkat nasional dan internasional (implementasi Perpres No. 65 Tahun 2020 tentang Kemen PPPA)

        9. Menyediakan Dana Alokasi Khusus Non Fisik (DAK NF).   

        Kepala Pusat Perencanaan Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Djoko Pudjirahardjo menjelaskan sejumlah tantangan dan kendala dalam penyelenggaraan perlindungan perempuan dan anak.

        Baca Juga: Kasus Kekerasan di Ponpes Gontor Jadi Perhatian Menteri PPPA hingga Kementerian Agama

        Hal itu di antaranya ego sektoral di pemerintah pusat, lemahnya koordinasi penanganan kasus perempuan dan anak oleh pemerintah daerah, terdapatnya tumpang tindih kewenangan dalam internal maupun eksternal lembaga penyelenggara perlindungan perempuan dan anak di pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, belum teringrasikannya data antara para pemangku kepentingan perlindungan perempuan dan anak, serta ketersediaan dukungan anggaran masih belum optimal dan belum menjadi prioritas.     

        "Koordinasi dalam penyelenggaraan perlindungan perempuan dan anak merupakan hal yang diperlukan mengingat pemberdayaan perempuan, pemenuhan hak anak, dan perlindungan khusus anak bersifat lintas sektoral dan multidimensi sehingga berpotensi menemui kendala. Untuk itu diperlukan pembagian peran yang jelas antar stakeholder," tegas Djoko dalam keterangannya, Selasa (13/9/2022).

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Rena Laila Wuri
        Editor: Ayu Almas

        Bagikan Artikel: