Pembangunan di Era SBY dan Jokowi 'Ojo Dibanding-bandingke', Pengamat: AHY Frustasi Gagal Bangun Elektabilitasnya
Ketua Umum DPP Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY, melayangkan manuver keras dengan membanggakan pembangunan infrastruktur era Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sambil menyinggung pembangunan infrastruktur di era Pemerintahan Presiden Joko Widodo yang disebutnya 'tinggal gunting pita'.
Menanggapi pernyataan AHY ini, Direktur Rumah Politik Indonesia Fernando EMas mengatakan, cara yang dilakukan oleh AHY dengan membandingkan pembangunan era SBY dan Jokowi adalah cara yang salah.
Alih-alih ingin mendapatkan simpati masyarakat, Fernando menilai justru tindakan itu memperlihatkan sikap frustasi AHY sebagai pemimpin partai karena tidak mampu membangun elektabilitasnya.
“Justru saya melihat sebagai bentuk frustasi AHY, karena secara hitung-hitungan mereka menganggap sudah tidak sanggup lagi membangun elektabilitas AHY. Jadi cara yang lebih tepat oleh tim-tim sekelilingnya untuk bagaimana bisa meningkatkan elektabilitas itu, tetapi kan justru malah sebaliknya justru mendapatkan bullyan, mendapatkan tidak simpati dari masyarakat,” kata Fernando EMas saat dihubungi, Selasa (20/9).
Fernando mengatakan, sikap blunder AHY disebabkan kesalahan anak buahnya dalam menyuplai data, sehingga menjadi bahan lelucon masyarakat Indonesia, karena pernyataan AHY itu disampaikan dalam forum pimpinan nasional Partai Demokrat dan data tersebut salah.
“Saya melihat ini bentuk kesalahan mereka dalam mengumpulkan data, karena bagaimanapun juga itu kan berdasarkan data yang mereka miliki. Siapa sih penyuplai data kepada Pak SBY dan AHY sehingga itu menjadi pernyataan resmi di forum yang tinggi, di Partai Demokrat dan itu dipublish,” ujarnya.
Dijelaskan Fernando, jika mau dibandingkan, pembangunan infrastruktur era Jokowi jauh lebih baik dari era SBY. Misalkan, berdasarkan data yang dihimpunnya, SBY hanya membangun jalan tol sepanjang 189,2 km sejak 2004 hingga 2014.
Sedangkan Jokowi, telah membangun jalan tol sepanjang 1.762,3 km sejak menjabat pada tahun 2014. Bahkan 750 km jalan tol ditargetkan rampung pada 2024.
Belum lagi pembangunan atau konstruksi bandara juga mencolok perbedaannya. Pada era SBY, sebanyak 24 pembangunan bandara rampung dalam kurun waktu 10 tahun.
Sedangkan pada era Jokowi sebanyak 29 bandara, dan infonya menargetkan 9 bandara baru maupun perbaikan yang akan selesai pada 2024. Selain itu, ada 18 bendungan yang dimulai konstruksinya pada era SBY. Seluruhnya diselesaikan di era Jokowi.
Jokowi juga diketahui membangun 12 bendungan sejak menjabat. Jika diakumulasi, ada 30 bendungan yang selesai dibangun pada era Jokowi. Di era Jokowi, ditargetkan ada 27 bendungan lagi hingga 2024.
“Seluruh masyarakat tahu dan berdasarkan data-data yang sudah banyak muncul di publik, kan sangat jelas bahwa pada masa pemerintahan Pak Jokowi lah lebih banyak pembangunan infrastruktur. Data itu berdasarkan tahun-tahun memulainya pekerjaan sampai pada tahap seremonial peresmian, dan sangat jelas di situ,” jelasnya.
Fernando pun menduga ada kesengajaan memanipulasi data untuk kepentingan elektabilitas AHY menuju Pemilu dan Pilpres 2024. Padahal, para kader Partai Demokrat ini tidak menyadari ada beban besar masa Pemerintahan SBY yang tidak selesai dibangun, yakni Wisma Atlet Hambalang.
“Ini sengaja ada manipulasi data kalau saya melihat, ada manipulasi untuk kepentingan. AHY harus menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat Indonesia, karena kegagalan Pak SBY yang tidak menuntaskan kerjanya membangun Hambalang, justru itu lebih dihormati oleh masyarakat Indonesia dibandingkan mengklaim kerja-kerja Pak Jokowi menjadi kerja-kerja keberhasilannya Pak SBY,” ujarnya.
Menurut Fernando, selama Pemerintahan Jokowi tidak pernah mengklaim hasil kerja SBY sebagaimana dilakukan oleh AHY.
Harusnya, kata Fernando setiap tokoh bangsa, tokoh-tokoh politik atau elit-elit politik bagaimana memberikan pendidikan politik yang dengan memberikan informasi yang benar kepada masyarakat, bukan saling mengklaim kerja-kerjanya.
“Sebaiknya mas AHY berjuang supaya bagaimana bisa mendapat perhatian dari partai politik, dan berhasil diusung menjadi Capres 2024 dan melakukan kerja kerja agar bisa meneruskan apa yang digagas oleh Pak SBY, bukan cara mengklaim apa yang dilakukan oleh Pak Jokowi. Saya melihat ini sangat membodohi masyarakat dengan tindakan-tindakan seperti itu,” sarannya.
Lebih jauh kata Fernando, Jika AHY membandingkan SBY dan Jokowi berarti dirinya ingin melihat kelemahan kepemimpinan orang lain dan menonjolkan dirinya. Hal seperti ini menjadi catatan buruk, bahwa dirinya tidak layak menjadi pemimpin.
“Karena bagaimanapun juga nanti ketika berhasil menjadi pemimpin, maka yang dilihat itu kegagalan pemerintah sebelumnya bukan bagaimana melanjutkan apa yang sudah dilakukan dan apa yang belum tuntas dilanjutkan,” tandasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat