Bandul Politik Terus Bergerak Jelang Pilpres 2024, Eko Kuntadhi Wanti-wanti Masyarakat
Proses pergantian dalam setiap kepemimpinan menjelang pilpres selalu menyisakan problem tak terkecuali pada pilpres 2024 mendatang.
Menurut Eko Kuntadhi ini terjadi Karena pemimpin baru itu selalu menjadi antitesa dari pemimpin sebelumnya.
“Bagaimana misalnya Pak SBY menjadi antitesa atau sampai sekarang malah diam-diaman dengan Bu Mega. Bagaimana misalnya Pak Harto yang mendiskreditkan Bung Karno di Wisma Yaso sampai Bung Karno pada akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya,” kata Eko seperti dilansir dari Cokro TV, Rabu (28/09/22).
Baca Juga: Tinggal Tunggu Waktu, Demokrat, Nasdem, PKS Siap Sokong Anies Baswedan di Pilpres 2024!
Ia mengatakan menjelang pilpres akan banyak gimmick gimmick politik yang dimainkan oleh partai politik ujung-ujungnya untuk narik suara, menarik simpati.
“Hal yang sama dilakukan oleh Anies Baswedan. Misalnya ketika dia disudahi karirnya sebagai menteri pendidikan Indonesia. Ia merasa pertarungan politiknya di tempat lain,” kata dia.
Anis mengambil posisi diametral atau berhadap-hadapan dengan Presiden Jokowi, berhadap-hadapan dengan penguasa atau pemerintah saat itu.
“Dengan asumsi bahwa bandul politik mungkin akan bergerak ke arah berlawanan dari stylenya Pak Jokowi. Sekarang itu yang diharapkan sehingga Anis dapat limpahan elektabilitas,” jelas Eko.
Baca Juga: Daripada Bikin Bingung, Pengamat Minta Presiden Jokowi Tolak Tegas Kemungkinan Maju di Pilpres 2024
Menurut dia pula, sebetulnya kritik-kritik terhadap problematika kebangsaan itu kritiknya bolak-balik aja tergantung posisinya. Masing-masing ketika jadi berkuasa, dia berpikirnya beda ketika jadi oposisi.
“Yang penting itu adalah kecerdasan atau kesadaran publik. Bagaimana publik memahami misalnya kenaikan BBM sebagai sebuah keharusan karena memang kondisi keuangan negara membutuhkan,” jelasnya.
Baca Juga: Soal Wacana Presiden Jokowi Maju Lagi di Pilpres 2024, PDIP Langsung Sewot
Eko juga mengatakan demokrasi pasti ada polarisasi. Ada partai penguasa, ada partai oposan dan ujung-ujungnya dua kekuatan ini pasti akan merembes mencari dukungan masing-masing dan ujung-ujungnya terjadi polarisasi.
“Polarisasi itu biasa-biasa saja dalam demokrasi jadi nggak usah terlalu mengkhawatirkan ini ada polarisasi,” katanya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Sabrina Mulia Rhamadanty
Editor: Sabrina Mulia Rhamadanty
Tag Terkait: