Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        125 Orang Meninggal dalam Tragedi Stadion Kanjuruhan, Ade Armando Sebut Bukan Sepenuhnya Salah Polisi

        125 Orang Meninggal dalam Tragedi Stadion Kanjuruhan, Ade Armando Sebut Bukan Sepenuhnya Salah Polisi Kredit Foto: Reuters
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Tragedi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang Jawa Timur yang terjadi pada 1 Oktober lalu telah merenggut 125 korban jiwa. Hingga saat ini, tak sedikit yang mengecam peristiwa berdarah itu.

        Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Dedi Prasetyo mengatakan, 18 anggota polisi yang bertanggung jawab sebagai operator pemegang senjata pelontar telah diperiksa.

        "Ini sedang dimintai keterangan dan didalami tim dari Insus maupun Propam," kata Dedi kepada wartawan.

        Baca Juga: Stadion Kanjuruhan Overload, Analis Internasional: Ini Diinvestigasi, Kan?

        Tentang tragedi ini, Ade Armando punya analisis lain. Menurutnya, kejadian ini terjadi karena suporter sepak bola Indonesia ini memang keterlaluan. 

        “Siapapun yang menyaksikan video-video yang kini tersebar tentang tragedi di Stadion Kanjuruhan, 1 Oktober lalu pasti bisa mengenali bahwa pangkal persoalan adalah kelakuan sebagian suporter Arema yang menyerbu lapangan,” ungkapnya melalui video Cokro TV, Selasa (04/10/22).

        “Mereka sombong bergaya preman, menantang merusak dan menyerang gara-gara merekalah tragedi itu terjadi,” tambah Ada.

        Ia juga mengatakan, aneh jika ketua Forum Komunikasi suporter Indonesia, Richard Ahmad Supriyanto buru-buru menyatakan penyebab tragedi adalah tindakan represif aparat keamanan. 

        Baca Juga: Pemerintah Tegaskan Serius Usut Tragedi Kanjuruhan

        “Dalam surat terbukanya, dia meminta DPR dan kompolnas mengevaluasi kinerja Kepolisian Republik Indonesia. Ia juga mendesak pemerintah pusat maupun daerah agar ikut bertanggung jawab terkait tragedi tersebut,” jelas Adae.

        Ini aneh sih, hal yang sama disampaikan Yayasan lembaga bantuan hukum Indonesia menurut LBH jatuhnya korban yang sangat besar itu terjadi ini karena penggunaan kekuatan yang berlebihan. Eksesif use force melalui penggunaan gas air mata dan pengendalian masa yang tidak sesuai prosedur.

        Terakhir LBH mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk bertanggung jawab terhadap jatuhnya korban jiwa dan luka-luka dalam tragedi Kanjuruhan, Malang.

        “Nampaknya ada upaya sengaja untuk mengarahkan telunjuk pada pihak kepolisian. Marilah kita bersikap objektif. Apa sih yang dimaksud dengan tindakan represif pelanggaran profesionalisme atau bahkan pelanggaran HAM yang dilakukan Kepolisian?” ungkap dia.

        Baca Juga: Sindir Nasdem dan Anies, Giring Sebut Tak Mau Bahas Politik Saat Duka Kanjuruhan, Tapi Kok PSI Deklarasi Ganjar sebagai Capres?

        Menurut Ade, sebagian pihak menyatakan bahwa FIFA jelas melarang penggunaan gas air mata dalam stadion. Pertanyaannya apakah polisi Indonesia berada di bawah FIFA?

        “Ketika polisi menggunakan gas air mata itu adalah tindakan sesuai protap, ketika mereka harus mengendalikan kerusuhan yang mengancam jiwa, memang akibat gas air mata para penonton berlarian panik dan sialnya pada saat mereka hendak keluar stadion, ternyata panitia belum sempat membuka pintu keluar,” kata dia.

        Baca Juga: Berdekatan Usai Tragedi Kanjuruhan, Presiden Jokowi Soal Pencalonan Anies Baswedan: Saya Tak Ingin Komentar, Kita Sedang Berduka!

        “Sekali lagi marilah kita bersikap objektif. Yang jadi pangkal masalah adalah suporter Arema yang sok jagoan melanggar Semua peraturan dalam stadion dengan gaya preman masuk ke lapangan,” ungkapnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Sabrina Mulia Rhamadanty
        Editor: Sabrina Mulia Rhamadanty

        Bagikan Artikel: