Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Terapkan Teknologi Terintegrasi, YABB dan Changemakers Ubah Banjir Jadi Cadangan Air Tanah

        Terapkan Teknologi Terintegrasi, YABB dan Changemakers Ubah Banjir Jadi Cadangan Air Tanah Kredit Foto: YABB
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Yayasan Anak Bangsa Bisa (YABB), organisasi nirlaba bagian dari Grup GoTo bersama changemakers dari Catalyst Changemakers Ecosystem (CCE) meluncurkan proyek Semarang Berdaya. Bertujuan mengurangi risiko banjir sekaligus meningkatkan cadangan air tanah di Kelurahan Meteseh, proyek ini menerapkan teknologi zero run-off yang berupa instalasi terintegrasi antara PoreBlock (paving block berpori) dan sumur resapan.

        Para changemakers dari ReservoAir dan Liberates Creative Colony mengidentifikasi Kelurahan Meteseh, Semarang, sebagai salah satu area paling rentan terhadap bencana banjir. Pada tahun 2021, Semarang mengalami 432 bencana alam, 63,11% di antaranya bencana hidrometeorologi.  Pada tahun yang sama, kasus banjir menimpa Meteseh berulang kali dan membawa kerugian sosial ekonomi kepada lebih dari 100 jiwa di tiap kasus.  

        Baca Juga: Tinjau Banjir Aceh Utara, Menteri Basuki: Fokus Tangani Tanggul Jebol, Gunakan Geobag dan Bronjong!

        Bencana banjir di Meteseh disebabkan oleh perubahan fungsi lahan, perubahan iklim, alasan geografis maupun perilaku masyarakat.

        “Kami melihat masyarakat di Meteseh dan area lain di Semarang membutuhkan solusi yang bisa berdampak lebih cepat dan lebih luas. Inilah yang menjadi alasan YABB dan CCE hadir di Meteseh, membawa inovasi yang mudah diaplikasikan dan direplikasi sehingga bisa mencegah banjir,” ungkap Monica Oudang, Chairwoman Yayasan Anak Bangsa Bisa.

        Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Semarang Budi Prakoso, ST., MT. menyatakan dukungan terhadap inisiatif ini, “Saat ini sudah dilakukan berbagai bentuk penanggulangan banjir di Semarang, seperti pembangunan tanggul, polder, pompa, dan bendungan. Namun itu belum cukup, kami masih membutuhkan kerja sama dengan berbagai pihak untuk mempercepat dan memperluas dampak di Kota Semarang.”

        Menyadari urgensi permasalahan bencana hidrometeorologi di Kota Semarang, para changemakers berupaya menyusun solusi inovatif melalui Catalyst Changemakers Lab (CCL). Berkat kolaborasi dengan para pemangku kepentingan multisektor, para changemakers akhirnya bisa menghadirkan solusi berbasis ekosistem di lapangan yang menggabungkan optimalisasi teknologi dan pemberdayaan masyarakat di Meteseh yang berpenghuni 24.195 jiwa.

        Baca Juga: Jadi DKI 1, Persoalan Banjir dan Kemacetan Siap Menanti Heru Budi Hartono

        Dua solusi utama yang diterapkan di Kelurahan Meteseh, Semarang adalah teknologi zero run-off terintegrasi dan edukasi. Anisa Azizah, perwakilan changemakers CCE Semarang, menjelaskan, “Solusi pertama adalah instalasi teknologi terintegrasi antara PoreBlock dan sumur resapan. PoreBlock buatan kami memiliki laju infiltrasi 100 kali lebih cepat dibandingkan paving block konvensional.  Solusi ini mampu mengurangi kerugian akibat banjir terhadap lebih dari 100 warga yang paling terdampak banjir”.

        “Kelebihan lain dari solusi ini adalah integrasi antara PoreBlock dan sumur resapan yang bisa mempunyai tangkapan air lebih luas dan menyerap air lebih cepat dibandingkan bila dua komponen ini berjalan terpisah. Dengan demikian, solusi yang dibangun di 18 titik dengan total luas permukaan 1.500 m2 ini akan mengurangi limpasan air sebanyak 39.000 liter/tahun dan menjadikan air tersebut sebagai cadangan air tanah,” lanjut Anisa.

        Sub Koordinator Operasi dan Pemeliharaan Drainase Dinas Pekerjaan Umum Kota Semarang Mochamad Hisam Ashari, ST. menyatakan, “Solusi ini sejalan dengan agenda kami. Saat ini kami berusaha mengembalikan fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH), membangun embung penampungan dan kolam retensi, serta terus mencari cara agar genangan air akibat hujan maupun limpasan dapat surut lebih cepat.”

        Baca Juga: Sedih Akan Korban Banjir dan Longsor, Puan Maharani: Pemerintah Harus Berikan Pelayanan Terbaik!

        Anisa menambahkan, “Solusi kedua berupa edukasi langkah pencegahan bencana hidrometeorologi kepada 150 keluarga. “Kami berharap mereka bisa menularkan pengetahuan ini kepada masyarakat lebih luas. Selain itu, kami juga akan menyosialisasikan teknologi zero run-off untuk membangun antusiasme masyarakat mereplikasi solusi ini melalui pameran yang ditargetkan mampu menjangkau 700 orang di Hari Air Sedunia 2023.”

        Kepala Laboratorium Geografi dan Sekretaris Pusat Studi Bencana Universitas Negeri Semarang, Dr. Ir. Ananto Aji, MS. menyambut baik solusi instalasi dan edukasi, ”Dari segi sosial ekonomi, masyarakat bisa mengambil langkah pencegahan banjir serta terhindar dari kerugian akibat banjir. Dari segi lingkungan, cadangan air bersih meningkat dan penurunan tanah bisa dicegah karena limpasan air yang dialirkan ke dalam tanah.”

        Dengan dukungan dari Pemerintah Kota Semarang, Dinas Perumahan dan Permukiman Kota Semarang, Fakultas Teknik Universitas Semarang, SDGs Center Universitas Diponegoro, serta komunitas lokal, YABB dan CCE berharap implementasi zero run-off terintegrasi dapat memberikan dampak yang nyata.

        Baca Juga: Mensos Risma Tuntaskan Santunan Ahli Waris Korban Banjir dan Longsor di Bogor

        “Kami berharap solusi ini bisa mendorong perubahan pola pikir masyarakat di area lain, bukan hanya di Meteseh saja. Semakin banyak teknologi zero run-off diimplementasikan, akan semakin luas area yang bisa mempercepat penyerapan air ke dalam tanah sehingga risiko banjir dapat berkurang. Alhasil, akan semakin banyak masyarakat yang dapat terhindar dari bencana hidrometeorologi dan bisa menjalankan aktivitas yang  produktif sepanjang tahun,” tutup Monica.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Aldi Ginastiar

        Bagikan Artikel: