Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Ada Bayang-Bayang Resesi, Pasar Obligasi Dinilai Masih Seksi: Saatnya Jual atau Beli?

        Ada Bayang-Bayang Resesi, Pasar Obligasi Dinilai Masih Seksi: Saatnya Jual atau Beli? Kredit Foto: Unsplash/Sortter
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Inflasi hingga bayang-bayang resesi dinilai menjadi sentimen kurang baik bagi pasar obligasi pada tahun 2022. Pasalnya, sejumlah bank sentral dunia, termasuk Indonesia, mengambil kebijakan untuk terus menaikkan suku bunga acuan. 

        Fixed Income Research Mirae Asset Sekuritas, Dhian Karyantono, mengamini bahwa inflasi dan kenaikan suku bunga yang makin tinggi menjadi momok bagi obligasi. Dalam hal ini, kenaikan tingkat suku bunga justru akan menggerus harga pasar obligasi, begitu pun sebaliknya. Oleh karena itu, Dhian menilai bahwa tahun 2022 bukanlah tahun yang bagus untuk pasar obligasi.

        Baca Juga: Nilai Tukar Rupiah Bertengger di Rp15.600 per Dolar AS, Ekonom: Masih Dipengaruhi Sentimen Global

        "Tahun 2022 memang bukan tahun yang bagus untuk obligas karena musuh utama obligasi adalah inflasi meningkat dan suku bunga yang meningkat cukup tinggi," tegas Dhian dalam Media Day Mirae Asset Sekuritas di Jakarta, Kamis, 3 November 2022 kemarin. 

        Kendati demikian, Dhian menyebut bahwa pasar obligasi memiliki peluang untuk bergerak positif pada tahun 2023. Hal itu mempertimbangkan mulai melambatnya kenaikan suku bunga The Fed dan inflasi yang mulai terkendali. Terlebih lagi, pasar obligasi saat ini dinilai cenderung undervalued

        "Kami melihat ada peluang pasar obligasi bergerak positif. The Fed diperkirakan less agresif soal kenaikan suku bunga acuan. Inflasi domestik juga sudah mulai terkendali pada akhir 2023," lanjutnya.

        Lantas, obligasi yang seperti apa yang masih seksi untuk dikoleksi?

        Dhian menuturkan, investor masih ada peluang untuk masuk pasar obligasi bertenor pendek. Obligasi dengan tenor kurang dari satu tahun dinilai dapat memberikan hasil positif bagi investor. Sebaliknya, obligasi dengan tenor jangka waktu menengah hingga panjang berpotensi memberikan hasil yang negatif. Ia memprediksi, harga obligasi 10 tahun bisa naik sehingga menekan yield-nya hingga ke level 7,26% pada akhir tahun dengan asumsi skenario moderat. 

        "Potensi melandainya yield SBN di akhir tahun dibanding kondisi saat ini dapat menjadi momentum untuk masuk ke instrumen SBN," kata Dhian.

        Pada kesempatan yang sama, Nita Amalia selaku Head of Fixed Income Mirae Asset Sekuritas, mengatakan bahwa total transaksi obligasi pemerintah dan korporasi mengalami peningkatan 105% pada kuartal III 2022 dibandingkan dengan transaksi pada kuartal III/2021. Hal ini sejalan dengan kenaikan ranking bulanan perusahaan efek yang dirilis oleh Bursa Efek Indonesia dibanding rata-rata ranking pada 2021 dan 2020.

        "Tahun ini, posisi Mirae Asset Sekuritas di pasar obligasi korporasi didominasi oleh peringkat 4 nilai transaksi terbesar di antara 122 perusahaan efek, dan peringkat 8 nilai transaksi terbesar di pasar obligasi pemerintah," pungkas Nita.

        Menurut Nita, besarnya modal kerja bersih disesuaikan (MKBD) Mirae Asset Sekuritas sekitar Rp 1,3 triliun memungkinkan dilakukannya transaksi volume besar melalui perusahaan, termasuk transaksi obligasi. 

        Layanan komprehensif Mirae Asset Sekuritas yang lain di pasar obligasi termasuk kegiatan penjaminan emisi efek utang (obligasi, MTN dan NCD), update pasar rutin harian dan bulanan, webinar Youtube bulanan, client gathering, dan warehousing obligasi.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Lestari Ningsih
        Editor: Lestari Ningsih

        Bagikan Artikel: