Kredit Foto: Sufri Yuliardi
ING Bank menyoroti potensi kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah dari Amerika Serikat (AS). Pihaknya yakin imbal hasil obligasi tenor sepuluh tahun akan menembus 4,1%.
ING Bank menyatakan bahwa yield menunjukkan ketahanan dengan tetap bertahan dalam levelnya saat ini meski dibayangi laporan ketenagakerjaan yang negatif. Hal itu membuat pihaknya optimistis imbal hasil obligasi tersebut memiliki peluang lebih besar untuk menembus level 4,1%.
Baca Juga: Mayora Indah (MYOR) Jajakan Obligasi Rp827,54 Miliar, Bunga hingga 6,15%
“Treasuries menyukai rentang perdagangan 4%–4,1%. Penurunan sementara lebih mungkin terjadi, tetapi penembusan ke atas memiliki daya dorong lebih kuat,” kata ING, dilansir Jumat (5/12).
Yield obligasi terkait sempat turun dua basis poin akibat lemahnya data tenaga kerja ke 4,06%. Namun ia kemudian berbalik naik, yang mana merupakan sebuah pergerakan yang dianggap tidak biasa. Hal tersebut mengingat data ketenagakerjaan yang lemah dan inflasi yang mereda umumnya mendukung ekspektasi penurunan suku bunga.
Ekspektasi pasar terhadap pemangkasan suku bunga bulan ini telah meningkat menjadi 87%. Namun yield tenor sepuluh tahun tetap bergerak dalam kisaran 4%–4,20%.
ING menjelaskan ketahanan ini merupakan dampak dari perubahan struktural dalam perekonomian dari AS. Pertumbuhan produktivitas dinilai kini berperan lebih besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dibanding penciptaan lapangan kerja.
“Sebagian karena lebih sedikit imigran yang masuk secara bersih sehingga kebutuhan penciptaan lapangan kerja berkurang. Namun yang utama adalah pertumbuhan produktivitas, termasuk dari dampak dari AI," ungkap ING.
Laporan Personal Consumption Expenditures (PCE) yang akan dirilis berpotensi memicu volatilitas pada imbal hasil tenor sepuluh tahun.
ING memproyeksikan bahwa data tersebut, jika lebih lemah, dapat mendorong yield turun di bawah 4%. Namun menurutnya pelemahan tersebut kemungkinan hanya sementara.
Baca Juga: Bank Mandiri Terbitkan Obligasi Keberlanjutan Senilai Rp5 triliun
Sebaliknya, penembusan kuat dapat bersifat lebih struktural dan berpotensi menetapkan arah pergerakan yield hingga 2026.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Aldi Ginastiar
Advertisement