Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        BPOM Harus Bertanggung Jawab Soal Obat Sirop yang Diduga Mematikan, Pakar: Bila Bukan BPOM, Siapa Lagi?

        BPOM Harus Bertanggung Jawab Soal Obat Sirop yang Diduga Mematikan, Pakar: Bila Bukan BPOM, Siapa Lagi? Kredit Foto: Unsplash/Arpad Czapp
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Merespons perkembangan penyakit gagal ginjal akut yang terus memakan korban, Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute Achmad Nur Hidayat meminta kepolisian segera memanggil Ketua BPOM Peny K Lukito untuk dimintai keterangan.

        Menurut Achmad, dalam kasus yang menurut data per 31 Oktober 2022 sudah terjadi 304 kasus dengan 159 anak meninggal, 46 masih dalam perawatan, dan 99 anak telah dinyatakan sembuh itu, BPOM mesti bertanggung jawab.

        Baca Juga: Nilai BPOM Tak Bekerja, DPR: Penny Lukito Segera Ajukan Pengunduran Diri!

        "Jika akhirnya terbukti BPOM lalai bahkan melakukan pelanggaran, Kepala BPOM dan pihak lain yang bertanggung jawab di BPOM harus diberi sanksi sesuai UU. Selain itu, polisi juga harus segera memanggil pihak perusahaan yang bahannya sudah ditetapkan mengandung kandungan EG (etilon gliken) dan DEG (dietilen glikol)," terangnya dalam keterangan tertulis, Jumat (4/11/2022).

        Dia lantas menuntut beberapa hal demi perbaikan BPOM ke depan. Pertama, BPOM dituntut  menjadi lembaga yang lebih profesional dan kredibel. Perlu ada evaluasi menyeluruh pada BPOM saat ini, apakah kejadian ini terjadi akibat kurangnya SDM atau pun kurangnya anggaran.

        Kedua, perlu adanya peningkatan kerja sama BPOM dengan badan sejenis di negara lain. Menurut Achmad, kerja sama ini penting karena BPOM dapat memperoleh informasi terkait ingridient berbagai makanan dan obat dari negara negara lain karena produk yang beredar di Indonesia juga beredar di negara lain.

        "Ketiga, harus adanya pengawasan yang ketat terhadap BPOM ini. Selama ini mitra kerja BPOM adalah Komisi IX DPR RI. Namun, ternyata muncul kasus gagal ginjal akut anak ini yang diindikasi lalainya BPOM. Lalainya BPOM ini juga tidak lepas dari lemahnya lembaga pengawas terhadap kerja BPOM sehingga perlu untuk dibentuknya lembaga independen untuk khusus mengawasi kerja BPOM agar kasus kasus seperti gagal ginjal akut ini tidak kembali terjadi di kemudian hari," tegasnya.

        Diketahui bahwa Komunitas Konsumen Indonesia melayangkan somasi terhadap BPOM karena dianggap melakukan kebohongan publik terkait 133 nama obat sirop yang dinyatakan aman propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, hingga gliserin atau gliserol.

        Ketua Komunitas Konsumen Indonesia David Tobing mengatakan, pengumuman terhadap 133 nama obat yang dianggap aman oleh BPOM diduga tidak berdasarkan hasil pengujian, tetapi hanya didasarkan registrasi obat yang telah dilakukan sebelumnya.

        Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari juga ikut mengkritik lemahnya fungsi monitoring yang dimiliki BPOM atas kejadian temuan cemaran senyawa etilen glikol (EG) yang melebihi ambang batas pada sejumlah produk obat sirop yang beredar di Indonesia.

        Siti menilai tupoksi BPOM melemah pada era sekarang. Ia pun mengeklaim saat dirinya menjabat sebagai Menkes periode 2004-2009, peran BPOM adalah rutin melakukan uji dan pengawasan. Ia kemudian menilai BPOM saat ini hanya sebagai lembaga registrasi obat dan makanan tanpa pengawasan yang penuh.

        Tugas BPOM

        Tugas utama BPOM tercantum dalam pasal 2 Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 80 Tahun 2017, yang menyebutkan bahwa:

        • BPOM bertugas menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
        • Obat dan makanan yang dimaksud terdiri atas obat, bahan obat, narkotika, psikotropika, prekursor, zat adiktif, obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik, dan pangan olahan.
        • Dalam melaksanakan tugasnya tersebut, BPOM harus menjalani fungsinya, yaitu menjalankan tugas utamanya, melakukan pengawasan sebelum maupun selama beredar.

        Fungsi pengawasan sebelum beredar berkaitan dengan tindakan pencegahan untuk menjamin produk obat maupu makanan yang akan beredar sesuai standar dan syarat keamanan. Sementara, fungsi pengawasan setelah beredar berkaitan tindakan untuk memastikan bahwa produk konsumsi tetap terjamin standar dan syarat keamanananya.

        Baca Juga: Nilai BPOM Tak Bekerja, DPR: Penny Lukito Segera Ajukan Pengunduran Diri!

        "Dengan kewenangan yang sedemikian luas terkait Pengawasan Obat dan Makanan, BPOM ini perlu untuk diawasi secara lebih ketat. Bahkan, jika diperlukan harus dibuat badan atau lembaga lainnya untuk untuk mengurangi wewenang dan kewajiban BPOM ini karena terlalu luasnya cakupan tugas BPOM," saran Achmad.

        Dengan kejadian gagal ginjal akut ini, katanya, menunjukkan bahwa BPOM tidak mampu menjalankan kewajibannya sehingga berakibat fatal bagi rakyat Indonesia.

        "Sudah saatnya BPOM ini dievaluasi total. Karena terlalu terpusatnya banyak hal terkait Pengawasan Obat dan Makanan ini, diperlukan badan lain sehingga beban BPOM ini tidak terlampau banyak," pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Bagikan Artikel: