Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Ada Ancaman Resesi dan Serangan Siber, Bagaimana Nasib Industri Keuangan?

        Ada Ancaman Resesi dan Serangan Siber, Bagaimana Nasib Industri Keuangan? Kredit Foto: Istimewa
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Industri jasa keuangan masih dibayangi ketidakpastian ekonomi. Menurut catatan Bank Dunia, resesi ekonomi masih akan mengancam perekonomian global yang diakibatkan oleh kondisi geopolitik (perang), krisis pangan dan energi, lonjakan inflasi, hingga kenaikan suku bunga. Bank Dunia juga memproyeksikan pertumbuhan ekonomi negara-negara maju akan berada di level minus pada 2023.

        Kondisi tersebut dikhawatirkan akan memengaruhi perekonomian Indonesia, dan tentu saja berdampak pada para pelaku usaha negeri ini. Mulai dari peningkatan beban biaya, hingga pendapatan yang menurun. Imbasnya juga akan terjadi pada industri jasa keuangan seperti melambatnya penyaluran pembiayaan, pendapatan premi, hingga peningkatan kredit bermasalah.

        Direktur Surat Utang Negara, Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Deni Ridwan mengatakan, inflasi merupakan suatu hal yang sangat perlu diwaspadai karena adanya pemulihan ekonomi pasca pandemi, dimana adanya peningkatan dari sisi permintaan tetapi suplainya terbatas. Baca Juga: Percepat Pemulihan Ekonomi, OJK Dorong Industri Keuangan Terapkan Good Governance

        “Energi juga salah satu hal yang perlu kita garis bawahi ternyata krisis energi saat ini bukan karena hanya pemulihan ekonomi yang lebih cepat dibandingkan dengan perkiraan tapi juga kekosongan investasi di sektor energi terutama di fossil fuel selama beberapa tahun terakhir," ujar Deni Ridwan dalam diskusi yang bertajuk “Prospek dan Tantangan Industri Keuangan di Tengah Ancaman Resesi dan Serangan Siber” di Jakarta, Kamis (24/11/2022).

        Selain itu, pemulihan ekonomi mendorong scaring effect yang menyebabkan inflasi. Ditandai dengan beberapa negara G20 sudah mulai menaikkan suku bunganya termasuk Indonesia yang saat ini di level 5,25%. “Inflasi Indonesia masih terjaga di 5,7% karena adanya peran dari APBN sebagai shock absorber. Jadi negara lain kenapa inflasinya cukup tinggi karena peran budget-nya sudah terbatas,” pungkas Deni.

        Meski demikian, perekonomian Indonesia diproyeksikan masih baik dan akan tumbuh sekitar 5%. Pemerintah sendiri sejauh ini telah mempersiapkan rencana jangka panjang dalam pemulihan ekonomi pasca pandemi. Salah satunya dengan menciptakan pertumbuhan ekonomi baru dan pemanfaatan ekonomi digital dan reformasi sektor keuangan.

        “Tentu kita harus melakukan sektor keuangan yang berdaya saing di regional harapannya sektor keuangan yang dalam, inovatif, efisien, inklusif, dapat dipercaya serta stabil. Kita lihat bahwa pembangunan ekonomi butuh dukungan dari sektor keuangan yang dalam, kebutuhan ini mengandalkan dari saving, namun kita lihat nasional saving kita terus menurun dibandingkan dengan PDB,” ungkapnya.

        Selain kondisi geopolitik, ancaman lain yang juga mesti diantisipasi dengan baik oleh industri keuangan adalah serangan siber (cyber crime). Persoalan yang kembali muncul belakangan ini menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan dengan cermat oleh para pelaku usaha di sektor keuangan, seiring pengembangan digital di sektor keuangan.

        Merujuk data International Monetary Fund (IMF) tahun 2020, estimasi total kerugian rata-rata tahunan yang dialami sektor jasa keuangan secara global yang disebabkan oleh serangan siber berjumlah US$100 miliar atau lebih dari Rp1.433 triliun.

        Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) pun mencatat, ancaman dan serangan siber di sektor keuangan hingga September 2022 telah mencapai 1,1 juta serangan siber, sehingga per harinya menerima serangan mencapai 124 ribu anomali. Meski begitu menurut BSSN, bahwa hasil verifikasi penilaian kematangan keamanan siber yang dilakukan kepada 22 institusi perbankan sebanyak 86% telah masuk ke level 4 atau sudah memasuki tahap implementasi terkelola.

        “Sebanyak 86% perbankan itu pada level 4, itu yang artinya implementasi keamanan siber telah dilakukan secara terkelola. Jadi kami nanti tinggal memberikan rekomendasi dari hasil verifikasi tersebut untuk peningkatan di masa-masa selanjutnya,” tambah Direktur Keamanan Siber dan Sandi Keuangan, Perdagangan, dan Pariwisata, Deputi Bidang Keamanan Siber dan Sandi Perekonomian BSSN Edit Prima.

        Lebih lanjut, ia juga menghimbau kepada para sektor keuangan juga di perbankan untuk dapat menerapkan keamanan siber secara baik sesuai dengan best practice yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan BSSN sejak tahun 2016 melalui forum negara G7. Baca Juga: Aset Industri Keuangan Syariah Indonesia Tembus Rp2.050 Triliun

        Industri jasa keuangan yang mampu bertahan di tengah ketidakpastian global dan juga mampu mengantisipasi serangan siber, patut diapresiasi karena telah berkontribusi terhadap perekonomian nasional. Untuk itu, The Finance memberikan penghargaan kepada 63 lembaga keuangan (financial institution) berkinerja terbaik tahun 2022, pada ajang “Top 20 Financial Institution Awards 2022” pada hari yang sama.

        Lembaga keuangan yang mendapat penghargaan tersebut terdiri dari bank, perusahaan asuransi jiwa, perusahaan asuransi umum, dan perusahaan pembiayaan (multifinance). Penghargaan diberikan berdasarkan hasil rating bertajuk “Top 20 Lembaga Keuangan 2022” yang dilakukan The Finance terhadap laporan kinerja keuangan empat lembaga keuangan dalam tiga tahun terakhir, yakni dari tahun 2020 hingga pertengahan 2022.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Fajar Sulaiman
        Editor: Fajar Sulaiman

        Bagikan Artikel: