- Home
- /
- Kabar Finansial
- /
- Bursa
Resesi AS Ancam Neraca Dagang RI, Tapi Bisa Picu Banjir Modal Asing! Kebijakan Pro Pasar Jadi Penentu

Risiko resesi ekonomi Amerika Serikat (AS) dinilai berpotensi menekan perekonomian global dan memengaruhi neraca perdagangan Indonesia.
Stockbit Investment Research memperingatkan bahwa pelemahan ekonomi AS dapat berdampak negatif terhadap ekspor Indonesia, mengingat Negeri Paman Sam merupakan salah satu mitra dagang utama.
Selain itu, memburuknya ekonomi AS juga membuka peluang bagi The Federal Reserve (The Fed) untuk memangkas suku bunga.
Analisis CME FedWatch Tool menunjukkan probabilitas pemangkasan suku bunga AS lebih dari 50 basis poin (bps) hingga akhir 2025 meningkat menjadi 65,8% per hari ini, naik dari 60,9% sepekan lalu. Jika The Fed benar-benar menurunkan suku bunga, Bank Indonesia (BI) berpotensi mengikuti langkah tersebut guna menjaga daya saing ekonomi domestik.
Pasar keuangan global semakin bergejolak seiring dengan melemahnya bursa saham AS. Hingga Selasa (11/3), indeks Nasdaq turun 4,8% week-on-week (WoW), S&P 500 melemah 3,6% WoW, dan Dow Jones Industrial Average (DJIA) terpangkas 2,6% WoW.
Baca Juga: Pelaku Pasar Nantikan Pemangkasan BI Rate dan Soroti Kebijakan Pro Pasar dari Pemerintah
Pelemahan ini memperpanjang tren negatif yang telah berlangsung selama dua pekan terakhir, dipicu oleh kekhawatiran investor terhadap prospek resesi AS yang semakin nyata. Moody’s Analytics bahkan meningkatkan probabilitas resesi AS menjadi 35%.
Kondisi semakin rumit dengan kebijakan perdagangan Presiden AS, Donald Trump, yang kerap berubah-ubah. Trump kembali memicu ketidakpastian pasar dengan mengancam menggandakan tarif impor baja dan aluminium asal Kanada menjadi 50% pada Selasa (11/3), meski hanya beberapa jam kemudian ia membatalkan ancaman tersebut setelah Ontario mencabut kebijakan biaya tambahan pada listrik yang dikirim ke AS.
Sementara itu, Uni Eropa merespons kebijakan tarif AS dengan mengumumkan akan memberlakukan tarif balasan terhadap impor AS senilai 28 miliar dolar AS. Tarif ini mulai berlaku pada 13 April 2025, dengan Uni Eropa menyatakan bahwa mereka tetap terbuka untuk negosiasi demi menghindari eskalasi lebih lanjut.
Meskipun risiko resesi AS dapat menekan perekonomian global, Stockbit Research menyebut kondisi ini juga membawa peluang bagi Indonesia.
Pelemahan ekonomi AS bisa mendorong aliran modal keluar (capital outflow) dari AS ke negara-negara berkembang yang menawarkan pertumbuhan lebih baik, termasuk Indonesia.
Di sisi lain, jika The Fed memangkas suku bunga, investor asing berpotensi mencari imbal hasil lebih tinggi di negara berkembang.
"Hal ini dapat mendorong arus modal masuk ke Indonesia dan menopang stabilitas nilai tukar rupiah. Namun, tetap diperlukan kebijakan pro pasar yang dapat meningkatkan kepercayaan investor di tengah ketidakpastian global," tulis Stockbit Investment Research.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement