Bupati Meranti Sebut Kemenkeu Setan dan Iblis, DPR: Dia Maki-maki Juga Gak Akan Berubah!
Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Ahmad Doli Kurnia, menilai bahwa Bupati Meranti, Muhammad Adil, mesti menunjukkan etikanya sebagai pejabat publik. Hal tersebut dia diungkap sebagai respons dari kekecewaan Adil pada Dana Bagi Hasil (DBH) migas Rp10 triliun yang dinilai diambil oleh pemerintah pusat.
Dalam kekecewaan tersebut, Adil mengatakan berencana bergabung dengan negara sebelah serta menyebut Kementerian Keuangan diisi oleh setan dan iblis dalam rapat koordinasi nasional Pengelolaan Pendapatan dan Belanja Daerah se-Indonesia pada Kamis (8/12/2022) lalu.
Baca Juga: Tanggapi 'Nyanyian' Bupati Meranti, DPR Sebut Pernyataan Muhammad Adil Tak Etis
"Bupati, Kepala Daerah, Menteri, semua. Anggota DPR itu kan pejabat publik yang juga, saya kira harus menunjukkan etika jabatannya. Nggak bisa juga sembarangan, toh kalau dia maki-maki nggak akan ada perubahan," papar Doli saat ditemui di Hotel Bidakara, Jakarta, Senin (12/12/2022).
Doli menuturkan, DBH telah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Dengan adanya peraturan tersebut, dia menilai semua pihak mesti mentaati hal tersebut. Kalau dirasa kurang berkenan dengan hasil yang ada, Doli menilai perjuangan mengubah peraturan perundang-undangan adalah langkah yang lebih baik untuk dilakukan.
"Kalau emang kurang berkenan atau merasa bahwa pembagian hasil daerah itu kurang dirasakan optimal, ya itu berjuang lagi melalui perubahan undang-undang," katanya.
"Perubahan itu ada di undang-undang. Jadi mau dia maki-maki, siapa-siapa juga akan menimbulkan masalah baru," paparnya.
Dia menyebut, tanpa perubahan dalam undang-undang, yang menjadi kekecewaan dan keinginan Adil tidak akan terwujud. Selain itu, dia juga menilai makian yang dilakukan adil bisa berbuntut pada proses hukum.
"Orang bisa marah yang kalau disebut seperti tadi (setan dan iblis) itu. Kalau orang marah kemudian ada yang menuntut secara hukum, itu kan bisa membahayakan dirinya," kata Doli.
"Pejabat ini ada kode etiknya lho. Kepala daerah itu diatur dalam sebuah peraturan perundang-undangan yang nggak boleh melawan pemerintah pusat. Nah, itu nanti bahaya kalau terus dibiasakan kaya gitu," jelasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Andi Hidayat
Editor: Puri Mei Setyaningrum