Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        35 Orang Dibebaskan dalam Pengadilan HAM Berat Masa Lalu, Mahfud MD Bongkar Penyebabnya: Buktinya...

        35 Orang Dibebaskan dalam Pengadilan HAM Berat Masa Lalu, Mahfud MD Bongkar Penyebabnya: Buktinya... Kredit Foto: Kemenko Polhukam
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan HAM (Menko Polhukam), Mahfud MD, menuturkan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu (Tim PPHAM) dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden No. 17 tahun 2022. Tim tersebut dibentuk untuk melihat fakta sebagai upaya mengajukan pengadilan bagi kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

        Mahfud menuturkan, sampai saat ini, tercatat sebanyak 35 orang yang diduga kuat terlibat kasus pelanggaran HAM berat dibebaskan. Hal tersebut terjadi karena standar hukum acara yang ada berbeda dengan pengadilan.

        Baca Juga: Tewaskan 135 Orang, Menko Polhukam Mahfud MD Sebut Tragedi Kanjuruhan Bukan Pelanggaran HAM Berat

        "Sampai sekarang, pengadilan sudah membebaskan 35 orang dari apa yang direkomendasikan Komnas HAM kita bawa ke pengadilan, bebas semua," kata Mahfud dalam konferensi persnya yang diikuti secara virtual, Jakarta, Kamis (29/12/2022).

        Selain karena hukum acaranya berbeda dengan pengadilan, Mahfud juga menyebut bukti dari para diduga pelanggar tidak cukup kuat. Hal tersebut menghasilkan putusan pembebasan bagi para terduga pelanggar HAM berat masa lalu.

        "Buktinya nggak cukup, hukum acaranya beda. Yaitu kasus Tanjung Priok, 14 orang diajukan ke pengadilan, bebas. Kasus Abipura, dua orang, bebas. Kasus Pasca Jajapandapat di Timor-Timor 18 orang, bebas. Dan Paniai yang 8 Desember lalu diputus ditingkat satu juga dinyatakan bebas," jelasnya.

        Baca Juga: Rekomendasi Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu Mandek di Jaksa Agung, Ini Penyebabnya

        Dia menuturkan, hukum acara yang berbeda menyulitkan proses penegakkan HAM. Pasalnya, rekomendasi yang diberikan Komnas HAM pro justitia hanya menyimpulkan bahwa telah terjadi pelanggaran HAM.

        "Kalau Komnas HAM pro justitia-nya hanya menyimpulkan terjadi, itu sudah dianggap penyelidikan. Tapi kejaksaan agung menyatakan, ini buktinya apa? Visumnya apa? Pelakunya langsung, korbannya siapa? Gitu. Itu nggak ketemu kalau menggunakan standar pelanggaran HAM berat," pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Andi Hidayat
        Editor: Ayu Almas

        Bagikan Artikel: